Liputan6.com, Amerika Serikat - Perusahaan bahan bakar fosil harus membayar puluhan miliar dolar untuk mengurangi emisi metana dari kegiatan mereka, jika tidak maka hampir mustahil untuk memenuhi target iklim global, demikian peringatan dari pengawas energi dunia, mengutip dari theguardian.com, Minggu (31/3/2024).
Amerika kini menjadi sumber emisi metana terbesar dari ekstraksi minyak dan gas, sebagai akibat dari ekspansi besar-besaran sektor minyak dan gas, sementara China adalah penghasil emisi metana terbesar dari pertambangan batu bara.
Baca Juga
Rusia juga terus menjadi penghasil emisi terbesar karena pengelolaan bahan bakar fosilnya yang buruk.
Advertisement
Kebocoran dari tambang batu bara serta sumur minyak dan gas adalah sumber terbesar metana, gas rumah kaca yang menyebabkan sekitar 30% kenaikan suhu hingga saat ini, menurut data yang diterbitkan oleh International Energy Agency (IEA) atau Badan Energi Internasional.
Sekitar 170 miliar meter kubik metana dikeluarkan dari pengoperasian bahan bakar fosil di seluruh dunia pada tahun lalu, lebih banyak daripada keseluruhan produksi gas alam di Qatar.
Namun banyak dari kebocoran ini dapat dengan mudah diatasi jika praktik terbaik yang dikembangkan di beberapa negara, seperti Norwegia, yang memiliki tingkat kebocoran metana yang rendah dari operasi pengeboran minyak dan gas diterapkan di seluruh dunia.
Saat ini, operasi yang paling tidak efisien 100 kali lebih buruk dibandingkan operasi yang paling efisien, dengan Turkmenistan dan Venezuela sebagai pelaku terburuk.
Satu ledakan sumur di Kazakhstan tahun 2023 lalu menghasilkan metana dalam jumlah besar selama lebih dari 200 hari.
Survey Jumlah Gas Metana
IEA menghitung, dalam survei metana global yang diterbitkan pada hari Rabu (13/3) bahwa dibutuhkan $170 miliar untuk mengurangi emisi metana global sebesar 75%, di mana $100 miliar atau sekitar Rp 1,5 kuadriliun diperlukan untuk minyak dan gas dan $70 miliar atau sekitar Rp 1 kuadriliun untuk industri batu bara.
Hal ini akan memberikan peluang yang lebih besar bagi dunia untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat suhu pada masa pra-industri, menurut laporan tersebut.
Pengeluaran yang dibutuhkan perusahaan bahan bakar fosil untuk membersihkan operasi mereka akan setara dengan sekitar 5% dari keuntungan besar yang mereka peroleh tahun lalu, menurut perkiraan IEA.
Paul Bledsoe, mantan penasihat iklim Gedung Putih Clinton yang sekarang bekerja di American University di Washington, mengatakan AS harus memastikan semua produsen mengikuti praktik terbaik.
"Kini, karena AS adalah produsen minyak dan gas terbesar di dunia, industri AS pada akhirnya harus berkomitmen terhadap emisi metana mendekati nol pada akhir dekade ini, bahkan ketika pemerintahan Biden mengatur metana dengan lebih ketat, atau akan menghadapi reaksi buruk dari konsumen," ujarnya memperingatkan.
Advertisement
Pantauan Tingkat Kebocoran Metana
Pada saat yang sama, Rusia terus mengalami tingkat kebocoran metana tertinggi, yang menjadi alasan lain bagi UE dan negara lain untuk terus memboikot gas yang mendanai perang Vladimir Putin di Ukraina.
Dan China harus menutup banyak tambang batu baranya, karena metana menambah CO2 untuk menghasilkan bahan bakar fosil yang paling banyak mengandung gas rumah kaca di dunia.”
Meskipun ada janji tindakan terhadap metana dari lebih dari 200 negara, emisi gas tersebut masih mendekati rekor tertinggi pada tahun 2019, menurut laporan IEA.
Global Methane Tracker yang dikeluarkan oleh penasihat energi tersebut juga menemukan bahwa emisi di dunia nyata jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh negara atau perusahaan.
Namun ada alasan untuk bersikap optimis, kata penulis laporan IEA.
Pemantauan emisi metana yang lebih baik kini dapat dilakukan melalui satelit, dan akan ditingkatkan lebih lanjut dengan peluncuran sistem satelit metana khusus dari LSM AS, Environmental Defense Fund.
"Terkadang menghentikan kebocoran setelah teridentifikasi, bisa dilakukan dengan cukup cepat dan mudah,” kata Christophe McGlade, kepala unit pasokan energi di IEA."
"Kami berharap PBB dapat mengambil data satelit ini dan menggunakannya." tambahnya McGlade.
KTT Iklim PBB 2024 Mendatang
Tim Gould, salah satu penulis laporan IEA, mengatakan KTT iklim PBB COP29 mendatang, yang dijadwalkan berlangsung di Azerbaijan pada November 2024 dapat memberikan peluang bagi pemerintah dan perusahaan untuk mengambil tindakan yang lebih kuat.
"COP29 akan berlangsung di negara produsen minyak dan gas besar – yang akan membantu menjaga fokus pada metana," katanya.
"Kami juga ingin melihat fokus pada metana di NDCS negara-negara tersebut kontribusi yang ditentukan secara nasional, atau rencana berdasarkan perjanjian Paris untuk mengurangi emisi."
Durwood Zaelke, presiden Institute for Governance and Sustainable Development, meminta pemerintah negara-negara lain untuk memperhatikan saran IEA.
Mengurangi gas metana adalah satu-satunya cara untuk memperlambat pemanasan jangka pendek dan menghindari titik kritis yang membawa kita ke dalam kekacauan iklim yang tidak dapat diubah dan membawa bencana besar.
Advertisement