PPN 12 Persen Berlaku 2025, Bagaimana Dampaknya ke Pasar Modal?

Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menilai, kenaikan tarif PPN ini akan menurunkan minat dari investor untuk berinvestasi di pasar saham.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Des 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 18 Des 2024, 09:00 WIB
PPN 12 Persen Berlaku 2025, Bagaimana Dampaknya ke Pasar Modal?
Pemerintah resmi akan menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi akan menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sebelumnya menetapkan tarif PPN sebesar 11 persen. Di pasar modal, kebijakan ini berpotensi mempengaruhi biaya transaksi.

Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menilai, kenaikan tarif PPN ini akan menurunkan minat dari investor untuk berinvestasi di pasar saham.

"Namun memang dampak langsung fee ini cukup kecil. Tapi yang cukup signifikan adalah kinerja perusahaan terbuka yang bergerak di bidang konsumsi. Perusahaan ritel tampaknya bisa turun kinerja-nya dan mempengaruhi harga saham mereka," kata Huda kepada Liputan6.com, Selasa, 17 Desember 2024.

PPN 12 persen akan dikenakan khusus pada barang dan jasa premium yang dinikmati oleh kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Barang premium tersebut meliputi makanan, layanan pendidikan, hingga listrik untuk rumah tangga kelas atas.

Beberapa contoh barang premium yang dikenakan PPN 12 persen antara lain beras premium, daging premium, ikan dan seafood premium, buah-buahan premium, layanan pendidikan premium, pelayanan kesehatan VIP, hingga listrik daya besar 3500-6600 VA.

"Jadi sektor yang terancam adalah emiten konsumen impor beras buah daging dan ikan  premium, emiten kesehatan premium. Untuk sektor pendidikan dan listrik tinggi sepertinya akan berpengaruh tidak langsung," kata Pengamat Pasar Modal yang juga founder Traderindo.com, Wahyu Laksono.

Khusus untuk sektor energi listrik, Wahyu mencermati dampaknya akan lebih luar. Sebab, kebutuhan listrik cukup vital bagi industri termasuk UMKM yang menggunakan listrik kategori tinggi tersebut. "Meski begitu ada support dan potensi bagi sektor yang diberikan insentif dan stimulus. Yaitu sektor konsumer, emiten industri padat karya, properti, emiten otomotif (mobil hibrida/EV)," ulas Wahyu.

 

Stimulus Pemerintah

Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Di sisi lain, pemerintah akan memberikan bantuan pangan berupa beras sebanyak 10 kg per bulan selama 2 bulan (Januari dan Februari 2025) bagi 16 juta penerima.

Selain itu, pemerintah juga akan memberikan diskon tarif listrik sebesar 50% selama 2 bulan (Januari dan Februari 2025) bagi pelanggan dengan kategori 2.200 VA ke bawah, yang mencakup sekitar 80 juta pelanggan atau setara 97% pelanggan PLN. Pemerintah akan menanggung pajak penghasilan (PPh 21) bagi pekerja di sektor padat karya dengan gaji hingga Rp 10 juta per bulan.

Selain itu, industri padat karya yang ingin melakukan revitalisasi mesin akan diberikan insentif berupa suku bunga spesial sebesar 5%. Insentif sektor properti, pemerintah memperpanjang PPN DTP 100% untuk rumah tapak dan rumah susun hingga Juni 2025. Untuk periode Juli–Desember 2025, insentif ini akan diturunkan menjadi 50% PPN DTP.

Selain itu, insentif bagi mobil hybrid di mana pemerintah akan menanggung PPnBM sebesar 3% bagi mobil hybrid. Untuk UMKM, pemerintah akan memperpanjang pengenaan pajak sebesar 0,5% bagi UMKM dengan omset hingga 4,8 miliar rupiah per tahun selama 1 tahun khusus untuk pelaku UMKM yang telah menikmati insentif ini secara maksimum (7 tahun).

 

 

Dampak Positif ke Emiten

Pembukaan Awal Tahun 2022 IHSG Menguat
Aktivitas pekerja di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dengan perpanjangan ini, UMKM yang sudah mendapatkan insentif selama 7 tahun akan mendapatkan tambahan durasi selama 1 tahun. Bagi pelaku UMKM yang baru menikmati insentif ini di bawah 7 tahun, insentif pajak yang mereka dapatkan akan tetap berlaku maksimum selama 7 tahun.

"Secara umum, kebijakan insentif dan stimulus ini akan memberikan dukungan terhadap daya beli masyarakat menengah ke bawah, sehingga dapat berdampak positif bagi emiten seperti INDF, ICBP, MYOR, dan TSPC," ulas Wahyu.

Sementara, untuk emiten properti dan mobil hibrida masih harus sangat selektif dan menunggu kejelasan kebijakan dan momentumnya. "Untuk medium term, emiten sektor properti saham PANI, BSDE, SMRA, PWON, CTRA, hingga ASRI masih potensial," pungkas Wahyu.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Infografis Plus Minus Kenaikan PPN 12 Persen
Infografis Plus Minus Kenaikan PPN 12 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya