Liputan6.com, Tokyo - Otoritas kesehatan Jepang telah memperingatkan adanya lonjakan infeksi radang tenggorokan yang berpotensi mematikan.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (29/3/2024) jumlah kasusnya tiga kali lebih tinggi dibandingkan tahun lalu di Tokyo.
Baca Juga
Di seluruh negeri, infeksi bakteri streptokokus pada tenggorokan didiagnosis meningkat empat kali lipat dalam lima tahun terakhir, menurut laporan kementerian kesehatan awal bulan ini.
Advertisement
Hingga 10 Maret 2024, Jepang mencatat 474 kasus sindrom syok toksik streptokokus (SSTS) yang lebih serius, yang memiliki tingkat kematian hingga 30 persen.
Sindrom ini terjadi ketika infeksi menyebar ke seluruh tubuh sehingga berpotensi menyebabkan kegagalan organ.
Penyakit ini bukanlah penyakit pernapasan seperti pneumonia atau COVID-19, sehingga kecil kemungkinannya akan mengarah pada situasi pandemi, kata Hitoshi Honda, profesor penyakit menular di Universitas Kesehatan Fujita.
“Ini adalah infeksi droplet,” kata Honda.
“Kebersihan tangan sangat penting untuk mencegah infeksi streptokokus invasif.”
Lonjakan kasus dilaporkan menyebabkan tim sepak bola Korea Utara tiba-tiba membatalkan pertandingan kualifikasi Piala Dunia di Jepang pekan lalu.
Kasus Flu Singapura
Sementara itu, kasus Flu Singapura atau Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) mengalami peningkatan di Indonesia. Peningkatan ini mengundang perhatian dari pakar kesehatan global sekaligus epidemiolog Dicky Budiman.
Menurut Dicky, HFMD tersebar di seluruh dunia, tetapi prevalensinya lebih tinggi di wilayah-wilayah tropis dan subtropis.
"Penyakit ini sering terjadi secara musiman, dengan puncak kasus yang biasanya terjadi di musim panas dan awal musim gugur di banyak wilayah,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks dikutip, Rabu (20/3/2024).
Virus-virus yang paling umum menyebabkan HFMD adalah Enterovirus A71 (EV-A71) dan Coxsackievirus A16 (CV-A16), meskipun ada jenis lain dari Enterovirus yang juga dapat menyebabkan penyakit ini.
Advertisement
Masalah Kesehatan Signifikan di Asia Tenggara
Dicky menambahkan, HFMD merupakan masalah kesehatan yang signifikan di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Beberapa negara di kawasan ini telah melaporkan wabah HFMD yang besar, dengan jumlah kasus yang signifikan terutama di antara anak-anak.
“Faktor-faktor seperti sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, dan mobilitas manusia yang besar berkontribusi pada penyebaran penyakit ini,” papar Dicky.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, populasi global diperkirakan akan terus meningkat dari sekitar 7,8 miliar pada tahun 2021 menjadi lebih dari 9 miliar pada tahun 2030. Dengan demikian, jumlah anak-anak di bawah usia lima tahun yang rentan terhadap HFMD juga akan meningkat.