WHO: Air, Makanan, dan Apa pun yang Diperlukan Warga Gaza untuk Hidup Terputus

Sudah dua bulan berlalu sejak serangan terhadap Israel oleh kelompok militan Palestina Hamas 7 Oktober 2023, menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel dan warga negara asing. Dengan 17 ribu lebih warga Gaza meninggal.

oleh Tim Global diperbarui 09 Des 2023, 17:20 WIB
Diterbitkan 09 Des 2023, 17:20 WIB
Operasi Darat Israel di Jalur Gaza
Sebelumnya, Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober lalu dan menewaskan 1.200 orang di Israel serta membawa 240 orang sandera ke Jalur Gaza. (AP Photo/Victor R. Caivano)

Liputan6.com, Gaza - Sudah dua bulan berlalu sejak serangan terhadap Israel oleh kelompok militan Palestina Hamas 7 Oktober 2023, menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel dan warga negara asing -- sebagian besar warga sipil, di antaranya ratusan anak muda yang dibantai saat menghadiri festival musik.

Sejak itu, lebih dari 240 sandera diculik dan dibawa ke Gaza, di mana mereka dilaporkan menderita dalam kondisi yang sangat buruk.

"Namun sudah hampir dua bulan sejak dimulainya kampanye Israel, tidak hanya untuk membela diri melawan Hamas dan kelompok bersenjata, tetapi juga (serangan) terhadap seluruh penduduk Gaza,” kata Christian Lindmeier, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia WHO, dalam pernyataan yang sangat blak-blakan seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (9/12/2023).

Berbicara pada hari Jumat (8/12) di Jenewa, Lindmeier menuduh Israel melakukan "kampanye terhadap warga sipil yang tidak bersalah – perempuan, anak-anak dan laki-laki yang telah menjadi sasaran sejak dua bulan terakhir."

"Hal ini memutus jalur Gaza dari air, makanan, dan apa pun yang diperlukan (warga Gaza) untuk hidup," katanya, seraya mencatat bahwa kondisi jutaan orang yang terpaksa mengungsi ke wilayah yang semakin kecil dan penuh sesak di wilayah selatan, di tempat yang dulunya merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya yang disebut zona aman, menjadi "semakin hari semakin mengerikan".

Ketika kampanye pengeboman Israel terhadap Hamas di Gaza memakan banyak korban jiwa dan semakin langkanya barang-barang kebutuhan pokok untuk bertahan hidup, tuntutan internasional untuk menghentikan pertempuran di wilayah Palestina yang terkepung semakin menggema.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


70 Persen Korban Tewas di Gaza Perempuan dan Anak-Anak

Gencatan Senjata Jalur Gaza
Pada Selasa (28/11), gencatan senjata Israel dan Hamas telah resmi diperpanjang dua hari hingga Rabu (29/11). Perpanjangan ini diumumkan langsung oleh Qatar selaku mediator kedua belah pihak, bersama-sama dengan Mesir. (AP Photo/Mohammed Hajjar)

Sejak gencatan senjata sementara berakhir dan Israel melanjutkan kampanye pengeboman pada 1 Desember, badan-badan kemanusiaan PBB melaporkan lebih dari 2.000 warga Palestina telah terbunuh, sehingga jumlah total kematian setidaknya mencapai 17.000 orang.

Mereka melaporkan 70 persen korbannya adalah perempuan dan anak-anak, dan setidaknya 7.200 di antaranya adalah anak-anak.

Mengomentari situasi di Gaza pada hari Kamis, Koordinator Bantuan PBB Martin Griffiths berkata, “Cukup sudah. Pertempuran harus dihentikan."

"Sistem kemanusiaan berada di ambang kehancuran. Kita harus menghindari kehancuran seperti itu dengan cara apa pun," kata Martin Griffiths.

