Liputan6.com, Jakarta - Bulan atau satelit alami adalah benda-benda angkasa yang beredar mengelilingi entitas yang lebih besar di ruang angkasa, seperti planet, asteroid, atau planet kerdil. Hampir seluruh planet di tata surya memiliki bulan, kecuali Merkurius dan Venus.
Dikutip dari situs National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada Kamis (29/08/2024), ada alasan khusus yang mendasari mengapa dua planet ini tidak memiliki satelit alami. Planet Merkurius merupakan planet yang paling dekat dengan matahari, jarak Merkurius dengan matahari hanya 57,9 juta km
Hal ini membuat gaya gravitasi matahari lebih tinggi dibanding gaya gravitasi planet Merkurius. Gaya gravitasi matahari yang lebih besar dibanding planet Merkurius menyebabkan tidak adanya satelit alami yang bisa mengorbit dan stabil selama bertahun-tahun di sekitar planet Merkurius.
Advertisement
Baca Juga
Ada teori yang menyatakan bahwa Merkurius mungkin pernah memiliki satelit di masa lalu. Namun, satelit-satelit ini hilang karena proses dinamika orbital yang kompleks.
Salah satunya adalah bahwa satelit tersebut mungkin terlempar ke luar angkasa atau terjatuh ke dalam matahari akibat interaksi gravitasi yang kuat. Begitu juga dengan Venus, planet kedua dari matahari ini mengorbit pada jarak rata-rata 67 juta mil.
Dikutip dari laman Live Science pada Kamis (29/08/2024), adanya perubahan rotasi dari planet Venus menjadi bukti hilangnya satelit alami yang dimiliki planet ini. Menurut teori yang beredar, ada sebuah satelit alami yang bergerak memutari planet Venus.
Namun, karena adanya benturan satelit tersebut pecah menjadi beberapa bagian. Benturan tersebut juga menyebabkan arah rotasi planet Venus berubah.
Planet Venus juga berotasi dengan sangat lambat, planet ini butuh waktu lebih lama menyelesaikan satu putaran pada porosnya daripada satu putaran mengelilingi Matahari. Artinya, satu hari di Venus lebih lama dari satu tahun di Venus
Rotasi lambat dan terbalik inilah yang membuat satelit alami sulit memiliki orbit stabil untuk mengitari Venus.
Â
Berlian di Merkurius
Baru-baru ini, para astronom menemukan kemungkinan keberadaan lapisan berlian jauh di bawah permukaan Merkurius. Melansir laman Live Science pada Jumat (29/08/2024), studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications ini menjelaskan Merkurius mungkin memiliki endapan berlian yang sangat banyak di bawah permukaannya.
Studi ini dilakukan oleh gabungan ilmuwan China dan Belgia di Center for High-Pressure Science and Technology Advanced Research. Meski hingga saat ini, keberadaan berlian Merkurius tidak dapat ditambang.
Para ilmuwan dari Tiongkok dan Belgia menunjukkan bahwa berlian di Merkurius terbentuk di bawah tekanan. Peneliti tersebut memperkirakan tekanan batas inti-mantel (CMB) Merkurius sekitar 5,575 GPa.
Dengan kandungan sulfur sekitar 11 persen, para peneliti mengamati perubahan suhu sebesar 358 Kelvin di lautan magma Merkurius. Para peneliti pun mengusulkan bahwa kristalisasi inti menyebabkan pembentukan lapisan berlian di CMB.
Menurut temuan, lapisan berlian di CMB diperkirakan memiliki ketebalan antara 15 dan 18 kilometer. Mereka juga berpendapat bahwa suhu saat ini di CMB Merkurius mendekati titik di mana grafit dapat bertransisi menjadi berlian.
Penelitian baru yang dipresentasikan di Lunar and PLAnetary Science Conference (LPSC), menunjukkan bahwa Merkurius dapat menampung 16 kuadriliun ton berlian. Hal ini didasarkan pada kondisi Merkurius yang dilapisi grafit.
Grafit adalah suatu bentuk karbon murni yang mungkin telah berubah menjadi berlian setelah dihantam meteorit, asteroid, dan komet.
(Tifani)
Advertisement