Liputan6.com, Yerusalem - Utusan PBB di Yerusalem Tor Wennesland memperingatkan bahwa gelombang kekerasan di Israel dan Palestina yang diduduki telah membawa situasi ke "tepi jurang". Dia menyerukan intervensi diplomatik yang tegas untuk membendung pertumpahan darah.
Wennesland juga memperingatkan kemerosotan lebih lanjut karena menurunnya dukungan internasional untuk Otoritas Palestina (PA).
"PBB tidak dapat mengambil alih tanggung jawab tersebut," kata Wennesland seperti dikutip dari BBC, Sabtu (4/2/2023).
Advertisement
Bulan lalu, lebih dari 35 warga Palestina dan tujuh warga Israel tewas, menyusul satu tahun kekerasan yang melibatkan penggerebekan dan penangkapan oleh militer Israel hampir setiap malam dan serentetan serangan Palestina.
Kekerasan belakangan semakin diperparah dengan berkuasanya pemerintah paling ekstrem kanan dalam sejarah Israel yang dipimpin Benjamin Netanyahu, yang telah menyatakan prinsip hak eksklusif Yahudi atas seluruh tanah.
Banyak pengamat mengkhawatirkan kematian solusi dua negara, formula perdamaian bagi konflik Israel dan Palestina.
Wennesland adalah koordinator khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah, jabatan yang dibuat selama Perjanjian Oslo tahun 1990-an. Dia sering bolak-balik antara pejabat Israel, Palestina, dan regional, mencoba untuk mengurangi krisis dan gejolak kekerasan, sementara harapan perdamaian jangka panjang hampir mati.
Pada saat bersamaan, Wennesland mengakui adanya kondisi diplomatik yang "sulit", mengingat situasi politik di pihak Israel dan situasi rumit dengan kepemimpinan Palestina yang memiliki sejumlah isu, termasuk pendanaan.
Namun, dia menepis anggapan bahwa proses perdamaian telah mati.
"Apapun pemerintahan yang berkuasa di Israel, otoritas apapun yang memimpin di Ramallah, inilah titik tolak diskusi yang perlu dilakukan," ujarnya.
Diperburuk Oleh Rezim Trump
Upaya internasional menuju solusi jangka panjang telah terhenti selama hampir satu dekade. Keberpihakan pemerintahan Donald Trump pada Israel juga ikut memperparah keadaan, memicu kekerasan di lapangan, dan membuat Palestina memutuskan hampir semua hubungan dengan Amerika Serikat (AS)
Sekarang, menurut Wennesland, ada diplomasi aktif yang melibatkan pejabat AS, PBB, Israel, dan Palestina.
Ditanya apakah itu berarti akan menyebabkan lebih sedikit serangan oleh militer Israel atau pemulihan kontrol PA di sejumlah bagian di Tepi Barat, Wennesland menjawab, "Pihak AS sedang dalam diskusi yang sangat spesifik dengan Israel."
"Ada rencana yang bisa digulirkan. Jadi, paradigma ini bisa berubah. Dan saya katakan perlu ada ruang bagi pasukan keamanan Palestina untuk beroperasi. Faktor kuncinya di sini adalah bahwa para pihak tidak mengambil keputusan sepihak...jika kita ingin menjaga situasi tetap terkendali," katanya.
Advertisement
Desakan Wennesland
Ada sejumlah hal yang menurut Wennesland mendesak dilakukan. Pertama, Israel harus menindak tegas perluasan pemukiman dan kekerasan oleh pemukim di Tepi Barat.
Selanjutnya, pasukan keamana Palestina harus mendapatkan kembali kendali di Kota Jenin dan Nablus. Koordinasi keamanan penuh antara Israel dan Otoritas Palestina juga harus dimulai kembali, setelah pekan lalu Presiden Mahmoud Abbas mengumumkan pembatalannya.
"Ada kontak, tapi kami baru saja berdiskusi dengan Palestina kemarin. Ini tidak terjadi seperti yang terjadi sebelumnya. Mereka secara resmi menghentikannya. Ini perlu dimulai lagi," jelas Wennesland.
Utusan PBB itu menambahkan bahwa stabiltas juga terancam oleh pendanaan yang berkurang bagi Otoritas Palestina.
"Hampir tidak ada uang yang masuk dari donor ke PA dan itu perlu diubah. Jika Anda tidak dapat membayar gaji pegawai negeri, jika Anda tidak dapat memberikan layanan kesehatan, jika Anda tidak dapat membeli obat, jika Anda tidak dapat mendanai sekolah maka kita berada dalam situasi yang sangat mengerikan," katanya, seraya menambahkan bahwa pendanaan PBB untuk Gaza, yang dikendalikan oleh Hamas, saja sudah mencapai sekitar US$ 1 miliar.