UNRWA, badan bantuan dan kerja PBB untuk pengungsi Palestina, memperingatkan bahwa konflik tersebut merupakan ancaman yang sangat nyata terhadap perdamaian dan keamanan internasional serta kehidupan hampir seluruh penduduk di Gaza.

 


Israel Klaim Hanya Menarget Hamas

Operasi Militer Israel di Tepi Barat
Tentara Israel terlihat di Balata, sebuah kamp pengungsi Palestina di Nablus, Tepi Barat, Kamis (23/11/2023). Penyerbuan tentara Israel ke wilayah permukiman warga ini menewaskan seorang warga Palestina dan melukai tiga lainnya. (AP Photo/Majdi Mohammed)

Israel menyatakan bahwa mereka melakukan yang terbaik untuk memfokuskan serangannya hanya pada sasaran sah Hamas, namun kelompok tersebut sengaja menempatkan aset militer dan administratifnya di tengah penduduk sipil, yang secara efektif menggunakan orang-orang tersebut sebagai tameng manusia.

Christian Lindmeier, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan staf WHO di Gaza menggambarkan skenario mengerikan di mana anak-anak mengemis dan menangis meminta air.

"Kita berada pada tingkat di mana sebagian besar pasokan normal dan dasar tidak tersedia lagi (di Gaza)," kata Lindmeier.

Juru bicara WHO mencatat bahwa masyarakat di Gaza menerima kurang dari dua liter air per hari, bukan tujuh liter per orang per hari yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

"Dan itu adalah air untuk segala (keperluan), bukan hanya untuk minum," katanya.

"Kami juga mempunyai skenario yang menggambarkan orang-orang mulai menebang tiang telepon untuk mendapatkan sedikit kayu bakar agar tetap hangat, dan mungkin memasak jika mereka punya sesuatu," katanya lagi.

"Jadi, kita berada pada tingkat di mana peradaban (kehidupan di Gaza) akan segera ambruk."


Situasi di Gaza Tak Bisa Diandalkan

Resolusi DK PBB
Amerika Serikat (AS) memveto resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang menyerukan gencatan senjata segera dalam pertempuran sengit antara Israel dan Hamas di Gaza. (Charly TRIBALLEAU/AFP)

Dalam surat yang dikirim pada hari Kamis kepada presiden Majelis Umum PBB, Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan kemampuan badannya untuk terus melaksanakan mandatnya di Gaza "kini menjadi sangat terbatas."

"Dengan pengeboman yang terus-menerus, aliran makanan dan pasokan kemanusiaan lainnya yang rendah dan tidak teratur ke Jalur Gaza dibandingkan dengan besarnya kebutuhan para pengungsi di tempat penampungan kami yang penuh sesak dan di luar, kemampuan UNRWA untuk membantu dan melindungi masyarakat berkurang dengan cepat,” kata Philippe Lazzarini.

Juru bicara WHO Lindmeier mengatakan bahwa konvoi WHO yang membawa makanan, air dan pasokan medis telah dihentikan memasuki Gaza lebih dari satu kali dan operasi pada hari Jumat untuk membawa pasokan medis ke utara dan mengevakuasi 12 pasien ke selatan untuk perawatan medis telah ditangguhkan.

"Situasi di Gaza tidak bisa diandalkan," kata Lindmeier. "Sistem kesehatan sedang lemah," dan wilayah selatan bisa mengalami nasib yang sama seperti wilayah utara.

"Gaza tidak boleh kehilangan satu rumah sakit pun atau tempat tidur rumah sakit apa pun. … Pasien mengeluarkan darah di lantai. Ruang perawatan trauma (justru) menyerupai medan pertempuran," kata Lindmeier.

"Ini harus diakhiri. Sikap tidak berperasaan ini harus diakhiri. Kami membutuhkan gencatan senjata, dan kami membutuhkannya sekarang!,” tandas Lindmeier.

INFOGRAFIS_Jalur Gaza terbagi atas lima kegubernura
INFOGRAFIS_Jalur Gaza terbagi atas lima kegubernura (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya