Liputan6.com, London Helena Frith Powell tak pernah berpikir menjadi ibu rumah tangga saja. Sejak kecil tertanam di dalam dirinya bahwa perempuan harus mandiri dan memiliki ambisi yang tinggi. Tiba-tiba Helena menemukan dirinya dalam posisi bahwa ia tak perlu bekerja ketika suaminya Rupert menyarankan sang istri untuk berhenti bekerja.
"Kau bisa tinggal di rumah dan menjaga anak-anak," kata Rupert seperti dituliskan dalam novelnya yang berjudul The Ex-Factor dan dikutip MailOnline, Kamis (10/4/2014).
Perkataan Rupert membuat Helena terhentak. Saran dari sang suami bak kutukan baginya karena selama ini ia punya asumsi tentang wanita di abad ke-21. Sebagai putri seorang ibu tunggal feminis yang mengelola perusahaan penerbitan, Helena sejak muda ditanamkan bahwa perempuan harus mandiri dan memiliki ambisi yang tinggi.
"Saya dituntun untuk percaya bahwa bekerja adalah cara saya menegaskan siapa diri Anda sebenarnya dan bagaimana memberikan alasan keberadaan Anda."
Helena ingat betul di masa kanak-kanak ketika orang menanyakan cita-citanya. Ia tak pernah menjawabnya ingin menjadi istri pria kaya. "Tidak, saya ingin menjadi seorang dokter hewan atau penulis atau ahli bedah otak."
Bahkan, jika melihat ke masa lalu, ia tak yakin benar-benar ingin seperti kebanyakan wanita di generasinya, yang meyakini perempuan harus bekerja.
"Tapi sekarang? Saya ingin tahu apakah semua wanita tidak diam-diam berada dalam posisi mereka tak perlu bekerja. Beberapa akan mengakuinya, tapi seperti yang saya pelajari sendiri adalah kebenaran bahwa tak bekerja tak hanya membuat hidupmu lebih bahagia, ini juga bisa membuatmu menjadi ibu dan istri yang lebih baik."
Saat suami menyarankan agar ia berhenti bekerja, respons pertama editor di sebuah majalah perempuan itu adalah tak mempercayainya. Ia tersentak dengan tawaran murah hati dari sang suami. Helena terlalu takut untuk mengakui bahwa dia tinggal di rumah dan menjadi seorang ibu.
Ibu Karir Cemburu
Baca Juga
Pada hari berikutnya, Helena menganalisa hari-harinya di kantor dan efeknya di dalam hidupnya. Memang ia tak mempunyai waktu untuk olahraga. Belum lagi setiap pagi ia disambut bos yang memberikan komentar menjengkelkan tentang pekerjaannya. Tak hanya masalah kerjaan, Helena takut hubungannya dengan ketiga anaknya yang berusia 8-12 tahun terpisah karena ada pengasuh. Bahkan, saat pulang kantor ia sudah terlalu lelah untuk berkomunikasi dengan suaminya.
Advertisement
Setelah memikirkannya berkali-kali, Helena menjawab tawaran suaminya dengan `setuju`. "Hari pertama saya di rumah pada beberapa bulan kemudian seperti wahyu. Saya bangkit, memberikan semua orang sarapan, menjemput anak-anak sekolah, pergi ke gym, bahkan mengobrol dengan teman," katanya.
Biasanya, Helena begitu sibuk dan stres dengan pekerjaannya sehingga merasa tak berkewajiban untuk bercakap-cakap. "Mengejutkan, setelah pagi itu, saya telah berubah menjadi salah satu dari mereka."
"Dengan mereka, saya berarti wanita yang tak bekerja. Mereka yang dulunya saya pandang sebagai musuh karena pendidikan feminis saya, tapi sekarang saya menyadari karena saya cemburu dengan mereka," tulisnya.
"Ini adalah kebenaran yang tak terucapkan mengapa banyak ibu rumah tangga diserang. Itu bukan berarti kita para ibu yang bekerja berpikir mereka (para ibu rumah tangga) lebih rendah. Sebenarnya itu karena, para ibu pekerja itu ingin menjadi mereka."
Masa Kebebasan
Helena meyakini banyak wanita pekerja yang ingin memiliki kesempatan sama dengannya, yakni berhenti dari pekerjaannya. Pandangan Helena itu mendapat dukungan. Pemerintah memperkirakan lebih dari sepertiga ibu yang bekerja ingin berhenti jika mereka bisa. Namun, ada juga beberapa ibu yang memilih tetap berkarir meski ketika mereka tak perlu lagi karena mereka lebih suka bekerja dibanding menjaga anak.
Pengalaman Helena yang berhenti bekerja melihat kebenaran yang nyata. Hubungannya dengan anak-anak makin baik dan dekat. Ada tawa di dalam mobil dalam perjalanan ke sekolah. "Pertengkaran berkurang, ada suasana tenang yang tak pernah ada sebelumnya. Saya lebih tenang, sehingga mereka lebih tenang."
Helena menyebut dirinya saat ini sebagai kebebasan. Jadi ia tak perlu mengkhawatirkan dirinya bukan siapa-siapa. "Saya menyadari bahwa saya takut mengatakan saya hanya seorang ibu rumah tangga, tapi kenapa ? Menjadi seorang ibu, seperti yang kita semua tahu, sebenarnya pekerjaan paling sulit di dunia."
"Kami memiliki semacam keseimbangan dalam hidup ... Mengingat kembali ketika saya bekerja di sebuah kantor penuh waktu, saya akan mengatakan bahwa setidaknya 70 persen dari argumen dan stres adalah sebagai akibat dari saya harus mencurahkan waktu untuk bekerja dan bukan keluarga."
"Bonus tambahannya adalah suami saya juga merasa bahagia."