Cara Militan Al Shabaab `Membodohi` Pasukan Elit US Navy SEAL

Kegagalan penyerbuan Navy SEAL di Barawe mengingatkan pada insiden "Black Hawk Down". Juga di Somalia.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 08 Okt 2013, 16:33 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2013, 16:33 WIB
smoko131008b.jpg
Pasukan elit Navy SEAL masyhur namanya saat berhasil menyerbu dan menewaskan buron teroris nomor wahid, Osama Bin Laden di rumah persembunyiannya di Abbottabad, Pakistan, Minggu 1 Mei 2011 lalu. Namun, kegemilangan itu ada batasnya.

Operasi penangkapan teroris Kenya di Somalia pada Sabtu 5 Oktober 2013 jadi buktinya. Adegan santai seseorang mengisap rokok dan 'tameng' anak-anak, menggagalkan operasi penyerbuan Navy SEAL yang direncanakan matang dan dilengkapi teknologi tinggi.

"Setelah pengalaman operasi beberapa tahun dan keberhasilan penyerbuan Osama, orang pikir operasi Navy SEAL akan berjalan mudah. Itu tak benar," kata salah satu pejabat militer AS, seperti diungkap NBC News, Selasa (8/10/2013).

Begini kisahnya: awalnya, sebuah tim kecil US Navy SEAL, dengan personel bersenjata berjumlah kurang dari 2 lusin, merunduk siaga di sebuah kapal cepat yang mengarah ke garis pantai di Somalia. Diselubungi kegelapan, Sabtu 5 Oktober 2013 dini hari.

Tiga kapal lain, yang juga berisi anggota SEAL serta perlengkapan disiagakan untuk membantu menangkap panglima perang al Shabaab bernama Abdulkadir Mohamed Abdulkadir alias Ikrima -- yang diduga dalang operasi teror di luar Somalia.

Kapal pun akhirnya berlabuh, tim serbu dengan cepat menapak pasir di pantai dekat Kota Barawe, di Somalia Selatan, bergegas menuju kompleks rumah perlindungan mirip yang jadi lokasi target mereka.

SEAL memasuki kompleks dan mengambil posisi yang ditentukan berdasarkan data intelijen yang dikumpulkan sebelum penyerbuan.

Lalu, tiba-tiba muncul seorang pejuang Al Shabaab, menuju halaman. Sikapnya biasa, merokok sebatang lintingan tembakau sampai habis, lalu masuk kembali ke bangunan.  Ia tampil wajar, tanpa menunjukkan indikasi bahwa ia sejatinya tahu SEAL telah mengepung.

Tiba-tiba, pria itu kembali keluar, memberondongkan peluru menggunakan senapan serbu AK-47.

Sejurus kemudian, serangkaian tembakan diarahkan pada komando AS yang sudah bersiap siaga menghadapi para militan. Kala itu, sejumlah anggota SEAL bisa melihat Ikrima lewat jendela tempat persembunyian, namun tak bisa menangkapnya.

Balas memberondongkan senapan, SEAL mencoba mendekati lokasi target. Namun, mendadak muncul anak-anak. Ternyata, Ikrima tak hanya dibarikade dan dilindungi pejuang bersenjata, tapi juga anak-anak berbaur di antara para pejuang dan terancam mati. Anak-anak itu dijadikan tameng.

Kemudian seluruh kota -- yang mendengar suara tembakan --bergolak, lebih banyak militan menuju tempat persembunyian Ikrima. Kurang dari 2 lusin tentara AS melawan ratusan orang Somalia dan militan.

SEAL Mundur

Sumber militer AS mengatakan, operasi dijalankan sesuai prosedur dan bertahap. Tim sebenarnya masih mempertimbangkan pilihan untuk kembali untuk melawan. Namun, perintah telah dikeluarkan, penangkapan tak sebanding dengan risiko jatuhnya korban warga sipil dan SEAL .

Pasukan tempur udara dipanggil ke lokasi, sementara pasukan SEAL menuju pantai dan kapal mereka. SEAL melarikan diri dari Barawe tanpa korban nyawa dan cedera.

Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Pentagon, George Little mengatakan bahwa personel militer AS telah melakukan operasi yang ditargetkan terhadap Abdikadir Mohamed Abdikadir, militan Kenya asal Somalia. Ia dianggap bertanggung jawab dalam pemboman tahun 1998 di Kedutaan Besar AS di Nairobi, Kenya dan serangan di  Mombasa pada 2012 yang menewaskan warga Kenya dan Israel.

Namun, "operasi tidak berhasil menangkap Ikrima," kata Pentagon dalam pernyataannya.

Di saat yang bersamaan, di Libya, tim Delta Force menangkap Nazih Abdul-Hamed al-Ruqai alias Anas al-Libi, pemimpin Al Qaeda yang terkait pemboman Kedubes AS di Kenya dan Tanzania pada 1998.

"Black Hawk Down"

Moalim Abdirahman Abu-Isa, komandan al Shabaab di Barawe mengklaim, saat tentara AS mengendap-endap menuju target lokasi, ada dua militan asing dan seorang asal Somalia yang berada di dalam bangunan. Mereka sudah tahu jadi incaran pasukan AS.

"Tiga pejuang, salah satunya non-Somalia tinggal di dalam rumah saat serangan. Dan mereka menunjukkan keberanian luar biasa menghadapi musuh," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au.

Akibat serangan itu satu militan Al Shabaab meninggal, sementara di pihak AS diduga ada korban luka.

Abu-Isa sama sekali tak menyebut keberadaan anak-anak -- yang membuat posisi tentara AS dilematis.

Apapun, penggunaan para bocah sebagai tameng mengingatkan pada insiden "Black Hawk Down" dalam serangan di Mogadishu pada 1993 yang dilakukan pasukan Delta Force.

Kala itu, pada 3 Oktober 1993, AS melaksanakan misi untuk menangkap pemimpin militan bernama Mohamed Farrah Aidid. Misi ini menelan banyak korban jiwa.

Pada Pertempuran Mogadishu, 19 serdadu AS tewas dan beberapa lainnya mengalami cedera, tetapi jumlah korban di pihak Somalia diperkirakan antara 500-1.000 militan dan warga sipil tewas serta 3.000-4.000 lainnya cedera. (Ein/Yus)


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya