Trump Lanjutkan Pengiriman Bom 907 Kg ke Israel, Alasannya: Karena Mereka Beli

Kebijakan Trump melanjutkan pengiriman bom ini terjadi di tengah berlangsungnya gencatan senjata di Jalur Gaza.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 27 Jan 2025, 16:11 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2025, 16:10 WIB
Gencatan Senjata Dimulai, Begini Potret Kawasan Jabalia Gaza Utara
Foto udara menunjukkan para pengungsi Palestina yang kembali ke kamp pengungsi Jabalia yang hancur akibat perang di Jalur Gaza utara pada 19 Januari 2025. (Omar AL-QATTAA/AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Sabtu (25/1/2025), mengungkapkan bahwa dia telah menginstruksikan militer AS untuk mencabut penundaan yang diberlakukan oleh pendahulunya, Joe Biden, terhadap pengiriman bom, yang satunya saja seberat 907,2 kg, ke Israel.

"Kami melepaskannya. Kami melepaskannya hari ini. Dan sekarang, mereka akan memilikinya. Mereka sudah membayar untuk itu dan sudah lama menunggu. Itu sudah disimpan," kata Trump kepada wartawan di Air Force One, seperti dikutip dari CNA, Senin (27/1).

Biden menahan pengiriman bom tersebut karena kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap populasi sipil, terutama di Rafah, Jalur Gaza.

Satu bom seberat 907,2 kg dapat menembus beton dan logam yang tebal, menciptakan radius ledakan yang luas. Reuters melaporkan tahun lalu bahwa pemerintahan Biden telah mengirimkan ribuan bom seberat 907,2 kg ke Israel setelah serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas, namun menahan satu gelombang pengiriman.

Washington telah mengumumkan bantuan untuk Israel senilai miliaran dolar sejak perang terbaru dengan Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023.

Saat ditanya mengapa dia melepaskan bom mematikan tersebut, Trump menjawab, "Karena mereka membelinya."

Sebelumnya pada Sabtu pagi, Trump mengatakan di platform Truth Social, "Banyak hal yang telah dipesan dan dibayar oleh Israel, namun belum dikirim oleh Biden, sekarang sedang dalam perjalanan!"

Ancaman Trump dan Gencatan Senjata

Gencatan Senjata Dimulai, Begini Potret Kawasan Jabalia Gaza Utara
Menyusul pemberlakuan kesepakatan gencatan antara Israel dan milisi Hamas dimulai pada pukul 11.15 waktu setempat, ribuan pengungsi Palestina mulai kembali ke rumah atau tempat asal mereka pada Minggu (19/1/2025). (Omar AL-QATTAA/AFP)... Selengkapnya

Trump dan Biden adalah pendukung kuat sekutu AS, Israel, meskipun AS telah mendapatkan kritik dari pembela hak asasi manusia atas krisis kemanusiaan di Jalur Gaza akibat serangan militer Israel. Para pemprotes telah berusaha meminta embargo senjata, namun gagal.

AS berdalih mereka membantu Israel mempertahankan diri dari kelompok militan yang didukung oleh Iran seperti Hamas di Jalur Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman.

Gencatan senjata di Jalur Gaza sudah berlangsung lebih dari sepekan lalu, memicu pertukaran tujuh sandera Israel dengan lebih dari 200 tahanan Palestina.

Sebelum pelantikannya pada 20 Januari, Trump telah memperingatkan akan ada "harga sangat mahal yang harus dibayar" jika sandera yang ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza tidak dibebaskan.

Hamas telah menculik sekitar 250 sandera selama serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang diklaim Israel menewaskan sekitar 1.200 orang.

Serangan balasan Israel ke Jalur Gaza pada hari yang sama telah menewaskan lebih dari 47.000 orang, menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza, dan menimbulkan tuduhan genosida serta pelanggaran perang yang dibantah oleh Israel.

Serangan itu, tidak hanya memaksa hampir seluruh populasi Jalur Gaza mengungsi, namun juga menyebabkan krisis kelaparan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya