Ilmuwan China Rekayasa Virus Ebola, Hasilkan Virus yang Lebih Berbahaya

Sebuah tim peneliti di Universitas Kedokteran Hebei menggunakan penyakit ternak yang menular dan menambahkan protein yang ditemukan di Ebola.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 11 Mei 2024, 01:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2024, 01:00 WIB
Ilustrasi Virus Ebola
Ilustrasi Virus Ebola (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta - Ilmuwan China berhasil merekayasa virus Ebola di laboratorium. Hasilnya, virus tersebut bisa menimbulkan gejala mengerikan saat menginfeksi dan membunuh hamster.

Melansir laman South China Morning Post pada Jumat (10/05/2024), virus tersebut mampu mematikan hamster dalam dua hingga tiga hari setelah terinfeksi. Sebuah tim peneliti di Universitas Kedokteran Hebei menggunakan penyakit ternak yang menular dan menambahkan protein yang ditemukan di Ebola.

Virus hasil eksperimen itu kemudian disuntikkan pada lima hamster betina dan lima hamster jantan yang semuanya berumur tiga minggu. Virus tersebut ternyata menyebabkan penyakit sistemik parah.

Semua hamster betina menunjukkan penurunan suhu dan berat badan hingga 18 persen. Semua hamster mati antara dua hingga tiga hari kemudian.

Sementara lima hamster jantan kehilangan 15 persen berat badannya, dan tiga hamster mati lebih dari tiga hari kemudian. Ada dua hamster jantan yang selamat dan mengalami kenaikan berat badan 20 persen lebih besar dibanding sebelum dia terinfeksi.

Tim lalu mengambil organ hewan yang mati dan menemukan virus terakumulasi di jantung, hati, limpa, paru-paru, ginjal, lambung, usus, dan jaringan otak. Kadar tertinggi ditemukan di hati, dan terendah di otak.

Para peneliti menyebut, apa yang terjadi pada hamster di laboratorium juga terjadi pada orang yang terinfeksi Ebola. Pasien Ebola biasanya mengalami kegagalan multi-organ.

Salah satu gejala mengerikan yang diderita hamster yakni keluarnya cairan di mata. Hal ini membuat penglihatan hamster terganggu.

Peneliti menyimpulkan, hamster yang terinfeksi menunjukkan gejala awal yang cepat, syok hati, dan infeksi sistemik. Penyakit parah serupa juga teramati pada pasien Ebola pada manusia.

Tentunya, uji coba virus mematikan ini memicu kekhawatiran akan terjadinya kebocoran di laboratorium. Namun, peneliti China menyebut mereka hanya ingin menemukan model hewan yang tepat yang secara aman bisa meniru gejala Ebola di laboratorium.

Studi menunjukkan, hamster adalah hewan yang layak menjadi model infeksi Ebola untuk mempelajari penyebaran dan pengobatan penyakit tersebut di masa depan. Tak seperti virus Ebola asli, virus yang digunakan dalam uji coba ini juga tidak memerlukan laboratorium khusus dengan keamanan tinggi.

Sebab para ilmuwan menggunakan virus berbeda yang disebut vesicular stomatitis virus (VSV), virus yang direkayasa untuk membawa bagian dari virus Ebola disebut glikoprotein (GP) yang berperan penting dalam membantu virus masuk menginfeksi sel inangnya.

Para ilmuwan China juga mencatat bahwa percobaan tersebut memberikan evaluasi praklinis yang cepat terhadap tindakan medis pasien Ebola. Hal ini bertujuan untuk membuka jalan bagi pemahaman yang lebih baik tentang virus mematikan ini, sehingga dapat pengembangan strategi pengobatan yang efektif.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Jejak Wabah Ebola

Melansir laman WHO pada Jumat (10/05/2024), Ebola pertama kali diidentifikasi di Sudan dan Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo) pada 1976. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan ganas, menyebabkan gejala seperti demam tinggi, sakit kepala, pendarahan internal, dan gagal organ.

Tingkat kematian Ebola dapat mencapai 90 persen, menjadikannya salah satu virus paling mematikan di dunia. Sejak kemunculannya, Ebola telah memicu beberapa wabah besar, terutama di Afrika Barat.

Wabah paling parah terjadi pada 2014 hingga 2016, menelan korban hampir 11.000 jiwa di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Virus ini diduga berasal dari kelelawar, yang menularkannya ke hewan lain seperti primata dan babi hutan.

Penularan ke manusia terjadi melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau jaringan tubuh orang atau hewan yang terinfeksi. Vaksin Ebola adalah cara terbaik untuk melindungi diri dari penyakit ini.

Vaksin ini bekerja dengan cara memperkenalkan tubuh pada virus yang dilemahkan atau mati, sehingga tubuh dapat membangun kekebalan terhadap virus tersebut. Vaksin Ebola aman dan efektif, dan telah terbukti dapat melindungi orang dari penyakit ini.

Saat ini, ada dua jenis vaksin Ebola yang tersedia yakni Ervebo (Vaxzevria) dan Zabdeno. Vaksin Ervebo (Vaxzevria) adalah vaksin dua dosis yang diberikan dengan jarak 8 minggu.

Vaksin ini telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sementara itu, Zabdeno adalah vaksin satu dosis yang diberikan melalui suntikan intramuskular. Vaksin ini telah disetujui oleh FDA dan WHO.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya