Liputan6.com, Dubai - Di Arab Saudi, tren kuliner mendapatkan momentum dengan munculnya hidangan berbahan dasar belalang, terutama locust burger atau burger belalang yang inovatif dan terjangkau.
Pada puncak musim serangga jenis belalang, para peminat pun bereksperimen dengan metode baru dalam memasak dan menyiapkan serangga ini di rumah.
Mengutip Gulf News, Rabu (24/1/2024), kreasi paling menonjol adalah burger belalang yang dibanderol sekitar SR7,50 atau Rp31 ribu per porsi, yang mencakup roti burger, belalang, bawang bombay, saus tomat, dan topping lain yang dapat disesuaikan.
Advertisement
Belalang, terutama yang melimpah di wilayah seperti Madinah dan Qassim, sangat disukai karena rasanya. Terlepas dari popularitasnya, Arab Saudi saat ini kekurangan restoran yang mengkhususkan diri pada masakan belalang.
Para pecinta belalang kerap berbagi pengalaman berburu, membeli (dengan tas berisi sekitar 100 belalang yang dijual seharga 50 riyal atau Rp209 ribu), dan memasak berbagai masakan belalang di media sosial.
#السعودية : #برجر_الجراد ، بداية موسم الجراد في القصيمhttps://t.co/F2ZUu24GXr pic.twitter.com/HJ595Y3hZe
— MORSLI CHANNEL (@morslichannel) January 19, 2024
Adapun persiapan pengolahan belalang di antaranya memasak hidup-hidup dalam air mendidih, diikuti dengan menambahkan bahan-bahan seperti bawang bombay dan minyak. Beberapa menu serangga ini terlihat memasangkannya dengan selada, sementara yang lain berinovasi dengan burger belalang.
Dipromosikan Influencer
Influencer media sosial terkemuka di Saudi bahkan diketahui secara aktif mempromosikan hidangan ini.
Iyad Al Hamoud, yang dikenal karena twitnya, mendorong konsumsi makanan belalang Saudi, menyoroti nilainya dibandingkan produk impor seperti makanan ringan belalang Swiss yang dibumbui dengan ramuan alpine, yang harganya lebih mahal yaitu 172 riyal (Rp502) per kantong.
Meshal Al Gharib, pembuat konten lainnya, membagikan video penjual belalang, menekankan tidak adanya pestisida dan metode panen alami.
Kendati demikian, opini masyarakat di Arab Saudi mengenai konsumsi belalang terbagi. Beberapa orang memandangnya sebagai masalah pilihan pribadi atau tradisi leluhur, dengan referensi dari para ulama yang mencatat bahwa Nabi Muhammad (damai dan berkah besertanya) memakan belalang.
Yang lain mengasosiasikannya dengan kemiskinan dan menganggapnya tidak perlu mengingat beragamnya makanan yang tersedia.
Advertisement
Singapura Izinkan 16 Spesies Serangga Dijual sebagai Makanan, Termasuk Jangkrik dan Belalang
Badan Pangan Singapura (SFA) telah memberikan lampu hijau bagi konsumsi 16 spesies serangga seperti jangkrik dan belalang pada paruh kedua tahun 2023.
Persetujuan konsumsi serangga akan merujuk pada persyaratan keamanan pangan, termasuk proses perawatan untuk membunuh patogen dan memastikan bahwa pengemasan dan penyimpanannya dilakukan dengan aman demi mencegah kontaminasi.
Dilansir The Straits Times, Sabtu (8/4/2023), kebijakan konsumsi serangga diputuskan setelah SFA mengadakan latihan konsultasi publik dari 5 Oktober hingga 4 Desember 2022 tentang regulasi serangga dan produk serangga.
SFA mengatakan bahwa pada Oktober 2022 bahwa pihaknya telah melakukan tinjauan ilmiah dan menilai bahwa spesies serangga tertentu yang memiliki riwayat dikonsumsi manusia dapat dimakan, baik secara langsung, maupun dibuat menjadi makanan ringan.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dalam beberapa tahun terakhir telah mempromosikan konsumsi serangga untuk manusia dalam upaya memberi makan populasi dunia yang terus bertambah dengan cara yang lebih terjangkau dan berkelanjutan.
FAO mengungkapkan bahwa serangga yang dapat dimakan memberikan nutrisi berkualitas tinggi, membutuhkan lebih sedikit pakan, dan mengeluarkan lebih sedikit gas rumah kaca daripada ternak yang dibudidayakan.
Ulat Sutera Juga Dapat Dikonsumsi
Selain serangga, SFA mengatakan akan juga mengizinkan ulat sutera untuk dikonsumsi manusia. Ulat sutera sendiri telah dikonsumsi di China, Malaysia, dan sejumlah tempat lain.
Ulat sutera menghasilkan kepompong dengan benang sutera, yang terdiri dari dua protein utama, yang dikenal sebagai sericin dan fibroin.
SFA mengatakan, akan mengizinkan fibroin dari kepompong ulat sutera untuk dikonsumsi, mengingat protein tersebut telah disetujui di Korea Selatan dan Jepang, serta secara umum diakui aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat.
Profesor William Chen, direktur Program Ilmu dan Teknologi Pangan di Universitas Teknologi Nanyang, mengatakan bahwa meskipun konsumsi serangga tidak asing di sejumlah negara Asia, namun pengenalan langsung serangga utuh dalam menu restoran mungkin masih menantang karena persepsi negatif umum serangga.
"Salah satu cara untuk mengintegrasikan serangga ke dalam makanan kita adalah dengan menambahkan protein serangga ke dalam makanan yang kita kenal seperti pasta. Tanpa melihat wujud utuh serangga dan tidak ada mengubah rasa –saya dapat dengan aman mengatakan ini setelah mencicipi spageti bolognese yang dibuat dengan pasta berbahan dasar protein ulat tepung– konsumen perlahan-lahan akan menerima makanan berbahan dasar serangga," ujarnya.
Tetapi, mereka yang ingin memperkenalkan larva lalat prajurit hitam sebagai makanan harus mendapatkan persetujuan dari SFA karena tidak ada riwayat konsumsi manusia yang diketahui.
Larva lalat tentara hitam digunakan di Singapura untuk mengolah sisa makanan. Larva mengonsumsi limbah hingga empat kali berat badannya dan pada gilirannya, mengeluarkan kotoran, yang digunakan sebagai pupuk. Larva digunakan sebagai pakan ikan dan udang.
Advertisement