Tak Cukup Hanya dengan Peringatan Bergambar di Bungkus Rokok

Peringatan bergambar menyeramkan di kemasan rokok tidak cukup bila pemerintah ingin mengurangi perokok di kalangan anak muda

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 27 Jun 2014, 07:00 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2014, 07:00 WIB
Bahaya_Rokok
Bahaya rokok dan penyakit yang diakibatkan olehnya

Liputan6.com, Jakarta Peringatan kesehatan bergambar dan tertulis pada bungkus rokok diterapkan untuk mencegah terjadinya peningkatan pada perokok pemula dan muda.

Namun Dra Retno Tyas Utami, Apt, M. Epid, mengatakan, edukasi tentang bahaya merokok tidak cukup hanya dengan dengan menempelkan gambar menyeramkan di setiap bungkus rokok. Lewat iklan pun, pemerintah masih dapat memberikan edukasi kepada para remaja.

"Remaja dan pemula ini merokok karena melihat iklan. Maka itu, diminta untuk mencantumkan gambar-gambar menyeramkan tersebut di setiap iklan rokok. Sejumlah upaya dilakukan, agar jumlah perokok remaja dan pemula tidak mengalami peningkatan," kata Retno di Aula Gedung C BPOM RI, Jalan Percetakan Negara Nomor 23, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2014).

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA menjelaskan, di iklan rokok, dapat diselipkan gambar-gambar menyeramkan ini selama beberapa detik. "Kalau misalnya iklan itu berdurasi 60 detik, 10 detik diberikan untuk memperlihatkan gambar-gambar tersebut," kata dia menambahkan.

Untuk itu BPOM bertanggung jawab membantu Pemerintah mengawasi pelaksanaan aturan yang ada untuk melindungi generasi mendatang dari bahaya rokok. Ke depannya, tren merokok di kalangan remaja berkurang sama sekali.


Baru 141 dari 3.363 Produk Rokok yang Pasang Peringatan Bergambar

Selama dua hari, pemantauan pemasangan peringatan bergambar di bungkus rokok di seluruh pelosok Indonesia dilakukan BPOM.

Hasilnya, masih banyak ditemukan merek rokok yang belum menaati peraturan yang telah diberlakukan. Dari 3.363 merek rokok, baru 141 merek rokok yang mencantumkan gambar seram di bagian depan dan belakang bungkus rokoknya.

Demikian laporan yang disampaikan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, Dr Roy A. Sparringa, M. App, Sc di Aula Gedung C BPOM, Jalan Percetakan Negara Nomor 23, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2014).

"Dari 2.270 item, yang sudah memasang peringatan kesehatan bergambar dan tertulis adalah 305 item atau sebesar 13,44 persen. Yang terdiri dari 141 merek dari 28 industri atau importir," kata Roy.

Sejak 24 sampai 25 Juni 2014, Badan POM beserta Balai Besar atau Balai POM di seluruh Indonesia telah melakukan pengawasan untuk melihat penerapan peraturan kesehatan bergambar terhadap 167 sarana produksi, importir, distribusi, dan retail. "Produksi ada 32 sarana, importir 2 sarana, distributor atau agen 27 sarana, dan retail 106 sarana," kata Roy menambahkan.

Penerapan peringatan kesehatan bergambar dan tertulis ini berlaku bagi semua produk rokok dibuat oleh 672 perusahaan, terdiri dari 669 industri dan 3 importir. Juga 3.363 merek rokok yang terdiri atas 108 industri dan 666 merek. Menurut Roy, seluruh merek ini termasuk industri kecil.

Bagi produsen yang belum menaati peraturan tersebut, BPOM akan memberikan surat teguran tertulis. Produsen yang belum mendapatkan sosialisasi peraturan terkait PHW akan diberi pembinaan.

Roy juga menjelaskan bahwa Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mendapat mandat untuk mengawasi kemasan atau label produk tembakau terkait pencantuman peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan, pencantuman informasi kesehatan seperti informasi kadar nikotin dan tar, serta pernyataan pelarangan untuk menjual rokok kepada anak berusia di bawah 18 tahun.

Selain itu, BPOM juga dapat memberikan rekomendasi sanksi, rekomendasi untuk menarik, dan rekomendasi untuk menghentikan sementara kegiatan.


5 Daerah yang Belum Lapor ke BPOM Soal Kemasan Bergambar

Sejak ditetapkan batas waktu pencantuman peringatan kesehatan berbentuk gambar (PHW) Senin (24/6/2014), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) beserta Balai Besar atau Balai POM Republik Indonesia langsung memantau pelaksanaan aturan ini di 31 provinsi. Sejauh ini, masih ada lima daerah yang belum melakukan pelaporan terkait pantaun tersebut.

"Hampir seluruh wilayah dipantau. Data terakhir yang ada pada kami, masih ada 5 daerah yang belum melapor, yaitu Gorontalo, Kendari, Kupang, Soppeng - Sulawesi Selatan, dan Manokwari," kata Dra Retno Tyas Utami, Apt, M. Epid di Aula Gedung C BPOM Jalan Percetakan Negara Nomor 23, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2014).

Menurut Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM RI, kendala ini disebabkan masalah teknis dan kendala lalu lintas yang tidak memadai di daerah tersebut. "Mereka harus mengirimkan ke kami dalam bentuk email, jaringan di sana masih menjadi kendala. Lalu lintas juga demikian, mereka harus sampai ke pos agar dapat mengirimkan berita," kata Retno menerangkan.

Kendala lain yang membuat BPOM belum dapat mendata secara menyeluruh, adalah kantor yang hanya berjumlah 31 di seluruh Indonesia. Sementara ada 33 provinsi.

"Petugas di balai pun cuma sedikit, karena harus ada yang kerja di laboratarium juga," kata Retno menekankan.


BPOM Tak Takut Hadapi Produsen Rokok Bandel

 

Sejumlah merek rokok belum memenuhi kewajiban untuk memasang peringatan kesehatan bergambar dan tertulis di setiap bungkus rokok. Namun, belum ada sanksi yang pasti untuk para produsen rokok yang bandel tersebut. Padahal, produsen rokok sudah diberi tenggang waktu selama 18 bulan sejak 2013.

Apakah ini karena BPOM takut? "Enggak, kami tidak takut sama sekali. Kami akan menjatuhkan sanksi bagi mereka yang belum menaati peraturan tersebut," kata Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, Dra. Retno Tyas Utami, Apt, M. Epid di Aula Gedung C BPOM RI, Jalan Percetakan Negara Nomor 23, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2014).

Menurut Retno, BPOM sudah terbiasa membuat perjanjian dengan perusahaan farmasi yang kaya. "Deal sama farmasi yang kaya-kaya itu enggak papa, enggak masalah," kata dia menambahkan.

Retno menyangkal apabila ada pendapat yang menyebutkan bahwa BPOM takut untuk menjatuhkan sanksi kepada produsen rokok, karena anggapan mereka penyumbang cukai terbanyak di Indonesia.

"Penyakit rokok menghabiskan lebih banyak dana, daripada biaya cukai yang mereka bayar. Penyakit kardiovaskular, berobatnya itu seumur hidup," kata dia menekankan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya