Peneliti India Sebut Protein di Tubuh Mampu Deteksi Kemunculan Bakteri Penyakit Pemakan Manusia

Dokter Anukriti Mathur menyebut protein dalam tubuh membantu mendeteksi dan memperingatkan kemunculan bakteri yang berpotensi memakan daging manusia.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 16 Mei 2023, 08:40 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2023, 08:40 WIB
Dokter Anukriti Mathur menyebut protein dalam tubuh membantu mendeteksi dan memperingatkan kemunculan bakteri yang berpotensi memakan daging manusia (ANU).
Dokter Anukriti Mathur menyebut protein dalam tubuh membantu mendeteksi dan memperingatkan kemunculan bakteri yang berpotensi memakan daging manusia (ANU).

Liputan6.com, Canberra - Dokter Anukriti Mathur, peneliti dari John Curtin School of Medical Research (JCSMR) di Australian National University (ANU) menyebut protein di dalam sistem kekebalan tubuh manusia mampu digunakan sebagai senjata melawan bakteri penyebab flesh-eating disease atau penyakit pemakan daging.

Biasanya, penyakit pemakan daging ini disebabkan oleh sejumlah bakteri jahat, salah satunya necrotizing fasciitis.

Dalam laporannya, ilmuwan asal India ini menemukan bahwa protein ini membantu mendeteksi dan memperingatkan kemunculan bakteri yang berpotensi memakan daging manusia.

Saat diwawancarai oleh The Australia Today, pada tahun 2022, Dr Mathur dianugerahi penghargaan luar biasa untuk tesis PhD-nya, berjudul "Microbial Activators of the Inflammasome" atau Aktivator Mikroba Inflammasome.

Penelitiannya berfokus pada pemahaman bagaimana sistem kekebalan bawaan bekerja untuk mengenali racun dan bakteri, dikutip dari laman The Australia Today, Selasa (16/5/2023).

Kini, ia sedang menyelidiki mekanisme molekuler dari penginderaan kekebalan bawaan tubuh pada penyakit menular dan kanker kolorektal.

"Kami menemukan bakteri yang menghasilkan dua racun yang bekerja dengan cara berbeda lalu menyerang tubuh menggunakan pendekatan dua arah. Racun pertama melubangi permukaan sel, sementara yang lain memasuki sel dan merusak struktur internal sel."

Bakteri Clostridium perfringens (dalam bentuk jinak) diyakini para ilmuwan sebagai penyebab umum keracunan makanan. Namun, dalam kasus yang parah, itu juga menyebabkan infeksi mematikan, termasuk Gangrene -- suatu kondisi yang terjadi ketika jaringan tubuh mati.

NLRP3 Jadi Kunci Utama

Pemeriksaan Rontgen
Ilustrasi Pemeriksaan Rontgen Credit: pexels.com/mart

Dr Mathur menggambarkan kemampuan NLRP3 (reseptor pengenal pola di tubuh) bisa mendeteksi racun ini menggunakan analogi sistem keamanan yang juga berfungsi sebagai pendeteksi serangan.

Sementara itu, Callum Kay peneliti dari JCSMR menambahkan bahwa dengan memahami peran yang dimainkan NLRP3 dalam mendeteksi racun mematikan ini dan mekanisme pertahanan yang diaktifkannya untuk melindungi tubuh, kini ahli dapat mulai mengembangkan teknik baru yang menargetkan protein yang responsnya aktif atau tida terlalu aktif.

Ini tidak hanya akan membantu mencegah tubuh memicu reaksi ekstrim dan berpotensi mematikan terhadap infeksi, tetapi juga dapat membantu kita menemukan cara baru untuk mengakali bakteri dan berpotensi mengembangkan cara pengobatan baru.

Ilmuwan ANU menggunakan obat-obatan untuk meredam respons defensif sistem kekebalan yang dipicu oleh NLRP3.

Ini bisa membantu mereka menguraikan mekanisme molekuler yang menyebabkan racun memicu sistem alarm protein.

Menurut para peneliti, dengan memahami mekanisme ini para ilmuwan dapat mulai menemukan cara untuk mengembangkan terapi baru guna mengalahkan bakteri.

Dimana, selama ini pengobatan melawan bakteri hanya saat ini sangat terbatas dan tidak terlalu efektif.

 

Ingin Memberdayakan Dokter Muda di Bidang STEM

Stem Cell/Sel Punca
Ilustrasi Sel Punca (Foto: Pixabay)

Pada tahun 2022, Dr Anukriti Mathur, Profesor Si Ming Man, dan Profesor Narci Teoh diberikan 65 ribu dolar Australia oleh Cancer Council ACT untuk memimpin proyek penelitian yang menyelidiki bagaimana sensor DNA yang diidentifikasi sebelumnya mampu melindungi diri dari kanker usus, penyebab utama kedua kematian terkait kanker.

Dr Mathur juga ingin memberdayakan dan membimbing dokter muda di bidang STEM:

"Saya mendapat hak istimewa sepanjang hidup saya dengan mentor dan kolega yang telah membantu untuk terus tumbuh dan berkembang menjadi peneliti independen seperti sekarang ini."

"Saya percaya bahwa memberdayakan dan membimbing anak muda terutama perempuan sangat penting untuk membantu mereka mendapatkan kepercayaan diri dan mengejar karir di bidang STEM.

"Sebagai pengawas akademik, saya selalu berusaha untuk mendukung, mempromosikan, dan memotivasi para ilmuwan wanita generasi berikutnya."

 

Kemitraan India-Australia di Masa Depan

Ilustrasi bendera India (AFP Photo)
Ilustrasi bendera India (AFP Photo)

Dr Mathur juga berharap bahwa karyanya dapat semakin mempersempit kesenjangan dalam pengetahuan tentang sistem kekebalan dan membimbingnya untuk mendirikan laboratorium bawaan yang berfokus pada imunologi yang akan mendorong kolaborasi Australia dan India.

"Menurut saya, kemitraan yang kuat antara kedua negara memiliki potensi besar untuk membawa terobosan di bidang Sains dan Teknologi. Pembentukan Dana Riset Strategis Australia-India merupakan langkah besar untuk menciptakan kolaborasi penelitian dan peluang antara kedua negara."

"Sebagai peneliti India-Australia, peluang pendanaan seperti itu membantu kami berkolaborasi dengan orang-orang cerdas dari kedua negara dalam upaya kami mengatasi masalah masalah global termasuk resistensi anti-mikroba."

Infografis Kasus Covid-19 Melonjak, Rumah Sakit Terancam Kolaps. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kasus Covid-19 Melonjak, Rumah Sakit Terancam Kolaps. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya