Wawancara Tri Sugiarti: Lebih Baik Hidup dari Sampah Daripada Jadi Sampah

Tri Sugiarti adalah pendiri Bank Sampah Tri Alam Lestari. Ia memiliki sudut pandang yang unik dalam bekerja.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 25 Mar 2023, 00:07 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2023, 21:33 WIB
Tri Sugiarti, pendiri Bank Sampah Tri Alam Lestari.
Tri Sugiarti, pendiri Bank Sampah Tri Alam Lestari. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Tri Sugiarti merupakan pendiri dari Bank Sampah Tri Alam Lestari. Wanita yang outgoing, humoris, dan rendah hati ini memiliki sudut pandang yang menarik untuk disimak terkait pekerjaan.

Dalam acara talkshow yang di acara Nation Building Conference (NBC) di Jakarta, Tri bercerita mengenai inisiatifnya mengajak lingkungan sekitarnya untuk mencari rezeki secara kreatif lewat bank sampah.

Di antara para tamu lain yang memiliki gelar akademis tinggi, Tri yang lulusan Madrasah Aliyah berhasil membuat penonton di Balai Sarbini heboh berkat prinsipnya: lebih baik hidup dari sampah daripada jadi sampah.

Ucapan Tri Sugiarti itu bermaksud untuk memotivasi supaya orang-orang tidak menghabiskan waktunya tanpa kegiatan produktif, seperti terus-terusan menonton sinetron, drama, atau bergosip.

Berkat kegiatannya di bank sampah, Tri berhasil mendapatkan omzet yang lumayan dan produk-produknya berhasil tembus pasar Jepang, Korea Selatan, hingga Eropa.

Liputan6.com duduk bersama wanita Jakarta Selatan itu usai ia berbincang dengan Jimmy Oentoro pada talkshow di Nation Building Conference, Jakarta, Jumat (24/3/2023). Berikut wawancara eksklusif dengan Tri Sugiarti:

Mencari Rezeki dengan Kreatif

Sejumlah produk unik dari bank sampah yang didirikan Tri Sugiarti di acara Nation Building Conference yang digelar STT International Harvest di Jakarta, Maret 2023.
Sejumlah produk unik dari bank sampah yang dibawa Tri Sugiarti di acara Nation Building Conference yang digelar STT International Harvest di Jakarta, Maret 2023. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Filosofi Ibu: Lebih baik... 

Hidup dari sampah ketimbang hidup jadi sampah.

Apa maknanya?

Kadang, buat saya, nonton sinetron, ngerumpi, itu nyampah. Jadi "nyampah" enggak hakikinya nyampah. Jadi sebetulnya kita itu bisa berdaya, bisa punya penghasilan, meningkatkan kesejahteraan dengan berkegiatan, dengan memberdayakan apa yang ada di sekitar kita, kita manfaatkan. Melihat peluang bisnis, walaupun dari sampah tapi kalau bisa sejahtera kenapa enggak? Enggak ada yang hina buat saya. 

Jadi ya itu tadi makna sesungguhnya dari lebih baik hidup dari sampah ketimbang hidup dari sampah.

Kadang-kadang orang agak minder, gimana saran dari Ibu biar anak muda enggak minder?

Pola pikir. Pola pikir bahwa sesungguhnya kita itu produsen sampah. Semua orang punya sampah. Dan kita harus bertanggung jawab atas sampah kita masing-masing, iya gak sih? Gitu. Selama ini kita punya sampah, terus udah, kita lepas tanggung jawab. Mentang-mentang udah bayar petugas, misalkan gitu.

Nah, itu merubah kebiasaan, merubah pola pikir, bahwa sampahmu adalah tanggung jawabmu. Jadi keren, enggak nyampah itu keren. 

Omzetnya berapa Bu dari kegiatan itu?

Kalau dibilang omzet, dulu sempat  — ya itu tadi yang kayak talkshow tadi  —  aku sempat sampai lupa minta gaji suami. Itu jadi masih ada (uang) yang aku pegang. Masih ada yang aku pegang. Malah saat ini bisa bayar orang, bisa punya tim. Ya alhamdulillah jadi membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain. 

Karena yang S1, S2, S3, S banyak itu belum tentu bisa melakukan yang seperti emak-emak ini lakukan. 

Singkat saja, Bu, bagaimana bank sampah Ibu menghasilkan uang?

Jadi gini, ketika warga sudah memilah sampahnya, kemudian sampah yang sudah terpilah bisa dikirim ke bank sampah, ditabung, itu dinominalkan menjadi uang. Nah, nanti sampah itu dikirim ke bank sampah induk, akan diambil sama perusahaan besar yang butuh bahan baku untuk daur ulang, kayak Danone, Unilever, gitu. 

Nah, kita dapat uang dari sana. Nanti selisih dari uang yang kita kasih ke nasabah, sama uang yang dibayarkan vendor, itu buat pengurus bank sampah. Kemudian, ketika kita mau mendaur ulang menjadi produk-produk berkelas, nah itu nilainya lebih tinggi lagi. Itu yang kami lakukan.

Awal Mula

Pengunjung Kembali Nikmati Pesona Indonesia di TMII
Wisatawan bersepeda mengelilingi obyek wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta, Minggu (21/6/2020). Setelah tidak beroperasi akibat pandemi, pengelola membuka kembali TMII dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dan pembatasan pengunjung. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Siapa yang pertama kali membisiki Ibu supaya ikut kegiatan ini? 

Jadi waktu itu ikut pelatihan, ikut pelatihan bikin produk — 

Pelatihan yang menggelar siapa, Bu? 

Waktu itu wali kota Jakarta Selatan. Nah, di situ juga dijanjikan kalau ada yang bisa membuat produk nanti difasilitasi untuk penjualan, pelatihan-pelatihan, nah aku terinspirasi dan termotivasi di situ. "Ah, kayaknya gampang dan aku kayaknya bisa deh." Nah, itu aku mulai di akhir 2013. 

Berapa jumlah orang yang masuk tim Ibu sekarang?

Sekarang lebih dari, kalau untuk pengurus, lebih dari 15 orang. 

Kalau orang-orang yang ikut ada berapa orang, Bu?

Kalau nasabah, aku ratusan saat ini. 

Itu di Jakarta Selatan saja atau ada di luar? 

Kalau aku karena ini levelnya bank sampah RW, jadi ya sekitar situ. Kami ada kerja sama dengan aplikasi jadi bisa di luar wilayah kita pun bisa kirim lewat aplikasi. 

Yang paling jauh dari mana, Bu? 

Paling jauh Cibubur ada.

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya