Liputan6.com, Jakarta
Menurut data yang diperoleh Polres Gunung Kidul dan RSUD Wonosari sejak tahun 2001 hingga 2011 terdapat 314 kasus bunuh diri. Aksi bunuh diri paling banyak dilakukan oleh lansia dan usia produktif. Sayangnya, apa yang dilakukan oleh orang dewasa ini ditiru oleh anak-anak.
Sekitar 5% aksi bunuh diri di Gunung Kidul dilakukan oleh mereka dibawah 18 tahun. Lalu, 35% dilakukan oleh usia 18-45 tahun. Untuk usia 45-60 tahun berada pada kisaran 24%. Kasus tertinggi kebanyakan dilakukan oleh para lansia. Paling banyak dilakukan dengan gantung diri dan konsumsi racun.
"Aksi bunuh diri pada anak-anak lebih dipicu adanya role model. Tindakan ini dilakukan ketika ada yang ia tiru. Ini sangat serius jika aksi bunuh diri dibiarkan," tegas psikiater RSUD Wonosari dokter Ida Rochmawati, SpKJ dalam kesempatan Workshop hari Peringatan Pencegahan Bunuh Diri Sedunia di Hotel Ibis, Jakarta seperti ditulis Selasa (16/9/2014).
Advertisement
Ketika aksi bunuh diri dibiarkan akan menjadi hal yang biasa. Sehingga menurut anak-anak, bunuh diri merupakan cara untuk menyelesaikan masalah.
Lebih lanjut, pemberitaan berlebihan dan mendetail yang sering disampaikan oleh media massa mempunyai peran besar aksi bunuh diri pada anak-anak. "Media massa itu menginspirasi dan berkontribusi terhadap upaya bunuh diri," jelas dokter Ida.
Dokter Ida pun menyarankan kepada media massa untuk memberitakan bunuh diri dengan misi mengedukasi masyarakat termasuk anak-anak. Tak sekedar mencari berita yang menjual saja.
Bunuh diri memang bukan masalah yang dianggap enteng. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak tahun 2003 menganggap ini adalah isu serius hingga bersama International Association of Suicide memeringati hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia setiap tanggal 10 September.