Liputan6.com, Beijing - Vladimir Putin dilaporkan telah mendarat di Beijing, China, untuk menghadiri Forum Belt and Road Initiative yang berlangsung pada 17-18 Oktober 2023. Rusia dan China telah membentuk aliansi informal melawan Amerika Serikat Cs, yang kini diperumit oleh perang Hamas Vs Israel.
Dalam wawancaranya dengan kantor berita China, Putin memuji proyek-proyek terkait Belt and Road Initiative.
Baca Juga
"Ya, kami melihat beberapa menganggapnya sebagai upaya China untuk menempatkan negara lain di bawah pengaruhnya, namun kami melihat sebaliknya, kami hanya melihat keinginan untuk bekerja sama," ujar Putin kepada CCTV, seperti dilansir AP, Selasa (17/10).
Advertisement
Putin menjadi salah satu tamu penting dalam pertemuan yang memperingati 10 tahun pengumuman Xi Jinping mengenai Belt and Road Initiative, yang telah membebani sejumlah negara seperti Zambia dan Sri Lanka dengan utang besar setelah mereka menandatangani kontrak dengan perusahaan-perusahaan China untuk membangun jalan, bandara, dan pekerjaan umum lainnya yang tidak mampu mereka tanggung.
Lebih lanjut, Putin mengatakan bahwa kunjungannya ke China akan mencakup pembicaraan mengenai proyek-proyek terkait Belt and Road Initiative, di mana Moskow ingin mengaitkannya dengan upaya-upaya aliansi ekonomi negara-negara bekas Uni Soviet yang sebagian besar berlokasi di Asia Tengah untuk mencapai tujuan pembangunan bersama.
Putin meremehkan dampak pengaruh ekonomi China di negara-negara bekas Uni Soviet, yang telah lama dianggap sebagai halaman belakang Rusia dan tempat Rusia berupaya mempertahankan pengaruh politik dan militernya.
"Kami tidak memiliki kontradiksi apapun, sebaliknya, ada sinergi tertentu," tutur Putin.
Ahli: Kerja Sama Militer China-Rusia Akan Semakin Erat
Putin mengatakan dia dan Xi Xinping juga akan membahas peningkatan hubungan ekonomi dan keuangan antara Moskow dan Beijing.
Beijing dan Moskow memiliki ikatan finansial di bidang energi, teknologi tinggi, dan industri keuangan. China belakangan disebut semakin penting sebagai tujuan ekspor Rusia.
Direktur Carnegie Russia Eurasia Center Alexander Gabuev menilai bahwa dari pandangan China, "Rusia adalah tetangga yang aman dan ramah, merupakan sumber bahan mentah yang murah, dukungan bagi inisiatif Tiongkok di panggung global, dan juga merupakan sumber teknologi militer, yang beberapa di antaranya tidak dimiliki China."
"Bagi Rusia, China adalah penyelamatnya, penyelamat ekonominya saat melakukan penindasan brutal terhadap Ukraina."
Gabuev meyakini pula bahwa meskipun Moskow dan Beijing kemungkinan besar tidak akan membentuk aliansi militer penuh, namun kerja sama pertahanan mereka akan tumbuh.
"Tidak akan ada aliansi militer, namun akan ada kerja sama militer yang lebih erat, lebih banyak interoperabilitas, lebih banyak kerja sama dalam memproyeksikan kekuatan bersama, termasuk di tempat-tempat seperti Arktik, dan lebih banyak upaya bersama untuk mengembangkan pertahanan rudal yang menjadikan perencanaan nuklir AS serta perencanaan AS dan sekutunya di Asia dan Eropa menjadi lebih rumit," tambahnya.
Advertisement
Mantan Rival yang Kini Akrab
China dan Rusia sebelumnya merupakan rival dalam memperebutkan pengaruh di antara negara-negara berhaluan kiri, namun belakangan mereka bermitra dalam bidang ekonomi, militer, dan diplomatik.
Hanya beberapa pekan sebelum invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Putin bertemu dengan Xi di Beijing dan kedua belah pihak menandatangani perjanjian yang menjanjikan hubungan tanpa batas.
Xi Jinping terakhir kali mengunjungi Moskow pada Maret 2023 sebagai bagian dari pertukaran informasi antar negara.
China telah mengecam sanksi internasional yang dikenakan terhadap Rusia, namun belum secara langsung menanggapi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap Putin atas dugaan keterlibatannya dalam penculikan ribuan anak di Ukraina.