Israel Serang Jalur Gaza, Benjamin Netanyahu: Musuh Akan Membayar dengan Harga Mahal

Kekerasan terbaru dimulai setelah polisi Israel menyerang Masjid Al-Aqsa pada Selasa (4/4) dan Rabu (5/4), memicu rentetan serangan roket dari Jalur Gaza dan Lebanon pada Kamis (6/4).

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Apr 2023, 09:30 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2023, 09:26 WIB
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Tel Aviv- Israel melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza pada Kamis (6/4/2023) malam, sementara militan Palestina menembakkan rentetan roket ke Israel selatan pada Jumat (7/4) pagi. Pertempuran terjadi saat Yahudi merayakan Paskah dan umat muslim menjalankan puasa Ramadhan.

Kekerasan terbaru dimulai setelah polisi Israel menyerang Masjid Al-Aqsa pada Selasa (4/4) dan Rabu (5/4), memicu rentetan serangan roket dari Jalur Gaza dan Lebanon pada Kamis.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menggelar sidang kabinet terkait keamanan pada Kamis malam mengonfirmasi bahwa pihaknya menyerang apa yang diklaimnya sebagai empat lokasi Hamas di Jalur Gaza.

"Tanggapan Israel, malam ini dan seterusnya, akan membuat musuh kita membayar harga yang signifikan," ujar Netanyahu seperti dilansir AP, Jumat.

Serangan udara dari Lebanon yang terdiri dari sekitar 34 roket menargetkan Israel utara, melukai dua orang, menimbulkan kerusakan kecil, dan membuat banyak orang berlarian ke tempat perlindungan. Israel mengklaim berhasil mencegat sekitar 25 roket. Serangan langka dari Lebanon menimbulkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas karena musuh bebuyutan Israel, kelompok militan Hezbollah yang didukung Iran, menguasai sebagian besar Lebanon selatan.

Juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht mengatakan bahwa pihaknya menarik hubungan yang jelas antara serangan roket Lebanon dengan kerusuhan baru-baru ini Yerusalem.

"Ini adalah kejadian yang berorientasi pada Palestina," katanya, seraya menambahkan bahwa kelompok militan Hamas atau Jihad Islam, yang berbasis di Jalur Gaza tetapi juga beroperasi di Lebanon, kemungkinan terlibat.

Namun, Hecht mengatakan, Hezbollah dan pemerintah Lebanon mengetahui apa yang terjadi dan ikut bertanggung jawab.

Tidak ada faksi di Lebanon yang mengaku bertanggung jawab atas serangan roket ke Israel. Seorang pejabat keamanan Lebanon, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan pasukan keamanan negara percaya roket diluncurkan oleh kelompok militan Palestina yang berbasis di Lebanon, bukan oleh Hezbollah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Serangan Roket dari Lebanon Tengah Diselidiki

Serangan Udara Israel Kembali Serang Gaza
Rudal Iron Dome Israel mencegat rudal masuk dari Jalur Gaza di Palestina (21/4/2022). Militan Palestina menembakkan roket dari Gaza ke Israel, yang ditanggapi dengan serangan udara dalam eskalasi terbesar sejak Perang 11 hari tahun lalu. (AFP/SAID KHATIB)

Perdana menteri sementara Lebanon, Najib Mikati, mengutuk serangan roket dari Lebanon. Dia menambahkan bahwa pasukan Lebanon dan penjaga perdamaian PBB sedang menyelidiki dan berusaha menemukan pelakunya.

Mikati menggarisbawahi bahwa pemerintahnya dengan tegas menolak eskalasi militer dan penggunaan wilayah Lebanon untuk melakukan tindakan yang mengancam stabilitas.

Hezbollah, yang mengutuk serangan polisi Israel ke Masjid Al-Aqsa, belum berkomentar atas serangan roket tersebut. Baik Israel dan Hezbollah telah menghindari konflik habis-habisan sejak perang 34 hari pada tahun 2006 yang berakhir imbang.

Di dalam negeri, respons Netanyahu terhadap serangan bukan tidak mungkin dibatasi oleh isu domestik. Selama tiga bulan terakhir, ratusan ribu warga Israel telah berdemonstrasi menentang rencananya untuk merombak sistem peradilan. Kritikus menilai langkah tersebut akan membawa Israel menuju otoritarianisme.

Unit-unit militer utama, termasuk pilot pesawat tempur, telah mengancam akan berhenti melapor untuk bertugas jika perombakan itu disahkan. Kritikus juga menuduhnya dapat memanfaatkan krisis serangan untuk mengalihkan perhatian dari kemarahan rakyat atas reformasi peradilan.


Provokasi Ekstremis Yahudi

Ilustrasi Bendera Israel dan Yerusalem (AFP)
Ilustrasi Bendera Israel dan Yerusalem (AFP)

Wakil juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Vedant Patel menegaskan, "Israel memiliki hak untuk membela diri."

Namun, dia juga mendesak ketenangan di Yerusalem dengan mengatakan bahwa setiap tindakan sepihak yang membahayakan status quo tidak dapat diterima.

Bagaimanapun, situasi di Yerusalem dilaporkan tetap tegang. Sejumlah umat muslim memilih bertahan di Masjid Al-Aqsa sebagai protes atas seruan ekstremis Yahudi melakukan ritual kuno penyembelihan hewan pada perayaan Paskah.

Ekstremis Israel bahkan dilaporkan membuat sayembara bagi siapapun yang mencoba membawa masuk hewan sembelihan ke dalam Kompleks Masjid Al-Aqsa. Hal ini disebut memicu kekhawatiran di kalangan umat Islam bahwa Israel akan mengambil alih situs suci tersebut.

Dalam serangan ke Masjid Al-Aqsa pada Selasa dan Rabu, polisi Israel melempar granat kejut dan menembakkan peluru karet untuk membubarkan jemaah. Dengan kejam, polisi Israel memukuli warga Palestina dan menangkap lebih dari 400 orang.

Meski Kompleks Masjid Al-Aqsa dikelola oleh Yordania melalui Departemen Wakaf Yerusalem di bawah perlindungan hukum internasional, namun otoritas Israel mengontrol akses di area tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya