Liputan6.com, Jakarta Di usia Hari Kebangkitan Nasional ke-100 pada 2008, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencanangkan agar para dokter di seluruh Indonesia untuk menyampaikan baktinya di Hari Bakti Dokter Indonesia. Dulu, para dokter itu diharapkan untuk mengadakan pembebasan jasa medik di HBDI ini. Namun, sejak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberlakukan, hal itu tak perlu lagi dilakukan.
"Sejak JKN, semua biaya pengobatan sudah ditanggung Pemerintah. Jadi, dokter-dokter ini tak perlu lagi mengadakan pembebasan jasa medik," kata Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. Zaenal Abidin, MH di Kantor Pusat IDI, Jakarta, Selasa (20/5/2014)
Di tahun ini, lanjut Zaenal, IDI menyampaikan pada keseluruhan anggotanya untuk tetap memberikan pengabdiannya dalam bentuk yang lain. "Mau donor darah, silakan. Mau ke ke panti jompo atau apa saja, silakan," kata dia menambahkan.
Rencananya, program ini akan berakhir pada 24 Oktober 2014 yang bertepatan dengan Ulang Tahun IDI.
Tahun ini tema yang diangkat untuk HBDI adalah `Dokter Untuk Bangsa: Mewujudkan Indonesia Sehat yang Berdaulat`. Tema ini diangkat karena IDI merasa bahwa sektor kesehatan yang selama diangkat hanya menjadi `aksesoris` saja. Padahal, masalah kesehatan adalah masalah yang justru akan membuat Indonesia semakin baik di mata penduduknya sendiri dan negara luar.
Pencapaian belum optimal ini dapat dilihat dari Human Development Index dan capaian atas Millenium Development Goals yang kurang menggembirakan. "HDI sangat menentukan masa depan suatu bangsa. Maju tidaknya bangsa ini tergantung dari sehat atau tidaknya sumber daya manusianya," kata Zaenal menerangkan.
Di mata IDI, dengan angka harapan hidup hanya 69,8 persen per tahun yang mana angka ini mengalami penurunan sejak 2006, membuat HDI Indonesia dikatakan masih rendah. Terlebih, buruknya tingkat gizi di beberapa wilayah.
Khususnya pada masyarakat pedalaman, Zaenal merasa belum ada kesetaraan. Bagaimana pun, masih banyak masyarakat pedalaman yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal.
"Sulit memaksakan Indonesia lebih baik dari negara luar kalau masyarakatnya justru belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Jangan pula memaksa masyarakatnya untuk mengatakan Indonesia lebih baik kalau dirinya sendiri justru mendapatkan pelayanan kesehatan dari negara luar," kata Zaenal menekankan.