Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada Rabu (24/4/2024) "masih banyak yang harus dilakukan" untuk menghentikan protes pro-Palestina yang merebak di kampus-kampus di Amerika Serikat (AS) dalam beberapa pekan terakhir.
"Apa yang terjadi di kampus-kampus AS sungguh mengerikan," kata Netanyahu, yang kemudian menuduh 'gerombolan antisemitisme' mengambil alih universitas-universitas terkemuka, seperti dilansir CNA, Jumat (25/4).
Baca Juga
"Ini tidak masuk akal. Harus dihentikan. Harus dikutuk dengan tegas ... Tanggapan dari beberapa rektor universitas sangat memalukan. Sekarang, untungnya, pejabat negara bagian, lokal, dan federal, banyak dari mereka yang memberikan tanggapan berbeda tetapi harus ada lebih banyak tindakan. Lebih banyak yang harus dilakukan."
Advertisement
Protes atas tindakan Israel di Jalur Gaza telah meningkat di kampus-kampus AS dalam beberapa pekan terakhir, di mana perang Hamas Vs Israel kini memasuki bulan ketujuh.
Tuntutan Para Demonstran
Pengunjuk rasa pro-Palestina menyerukan gencatan senjata dan meminta masing-masing kampus melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Israel. Lusinan mahasiswa mengalami doksing, diskors oleh universitas, dan ditangkap oleh polisi.
Beberapa mahasiswa dan dosen Yahudi dan Israel mengaku protes pro-Palestina tersebut telah mengubah universitas menjadi lingkungan yang tidak bersahabat dan membuat mereka merasa terancam. Beberapa melaporkan peningkatan antisemitisme di kampus.
Yang mungkin tidak banyak disorot adalah beberapa orang Yahudi juga memainkan peran vokal dalam protes anti-perang, termasuk kelompok seperti Jewish Voice for Peace, yang memimpin beberapa demonstrasi.
Pada 7 Oktober 2023, Hamas memimpin serangan terhadap komunitas Israel selatan yang disebut menewaskan 1.200 orang dan menyandera 253 orang.
Israel sejak itu telah menyerang Jalur Gaza dengan membabi buta, membunuh lebih dari 34.000 warga Palestina. Serangan Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah kantong tersebut, menyebabkan sebagian besar dari 2,3 juta penduduknya mengungsi dan menciptakan krisis kemanusiaan.
Advertisement