Uji DNA Kuak Misteri Pembunuhan Sadis 83 Tahun Lalu

Pada 6 November 1930 Alfred Rouse membunuh seorang pria. Ia ditangkap dan digantung. Tapi, identitas korbannya tetap misterius.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 16 Jan 2014, 00:30 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2014, 00:30 WIB
test-dna-140115c.jpg
Suatu hari pada tahun 1930, pembunuh psikopat Alfred Rouse menghabisi seorang pria dengan sadis. Lalu menempatkan jasad korbannya di mobil  Morris Minor dan membakarnya. Tujuannya, ia ingin memalsukan kematiannya sendiri. Pura-pura mati.

Meski ditahan dan akhirnya mati di tiang gantungan, Rouse tak pernah menyebut, siapa gerangan korbannya. Ia membuat sejarah, menjadi yang pertama terbukti bersalah melakukan pembunuhan, meski tak ada seorang pun yang tahu identitas korbannya.

Namun, berkat teknik pengujian DNA modern, para ilmuwan berhasil menguak identitas korban, 83 tahun kemudian. Membuktikan bahwa tak ada kejahatan yang sempurna.

Para ahli forensik awalnya menerima informasi dari keluarga William Briggs, seorang pria yang menghilang bak ditelan bumi, bertepatan dengan waktu terjadinya pembunuhan. Kerabatnya menduga, nenek moyang mereka menjadi korban kasus menghebohkan di masanya itu.

Rouse diketahui menderita cedera kepala selama Perang Dunia I, itu membuatnya mengalami gangguan kepribadian -- yang menyebabkannya "punya nafsu seksual yang besar." Juga nafsu jahat yang tak kalah menggelegak.

Saat berusia 36  tahun, ia menjadi ayah setidaknya dua anak tidak sah -- selama karir pascaperang sebagai pedagang keliling. Ia terjerat utang besar dan tampaknya ingin lari dengan pura-pura mati.

Plot Jahat



Pada 6 November 1930, Rouse menghajar pria di area dekat Northampton dan membakar jasadnya di mobil miliknya.

Ia sudah berusaha kabur dari lokasi kejadian, namun dua pria yang berlari mendekat untuk mencari tahu apa yang terbakar, mengenalinya.

Rouse toh akhirnya lolos, meski sebentar. Polisi membekuknya di Cardiff. Ia lalu ditahan, diadili, dan digantung. Tapi tak pernah mau menyebut siapa pria yang tega ia habisi. Rouse menyimpan rapat rahasiannya hingga liang lahat.

Sementara, korbannya dikubur di pemakaman 'orang-orang tak dikenal' di TPU Northamptonshire.

Petunjuk datang dari keluarga William Briggs -- yang menghilang saat meninggalkan rumahnya menuju dokter. Keluarganya yakin, ia kala itu berpapasan dengan Rouse.

Pada 1957 mereka minta Kepolisian Northamptonshire membuka kembali kasus lawas itu. Namun, kasus tersebut tak diklasifikasikan sebagai 'kasus yang dipetieskan' karena terpidana sudah diadili bahkan dieksekusi.

Seiring berlalunya waktu, pihak keluarga Briggs ternyata tak melupakannya. Cucu keponakan Briggs, Samantha Hall mengetahui hilangnya salah satu anggota keluarganya saat meneliti silsilahnya.

"Saya diberi tahu soal kliping surat kabar lengkap dengan surat yang ditulis pada tahun 1957 -- yang menjadi usaha untuk membuka sebuah kasus pembunuhan," kata Samantha, seperti dimuat Daily Mail,  15 Januari 2014. "Keluargaku yakin, William adalah korban Rouse."

Ia merasa dengan kemajuan teknologi, mereka bisa mencari kebenaran. Samantha lalu menghubungi tim forensik University of Leicester, yang terkenal mengidentifikasi tengkorak dari Abad Pertengahan yang ditemukan di sebuah lapangan parkir sebagai Raja Richard III.

Peneliti bisa mendapatkan sampel jaringan yang diambil dari jasad korban selama eksaminasi post-mortem yang dilakukan di sebuah pub di dekat lokasi pembunuhan.

Sampel tersebut, juga tulang rahang korban diarsipkan di London Hospital Medical College, sekarang bagian dari Queen Mary University.

"Untungnya, para ilmuwan memperoleh profil mtDNA untuk dibandingkan dengan keluarga," kata juru bicara tim. "Ini kerja yang sangat menarik terkait kasus pembunuhan terkenal."

Menurut juru bicara itu, ini adalah investigasi yang unik. Sebab, pelaku pembunuhan telah teridentifikasi dan dihukum, sementara identitas korban masih jadi misteri.

"Keahlian ilmiah dan kriminologi University of Leicester dan Northumbria University, bekerja sama dengan polisi, bisa menyediakan jawaban bagi keluarga yang penasaran setelah 83 tahun."

Bagaimana hasilnya? Masih rahasia. Tim akan menyampaikan hasilnya pada Samantha Hall dan keluarganya dalam acara The One Show BBC1 yang akan disiarkan secara langsung -- yang waktunya belum ditentukan.

Juru bicara Kepolisian Northamptonshire mengatakan, tim masih harus mereview temuan mereka. Bisa jadi masih perlu menggali jasad korban untuk pengujian DNA lebih lanjut.

Cara Pengujian mtDNA

Mitochondrial DNA atau 'mtDNA' bisa menjadi kunci untuk menguak identitas korban pembunuhan sadis Alfred Rouse.

Bahan genetik ditemukan dalam mitokondria sel daripada intinya -- yang ditransmisikan dalam rahim, bukan selama proses reproduksi. Dengan kata lain, mtDNA adalah salinan genetik dari ibu.

Orang punya lebih banyak mtDNA daripada DNA nukleus, itu yang membuatnya sering digunakan untuk mengidentifikasi mayat yang sudah lama meninggal, karena ia tetap ada dalam jasad dalam waktu lama. 

Keuntungan lain dari mtDNA adalah bahwa karena ini dilewatkan hanya dari ibu ke anak, bukannya bercampur dengan materi genetik dari ayah, tetap stabil dari generasi ke generasi, memberikan keterkaitan yang lebih aman antara nenek moyang dan keturunannya.

Di masa lalu, mtDNA telah digunakan untuk mengidentifikasi jasad penjahat Jesse James dan Tsar Rusia Nicholas II, dengan membandingkan mtDNA mereka dengan kerabat jauh. (Ein/Ali)

Baca juga:

Misteri Konspirasi Besar: Ratu Inggris Elizabeth I Sejatinya Pria

Terbukti! Kerangka di Lapangan Parkir Itu Raja Richard III

10 Lukisan Misterius Maestro Dunia yang Mengandung Kode Rahasia



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya