Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak kehadiran band Coldplay di Jakarta dengan alasan bisa merusak akhlak dan moral anak bangsa Indonesia.
Hal ini dilakukan setelah alumni 212 (PA 212) menolak kedatangan band asal Inggris tersebut.
Belakangan, MUI meminta agar pihak promotor yang mendatangkan Coldplay memastikan saat konser tersebut tak membawa simbol lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Advertisement
Lantas apa saja simbol yang biasa digunakan oleh kelompok LGBT?
Dikutip dari laman wearepride.com, Senin (22/5/2023) masyarakat luas akrab dengan dua simbol LGBT yang paling umum yaitu segitiga merah muda dan tentu saja bendera pelangi.
Simbol ini terkenal di tingkat internasional. Dalam komunitas LGBT, ada banyak simbol berbeda yang digunakan untuk mewakili persatuan, kebanggaan, dan nilai-nilai bersama.
Mereka juga digunakan untuk menunjukkan kesetiaan kita satu sama lain.
Sementara itu, tiket konser Coldplay sudah ludes terjual. Padahal, penjualan tiket tersebut dibagi menjadi dua yaitu khusus bagi nasabah Bank Central Asia (BCA) dan publik, semuanya pun ludes dalam waktu singkat.
Hal itu pun menunjukkan, masyarakat tak peduli dengan adanya ancaman penolakan konser Coldplay digelar di Indonesia pada 15 November 2023.
"Tiket menonton konser Coldplay di Jakarta terjual habis. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi mempedulikan ancaman-ancaman dari segelintir orang," ujar Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi melalui keterangan tertulis, Sabtu (20/5/2023).
Tak Hanya Konser dalam Sehari
Apalagi, lanjut dia, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno justru ingin agar konser Coldplay tidak hanya sehari, mengingat banyak yang tidak kebagian tiket, termasuk keluarganya.
"Akan tetapi, tentu saja dari pihak penyelenggara jangan jumawa, sebaiknya bersepakat dengan Coldplay untuk tidak mempromosikan sesuatu yang tidak sejalan dengan norma-norma di masyarakat Indonesia. Walau pun belum tentu kebenarannya bahwa vokalis Coldplay mendukung LGBT, tapi sebaiknya tetap ada kesepakatan," papar Teddy.
Bagaimana pun, menurut Teddy, jika ada kampanye LGBT tentu tidak elok sama sekali dan masyarakat hanya ingin menonton konser, bukan kampanye politik.
"Karena selain tidak sesuai dengan norma-norma bangsa Indonesia, juga orang ingin menonton musik bukan ingin menonton kampanye politik," terang dia.
"Tentu dengan adanya kesepakatan antara Coldplay dengan penyelenggara, maka polemik terkait penolakan konser Coldplay selesai. Sehingga konser bisa berjalan dengan lancar, penonton Indonesia terhibur tanpa harus terganggu dengan penolakan dan keributan lainnya," jelas Teddy.
Advertisement