PM Palestina Mohammad Shtayyeh Mundur, Tak Kuat dengan Tekanan AS?

PM Israel Benjamin Netanyahu dalam beberapa kesempatan telah menolak seruan agar Otoritas Palestina di bawah kepemimpinan Abbas mengambil kendali Negara Palestina dan memerintah Gaza.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 26 Feb 2024, 18:21 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2024, 18:21 WIB
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh dalam jumpa pers bersama media di Hotel Borobudur pada Selasa (25/10/2022). (Liputan6/Benedikta Miranti)
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh dalam jumpa pers bersama media di Hotel Borobudur pada Selasa (25/10/2022). (Liputan6/Benedikta Miranti)

Liputan6.com, Ramallah - Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengumumkan pengunduran diri pemerintahannya, yang memerintah sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki.

"Keputusan untuk mengundurkan diri diambil mengingat eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tepi Barat dan Yerusalem serta perang, genosida, dan kelaparan di Jalur Gaza," kata Shtayyeh, yang mengajukan pengunduran dirinya kepada Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas pada Senin (26/2/2024), seperti dilansir Al Jazeera.

"Saya melihat bahwa tahap selanjutnya dan tantangan-tantangannya memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas baru di Gaza dan kebutuhan konsensus Palestina-Palestina berdasarkan persatuan Palestina dan perluasan kesatuan kekuasaan atas tanah Palestina."

Pernyataan Shtayyeh muncul ketika tekanan Amerika Serikat (AS) terhadap Abbas semakin meningkat untuk menggoyahkan Otoritas Palestina dan mulai merancang struktur politik yang dapat mengatur Negara Palestina pasca perang Hamas Vs Israel.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam beberapa kesempatan telah menolak seruan agar Otoritas Palestina di bawah kepemimpinan Abbas mengambil kendali Negara Palestina dan memerintah Gaza.

"Knesset (parlemen Israel) bersatu dalam mayoritas menentang upaya untuk memaksakan pembentukan Negara Palestina kepada kami, yang tidak hanya gagal membawa perdamaian tetapi juga membahayakan negara Israel," kata Netanyahu.

Untuk itu, Kementerian Luar Negeri Palestina menuduh Israel menyandera hak-hak warga Palestina akibat pendudukan wilayah Palestina.

"Kementerian menegaskan kembali bahwa keanggotaan penuh Negara Palestina di PBB dan pengakuannya oleh negara lain tidak memerlukan izin dari Netanyahu," sebut Kementerian Luar Negeri Palestina.

Sedikit Kemajuan

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich. (Dok. Gil Cohen-Magen/Pool via AP)
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, seorang nasionalis Yahudi, berpendapat bahwa gagasan kebangsaan Palestina ditemukan pada abad yang lalu sebagai respons atas gerakan Zionis untuk mendirikan Israel modern. (Dok. Gil Cohen-Magen/Pool via AP)

Sejak penandatanganan Perjanjian Oslo pada awal tahun 1990-an, hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam mencapai solusi dua negara.

Ketika Mahkamah Internasional mendengarkan pendapat dari sekitar 50 negara mengenai dampak hukum pendudukan Israel di Tepi Barat, Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich pada Kamis (22/2) mengumumkan rencana untuk membangun lebih dari 3.300 rumah baru sebagai tanggapan atas penembakan yang menewaskan seorang warga sipil Israel.

Smotrich mengatakan keputusan tersebut akan memulai proses persetujuan untuk 300 rumah baru di pemukiman Kedar dan 2.350 di Maale Adumim, tempat serangan itu terjadi.

AS Kritisi Kebijakan Permukiman Israel

Warga Palestina Bentrok dengan Pemukim Israel di Tepi Barat
Pemukim Israel bentrok dengan pengunjuk rasa Palestina yang memblokir jalan yang melewati Desa Mughayer, Tepi Barat, utara Ramallah, 29 Juli 2022. Warga Palestina yang memprotes aktivitas permukiman Israel memblokir jalan utama dan bentrok dengan pemukim Israel, sementara tentara menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka. (AP Photo/Nasser Nasser)

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengaku kecewa mendengar pengumuman Israel tentang pemukiman baru tersebut.

"Sudah menjadi kebijakan lama AS di bawah pemerintahan Partai Republik dan Demokrat bahwa permukiman baru adalah kontra-produktif untuk mencapai perdamaian abadi," katanya di Buenos Aires.

"Mereka juga tidak sejalan dengan hukum internasional. Pemerintahan kami tetap menentang perluasan permukiman dan menurut penilaian kami hal ini hanya melemahkan, bukan memperkuat, keamanan Israel."

Kekerasan di Tepi Barat yang diduduki telah meningkat secara signifikan pasca serangan Hamas pada 7 Oktober ke Israel selatan yang menewaskan 1.139 orang. Sementara itu, serangan balasan Israel ke Jalur Gaza segera setelahnya menewaskan lebih dari 29.000 warga sipil Palestina.

Pejabat kesehatan Palestina juga mengatakan setidaknya 401 orang tewas akibat tembakan Israel di Tepi Barat yang diduduki pada periode yang sama.

Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya