BRICS Kecam Serangan Israel Terhadap Warga Sipil di Gaza Palestina

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa bersama negara anggota kelompok BRICS mengecam serangan terhadap warga sipil di Palestina dan Israel.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 23 Nov 2023, 12:31 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 12:31 WIB
Lebih dari 3.600 anak-anak Palestina
Hanya dalam 25 hari perang, lebih dari 3.600 anak Palestina telah terbunuh di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. (AP Photo/Abed Khaled)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa bersama negara anggota kelompok BRICS mengecam serangan terhadap warga sipil di Palestina dan Israel.

Para pemimpin negara anggota BRICS menyatakan bahwa pemindahan paksa warga Palestina, di dalam atau di luar Gaza, sebagai “kejahatan perang.”

“Kami mengutuk segala bentuk pemindahan paksa dan deportasi warga Palestina dari tanah mereka sendiri secara individu atau massal,” demikian bunyi pernyataan tersebut, dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (23/11/2023).

Kelompok tersebut juga “menegaskan kembali bahwa pemindahan paksa dan deportasi warga Palestina, baik di Gaza atau ke negara-negara tetangga, merupakan pelanggaran berat terhadap konvensi Jenewa dan kejahatan perang serta pelanggaran berdasarkan Hukum Humaniter Internasional.”

BRICS terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, yang merupakan negara-negara berkembang yang ingin memberikan suara lebih besar dalam tatanan global yang telah lama didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Baratnya.

Namun bukan hanya lima negara ini yang berbicara mengenai perang. Awal tahun ini, BRICS telah sepakat untuk memperluas dan menambahkan Mesir, Ethiopia, Argentina, Arab Saudi, UEA, dan Iran sebagai anggota mulai tahun 2024.

Para pemimpin keenam negara ini juga berpartisipasi dalam pertemuan yang diserukan oleh Afrika Selatan. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres juga bergabung dalam pertemuan puncak tersebut.

Konflik tersebut dimulai setelah serangan pada tanggal 7 Oktober terhadap komunitas Israel oleh kelompok bersenjata Hamas yang menyebabkan 1.200 orang terbunuh dan 240 lainnya disandera.

Sebagai tanggapan, Israel terus-menerus menembaki Gaza, menargetkan rumah sakit, sekolah dan kamp pengungsi dan membunuh lebih dari 13.000 orang, banyak dari mereka adalah anak-anak dan aksi ini dianggap melanggar hukum internasional.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Israel dan Hamas Diperkirakan Bakal Tukar Sandera pada 23 November 2023

Ribuan Jenazah Tertimbun Reruntuhan Bangunan di Gaza
Hamas, kelompok militan di balik serangan mematikan pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel, memiliki banyak basis di lingkungan padat penduduk Gaza. Israel menargetkan benteng-benteng tersebut. (AP Photo/Hatem Moussa, File)

Israel mengumumkan kesepakatan terkait pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas. Kesepakatan ini disampaikan oleh kantor PM Benjamin Netanyahu yang menyebutkan bahwa 50 sandera yang terdiri dari perempuan dan anak-anak akan dibebaskan selama empat hari dan selama itu akan ada jeda dalam pertempuran.

Dikutip dari laman Voice of America, pembebasan pertama para sandera diperkirakan akan dilakukan pada Kamis, 23 November.

Pemberlakuan kesepakatan itu harus menunggu 24 jam untuk memberi kesempatan kepada warga Israel untuk meminta Mahkamah Agung Israel memblokir pembebasan tahanan Palestina, kata sejumlah laporan.

Sejauh ini, Hamas baru membebaskan empat sandera: warga negara AS Judith Raanan (59 tahun) dan putrinya, Natalie Raanan (17 tahun), pada 20 Oktober, dengan “alasan kemanusiaan,” dan warga negara Israel Nurit Cooper (79 tahun) dan Yocheved Lifshitz (85 tahun) pada 23 Oktober.

Sayap bersenjata kelompok militan Palestina Jihad Islam, yang berpartisipasi dalam serangan 7 Oktober bersama Hamas, mengatakan pada Selasa malam bahwa salah satu sandera Israel yang mereka sandera sejak serangan 7 Oktober ke Israel telah tewas.

“Kami sebelumnya menyatakan kesediaan kami untuk melepaskannya karena alasan kemanusiaan, namun musuh mengulur waktu dan hal ini menyebabkan kematiannya,” kata Brigade Al Quds di saluran Telegramnya.


Kekejaman Israel Terus Terjadi

Rumah Sakit Indonesia di Palestina menjadi salah satu lokasi tersebut setelah eskalasi perang Hamas Vs Israel terjadi sejak Sabtu (7/10) (MER-C)
Rumah Sakit Indonesia di Palestina menjadi salah satu lokasi tersebut setelah eskalasi perang Hamas Vs Israel terjadi sejak Sabtu (7/10) (MER-C)

Ketika perhatian terfokus pada kesepakatan pembebasan sandera, pertempuran di lapangan terus berkecamuk. Pejabat otoritas kesehatan Gaza Mounir Al-Barsh mengatakan kepada Al Jazeera TV bahwa militer Israel memerintahkan evakuasi Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara.

Israel, sebut Al-Barsh, menuduh militan beroperasi dari Rumah Sakit Indonesia dan mengancam akan mengambil tindakan terhadap mereka dalam waktu empat jam.

Sebelumnya, Israel telah mengepung dan menyerang Rumah Sakit Al-Shifa yang merupakan rumah sakit terbesar di Jalur Gaza. Mereka membuat klaim senada bahwa Hamas mendirikan pos komando militer di sana, tuduhan yang telah dibantah manajemen rumah sakit dan Hamas sendiri.

Selain rumah sakit, Israel mengaku telah mengepung kamp pengungsi Jabalia.

Kantor berita Palestina WAFA pada Selasa melaporkan bahwa 33 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam serangan udara Israel Jabalia.

Di Gaza selatan, media yang berafiliasi dengan Hamas mengatakan 10 orang tewas dan 22 lainnya luka-luka akibat serangan udara Israel terhadap sebuah apartemen di Khan Younis.

Infografis Hamas-Israel Perang Lagi, Ini Respons Dunia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Hamas-Israel Perang Lagi, Ini Respons Dunia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya