FuMi Caffe, Kafe Gratis dari Lansia Jepang untuk Warga Kharkiv Ukraina

Tergerak oleh penderitaan penduduk yang terimbas gempuran Rusia dan berlindung di stasiun kereta bawah tanah, warga negara Jepang berusia 75 tahun dari Tokyo itu memutuskan untuk tetap tinggal alih-alih pergi.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 28 Apr 2023, 16:01 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2023, 16:01 WIB
Ilustrasi kafe
Ilustrasi kafe (Sumber Pexels)

Liputan6.com, Kharkiv - Ketika Fuminori Tsuchiko tiba di kota Kharkiv di Ukraina timur tahun 2022 lalu, dia mengatakan ingin melakukan apa saja untuk membantu orang-orang yang terdampak invasi Rusia.

Tergerak oleh penderitaan penduduk yang terimbas gempuran Rusia dan berlindung di stasiun kereta bawah tanah, warga negara Jepang berusia 75 tahun dari Tokyo itu memutuskan untuk tetap tinggal alih-alih pergi.

Selama berbulan-bulan, katanya, dia tinggal di stasiun metro dan bekerja sebagai sukarelawan membagikan makanan di kereta bawah tanah. Dia dan seorang warga Ukraina yang dia temui di stasiun kini telah membuka kafe gratis di lingkungan Saltivka Kharkiv - terutama berkat apa yang dia katakan sebagai sumbangan yang diberikan oleh orang Jepang melalui media sosial.

"Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember - (selama) tujuh bulan saya tinggal di metro, bawah tanah, tidur atau makan, dan bersama (dengan) banyak orang Ukraina," kata Tsuchiko.

"FuMi Caffe melayani sekitar 500 orang sehari," katanya.

Tsuchiko mengatakan dia telah mengunjungi Ukraina sebagai turis pada Februari 2022, ketika kedutaan Jepang mendesaknya untuk pergi saat Rusia bersiap untuk menyerang. Dia pergi ke ibu kota Polandia, Warsawa, tetapi mengatakan dia kembali dua bulan kemudian.

Seorang pengunjung kafe, Anna Tovstopyatova, mengatakan dia datang untuk memberikan sumbangan.

"Senang sekali ada orang yang begitu tulus dengan hati dan jiwa terbuka, yang mengorbankan hidup dan waktu mereka untuk membantu dan memberi harapan," kata Tovstopyatova.

Kharkiv menahan pasukan Rusia dan pasukan Ukraina kemudian mendorong pasukan Rusia kembali ke perbatasan. Meskipun mundur, serangan Rusia di kota terus berlanjut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Arab Saudi Siapkan Dana Rp6,1 Triliun untuk Bantu Ukraina

Ilustrasi uang rupiah, THR
Ilustrasi uang rupiah. (Gambar oleh Eko Anug dari Pixabay)

Bicara soal bantuan, pemerintah Arab Saudi dan Ukraina menandatangani sebuah memorandum of understanding (MoU) terkait dana bantuan yang mencapai US$400 juta atau setara Rp6,1 triliun. Bantuan itu telah dijanjikan Arab Saudi sejak akhir tahun lalu.

Berdasarkan laporan Arab News, Senin (27/2/2023), Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) memberikan janji bantuan kemanusiaan itu pada Oktober 2022 ketika berbincang dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky via telepon.

Tanda tangan MoU dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, serta Andriy Yermak yang merupakan kepala kantor kepresidenan di Ukraina.

Pada Minggu (26/2), Presiden Volodymyr Zelensky juga bertemu dengan Pangeran Faisal di Kyiv. Pangeran Faisal menegaskan bahwa Arab Saudi bekerja dengan Ukraina untuk memitigasi efek ekonomi di tengah konflik yang terjadi.

Abdullah Al-Rabeeah juga ikut menandatangani perjanjian tersebut. Ia merupakan penasihat kerajaan Arab Saudi dan supervisor general dari Kim Salman Humanitarian Aid and Relief Center. Deputi perdana menteri Ukraina Oleksandr Kubrakov juga ikut tanda tangan.

Perjanjian itu juga terkait dengan pendanaan sektor energi Ukraina.

Saudi Press Agency menyebut penandatanganan itu mencerminkan dukungan Kerajaan Arab Saudi kepada Ukraina di tengah hadapan tantangan sosial dan ekonomi.

Pangeran Faisal juga berkata pihaknya berusaha agar konflik segera reda.

"Kami terus mendiskusikan kesempatan-kesempatan untuk meredakan krisis dengan semua pihak," ujar Menlu Arab Saudi.

Sementara, Pangeran MbS pada pekan lalu sempat kembali berbincang dengan Presiden Zelensky via telepon. Pangeran MbS berjanji akan terus membantu Ukraina dari sisi kemanusiaan.


Donasi Kripto

Ilustrasi Kripto atau Crypto. Foto: Unsplash/Traxer
Ilustrasi Kripto atau Crypto. Foto: Unsplash/Traxer

Sebelumnya dilaporkan, Ukraina telah menerima lebih dari US$ 70 juta atau sekitar Rp 1,06 triliun (asumsi kurs Rp 15.279 per dolar AS) mata uang kripto sejak dimulainya konflik Rusia-Ukraina. Dana tersebut disediakan untuk peralatan militer dan bantuan kemanusiaan bagi negara tersebut.

Angka-angka tersebut berasal dari laporan Platform data blockchain Chainalysis, yang menemukan sebagian besar dana datang dalam bentuk Ether (ETH) US$ 1.640 dan Bitcoin (BTC) USD 23.551.

Donasi ETH memimpin dengan angka pemberian US$ 28,9 juta. Sementara donasi BTC dan Tether masing-masing menyumbang US$ 22,8 juta dan US$ 11,6 juta. Sumbangan juga datang dalam bentuk token yang tidak dapat dipertukarkan, seperti lelang NFT bendera Ukraina DAO yang dijual seharga US$ 6,1 juta.

Sekitar 80 persen dari total US$ 70 juta yang disumbangkan berasal dalam beberapa bulan pertama perang terjadi, dengan kecepatan pembayaran mata uang kripto mempercepat kemampuan negara untuk menanggapi invasi Rusia.

"Jika kami menggunakan sistem keuangan tradisional, itu akan memakan waktu berhari-hari. Kami dapat mengamankan pembelian barang-barang penting dalam waktu singkat melalui kripto, dan yang menakjubkan adalah sekitar 60% pemasok dapat untuk menerima crypto, saya tidak mengharapkan ini," kata Wakil Menteri Transformasi Digital Ukraina Alex Bornyakov dalam wawancara dengan Yahoo Finance, dikutip dari Cointelegraph, Senin (27/2/2023).

Menurut cuitan Wakil Perdana Menteri Ukraina, Mykhailo Fedorov, sebagian besar pembayaran mata uang kripto ke kementerian digital telah digunakan untuk mendanai peralatan militer negara, pakaian lapis baja, dan berbagai kendaraan serta obat-obatan.

Ketergantungan yang meningkat pada mata uang kripto di Ukraina tampaknya telah meningkatkan adopsi di negara tersebut, dengan laporan September oleh Chainanalysis menemukan orang Ukraina sebagai pengadopsi tertinggi ketiga, di belakang Vietnam dan Filipina.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya