Liputan6.com, Jakarta Tak sedikit perokok yang ingin lepas dari belenggu kecanduan nikotin namun usahanya sering kali gagal. Kabar baiknya, dengan melibatkan bantuan medis berupa kombinasi antara obat dan hipnosis kedokteran ternyata efektif membantu perokok lepas dari kebiasaan buruknya tersebut.
Menurut dr. Dharmady Agus, Sp.KJ usai presentasi disertasi meraih gelar Doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (22/7/2014), motivasi dalam diri untuk berhenti merokok hanya berdampak sekitar 3-5 persen. "Oleh karena itu, perokok memerlukan bantuan medis," tambahnya.
Beragam cara digunakan ahli medis untuk membantu perokok berhenti merokok. Dalam penelitian disertasinya, dr Dharmady menggunakan kombinasi antara vareniklin tartrat (VT) dan hipnosis kedokteran.
Vareniklin tartrat adalah obat yang dapat mengurangi kecanduan akan kandungan nikotin pada rokok. Sedangkan, hipnosis kedokteran merupakan suatu cara yang digunakan terapis atau psikiatri yang dalam penelitian ini menempatkan perokok pada hypnotic state sehingga mudah memasukkan sugesti-sugesti positif seperti tentang buruknya manfaat merokok dan manfaat yang diperoleh saat tidak merokok. Sehingga bisa mengendap di alam sadarnya yang bisa mengubah kebiasaan yang bisa jadi perilaku baru. Â
Baca Juga
Penelitian ini dilakukan selama 12 minggu dengan meneliti 100 perokok kategori sedang dan berat baik pria dan wanita yang terbagi jadi dua kelompok. Hasilnya,
Advertisement
Terapi berjalan efektif
Secara statistik, terapi kombinasi VT dan hipnosis kedokteran lebih efektif dibandingkan VT dan edukasi.
Kelompok yang menggunakan pengobatan kombinasi VT dan hipnosis kedokteran, tingkat keberhasilan jangka panjang mencapai 86% sedangkan kelompok yang menggunakan VT dan edukasi di angka 68%.
"Ini artinya hanya 7 orang dari 50 perokok yang tidak berhasil berhenti merokok dengan terapi kombinasi VT dan hipnosis kedokteran," jelas dokter yang bekerja di RS Atma Jaya Jakarta ini.
Sayangnya, pengobatan dengan terapi kombinasi antara VT dan hipnosis kedokteran dinilai masih mahal. "VT masih diimpor karena belum ada perusahaan obat di Indonesia memproduksinya dan terapis juga butuh keahlian yang baik," jelas dr Dharmady.
Jika sulit mendapatkan terapi kombinasi ini, dr Dharmady pun menyarankan bagi perokok menggunakan terapi kombinasi VT dan edukasi yang lebih murah meski tingkat efektivitasnya lebih rendah.
Â
Advertisement