Gelombang Panas Tingkatkan Risiko Kelahiran Dini dan Kesehatan Bayi yang Buruk, Ini Penjelasannya

Penelitian yang mengamati 53 juta kelahiran mengatakan bahwa ibu berkulit hitam dan Hispanik serta mereka yang berada dalam kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah akan menjadi yang paling berisiko.

oleh Najma Ramadhanya diperbarui 11 Jun 2024, 19:16 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2024, 19:16 WIB
Bolehkah Ibu Hamil Berpuasa Selama Ramadan?
Ilustrasi ibu hamil. (unsplash.com).

Liputan6.com, Nevada - Gelombang panas dapat meningkatkan angka kelahiran prematur, yang bisa menyebabkan kesehatan bayi yang lebih buruk dan memengaruhi kesehatan kesehatan jangka panjang mereka, menurut sebuah studi baru.

Ibu-ibu berkulit hitam dan Hispanik, serta mereka yang berada dalam kelompok sosioekonomi yang lebih rendah, sangat berisiko melahirkan lebih awal setelah adanya gelombang panas, melansir dari The Guardian, Selasa (11/6/2024).

Peristiwa panas ekstrem terjadi lebih sering, berlangsung lebih lama, dan meningkat dalam intensitas akibat krisis iklim. Tahun 2023 mencatat suhu yang memecahkan rekor, dengan hari terpanas di Juli 2023, yang tercatat selama empat hari berturut-turut secara global.

Selain itu, orang hamil termasuk di antara yang paling rentan terhadap stres panas dan lebih mungkin mengalami sengatan panas dan kelelahan panas, menurut CDC. 

Hal ini dapat berdampak buruk pada bayi yang belum lahir.

"(Temuan) menunjukkan ada populasi yang tidak dapat menghindari panas dan mengalami efek yang jauh lebih besar," kata Lyndsey Darrow, penulis studi dan profesor epidemiologi di Universitas Nevada.

Para peneliti melihat 53 juta kelahiran yang terjadi antara tahun 1993 dan 2017 di 50 area metropolitian di Amerika Serikat. Setelah empat hari berturut-turut dengan suhu tinggi, para ilmuwan menemukan ada peningkatan 2% dalam kemungkinan kelahiran prematur dan peningkatan 1% untuk kelahiran awal.

“Tanggapan lebih tinggi pada subkelompok yang diperkirakan memiliki akses lebih sedikit ke pendingin udara, dan kemampuan yang lebih rendah untuk menghindari panas,” kata Darrow.

Bahayanya Paparan Panas di Kalangan Ibu Hamil

Janin dalam kandungan
Ilustrasi bayi dan tali pusarnya. (Sumber Flickr/lunar caustic)

Kelahiran prematur adalah penyebab utama kematian pada bayi, dan dikaitkan dengan berbagai masalah pernapasan dan perkembangan saraf sepanjang masa hidup anak.

Panas dapat memicu kontraksi prematur melalui pelepasan hormon yang memicu persalinan, pengurangan aliran darah, dan dehidrasi, yang dapat menyebabkan persalinan dini.

Penelitian yang masih berkembang menunjukkan bahwa saran yang ditargetkan tentang cara mengelola stres panas sangat penting bgi pasien yang sedang hamil.

Sebuah studi tahun 2022 menemukan bahwa panduan saat ini mengenai paparan panas di kalangan orang hamil masih sedikit dan tidak konsisten.

"Dalam kehamilan, kita cenderung berhati-hati," kata Nathaniel DeNicola, seorang spesialis OB-GYN yang menulis laporan tahun 2020 mengenai polusi udara dan kelahiran prematur.

"Harus ada konseling tambahan di klinik dan materi umum tentang cara melindungi diri dari dehidrasi dan stres panas selama waktu-waktu panas ekstrem, yang semakin sering terjadi."

Gelombang Panas Ekstrem di 2024

Ilustrasi cuaca panas, sinar matahari
Ilustrasi cuaca panas, sinar matahari. (Image by Freepik)

Sepanjang bulan April dan berlanjut ke Mei 2024, gelombang panas ekstrem yang memecahkan rekor menyebabkan dampak parah di seluruh benua Asia.

Melansir dari worldweatherattribution.org, dari Israel, Palestina, Lebanon, dan Suriah di barat, hingga Myanmar, Thailand, dan Filipina di timur, wilayah-wilayah besar di Asia mengalami suhu di atas 40°C selama beberapa hari.

Panas ini sangat sulit bagi orang-orang yang tinggal di kamp pengungsian dan perumahan informal, serta pekerja luar ruangan.

Gelombang panas bisa dibilang merupakan jenis cuaca ekstrem yang paling mematikan dan meskipun jumlah korban jiwa sering kali tidak dilaporkan secara lengkap, ratusan kematian telah dilaporkan di sebagian besar negara yang terkena dampak, termasuk Palestina, Bangladesh, India, Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Filipina.

Panas ini juga berdampak besar pada pertanian, menyebabkan kerusakan tanaman dan penurunan hasil panen, serta pada pendidikan, dengan liburan yang harus diperpanjang dan sekolah-sekolah ditutup di beberapa negara, yang mempengaruhi jutaan siswa.

Asia yang Sering Mengalami Panas Ekstrem

Ilustrasi benua asia
Ilustrasi benua asia. (Image by freepik)

Panas ekstrem di Asia Selatan selama musim pra-muson semakin sering terjadi.

Dua studi sebelumnya oleh World Weather Attribution fokus pada kejadian panas ekstrem di wilayah ini, yaitu gelombang panas India dan Pakistan tahun 2022 dan gelombang panas lembab yang melanda India, Bangladesh, Lao PDR, dan Thailand pada tahun 2023.

Meskipun terdapat perbedaan dalam sifat dan dampak dari kejadian-kejadian tersebut (panas kering pada tahun 2022 menyebabkan kerugian panen yang meluas, dan panas lembab pada tahun 2023 dengan dampak yang lebih besar pada manusia), kedua studi menemukan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia mempengaruhi kejadian-kejadian tersebut, membuatnya sekitar 30 kali lebih mungkin dan jauh lebih panas.

Para ilmuwan dari Lebanon, Swedia, Malaysia, Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris bekerja sama untuk menilai sejauh mana perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia mengubah kemungkinan dan intensitas panas ekstrem di tiga wilayah Asia, yang pertama Asia Barat, mencakup Suriah, Lebanon, Israel, Palestina, dan Yordania.

Yang kedua Filipina di Asia Timur, dan yang ketiga yaitu Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk India, Bangladesh, Myanmar, Lao PDR, Vietnam, Thailand, dan Kamboja.

INFOGRAFIS JOURNAL_ Berbagai Polusi Berdampak pada Perubahan Iklim
INFOGRAFIS JOURNAL_ Berbagai Polusi Berdampak pada Perubahan Iklim (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya