Liputan6.com, Jakarta - Ibu hamil yang terinfeksi COVID-19 dikabarkan dapat berdampak pada janinnya, menurut sebuah studi makalah yang diterbitkan pekan lalu.
Dalam kasus langka atau jarang terjadi, infeksi COVID-19 pada kehamilan dapat melewati plasenta dan menyebabkan kerusakan otak janin melalui peradangan yang berbahaya, menurut dua kasus baru. Bukti yang disajikan dalam makalah tersebut juga "meningkatkan kemungkinan" bahwa Virus Corona dapat langsung menginfeksi otak janin.
Baca Juga
Dilansir dari Live Science, Sabtu (14/4/2023), laporan yang diterbitkan Kamis (6 April) di jurnal Pediatrics, menunjukkan dua ibu yang keduanya positif SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, selama trimester kedua kehamilan mereka.
Advertisement
Mereka tertular virus pada tahun 2020, sebelum vaksin tersedia.
Terkena COVID-19 saat kehamilan, diketahui dapat meningkatkan risiko komplikasi lain, seperti kelahiran prematur atau preeklamsia (tekanan darah sangat tinggi dalam kehamilan). Tetapi secara keseluruhan, sejauh ini hasil dari bayi baru lahir yang terdampak COVID-19 umumnya baik, menurut sumber medis UpToDate.
Para penulis laporan kasus baru menekankan bahwa kasus kerusakan otak janin tampaknya sangat jarang terjadi.
"Banyak wanita terkena COVID-19 selama kehamilan, tetapi melihat masalah seperti ini (yang terbaru) pada bayi mereka saat lahir itu tidak biasa," penulis senior studi Dr. Shahnaz Duara, direktur medis NICU di Holtz Rumah Sakit Anak di Miami, menulis dalam sebuah pernyataan.
"Kami mencoba memahami apa yang membuat kedua kehamilan ini berbeda, sehingga kami dapat mengarahkan penelitian agar dapat melindungi bayi yang rentan."
Kasus Pertama
Seorang ibu yang dijelaskan dalam laporan itu dinyatakan positif SARS-CoV-2 pada trimester kedua, tetapi tidak menunjukkan gejala. Dia positif COVID-19 lagi pada saat melahirkan.
Bayinya yang baru lahir langsung mengalami kejang setelah lahir dan juga membawa antibodi yang terikat pada Virus Corona.
Setelah waktu pemulangannya dari rumah sakit, bayi perempuan itu perlu dirawat kembali karena kejang beberapa kali.
Saat usianya 1 tahun, dia didiagnosis menderita mikrosefali, suatu kondisi di mana kepala secara signifikan lebih kecil dari rata-rata, dan menunjukkan keterlambatan perkembangan saraf yang signifikan.
Kini, bayi itu sedang dalam perawatan di rumah sakit.
Advertisement
Kasus Kedua
Ibu yang kedua menderita pneumonia akibat COVID-19 pada akhir trimester kedua dan dirawat di unit perawatan intensif.
Dia melahirkan melalui operasi caesar sekitar lima minggu kemudian.
Pada saat itu, dia dan bayinya yang baru lahir dinyatakan negatif SARS-CoV-2, tetapi bayinya memiliki kepala kecil, kesulitan bernapas, dan sempat kejang.
Bayi yang baru lahir juga membawa antibodi SARS-CoV-2, dan pemindaian otaknya menunjukkan tanda-tanda perdarahan (kehilangan darah dari pembuluh yang rusak).
Tanda-tanda ini kemudian hilang, tetapi pada saat itu otak menunjukkan atrofi yang parah, atau degenerasi jaringan.
Setelah berulang kali masuk ke rumah sakit karena infeksi dan "gagal tumbuh", bayi tersebut meninggal karena serangan jantung pada usia 13 bulan.
Otopsi mengungkapkan hilangnya jaringan otak yang dramatis dan "bukti adanya virus di seluruh otak," kata laporan itu.
Bahaya COVID-19 Pada Kehamilan
"Kami menjadi curiga bahwa virus itu entah bagaimana berhasil menembus penghalang plasenta untuk merusak sistem saraf pusat, tetapi ini belum pernah didokumentasikan sebelumnya," kata Dr. Ali Saad, direktur layanan patologi anak dan perinatal di Rumah Sakit Anak Holtz.
Virus Corona juga muncul di plasenta kedua ibu tersebut, bersamaan dengan tanda-tanda peradangan dan kekurangan oksigen.
Menariknya, kedua plasenta mengandung sangat sedikit human chorionic gonadotropin, hormon kunci untuk perkembangan janin, termasuk perkembangan otak.
"Sebagian besar wanita yang tertular COVID terus melahirkan bayi yang sehat. Tetapi ada subpopulasi orang yang melahirkan bayi yang sakit," kata Duara pada jumpa pers, The Miami Herald melaporkan.
"Jadi ini bukan untuk membuat panik populasi yang bayinya mungkin terpapar COVID, tetapi menurut kami ini ekstrem dan sesuatu yang harus Anda sampaikan kepada dokter anak Anda jika terpapar COVID selama kehamilan."
Advertisement