Liputan6.com, Jakarta - Sebuah Kapal Pinisi asal Swedia yang mengemban misi sosial di bidang kesehatan, edukasi, dan community development di daerah Indonesia Timur, `Sail Vega` membawa kabar kurang sedap terkait kesehatan gigi dan mulut masyarakat di sana.
Ternyata, dari 18 pulau yang rutin mereka kunjungi, hanya ada satu pulau yang memiliki dokter gigi, dan itu pun jumlahnya hanya satu orang. Sehingga, masyarakat di sana tidak mendapatkan edukasi yang benar tentang bagaimana merawat kesehatan gigi dan mulut. Bahkan, mereka tak mengenal apa itu sikat gigi.
"Mereka menggunakan batang pohon untuk membersihkan giginya, yang kebanyakan menggunakan batang kayu manis," kata Kapten Sail Vega, Shane Granger.
Advertisement
Fakta dari lapangan yang dibawa oleh Sail Vega turut mendukung hasil dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Di mana masyarakat Maluku dan Nusa Tenggara Barat, termasuk wilayah Laut Banda dan Sumbawa Timur, memiliki prevalensi permasalahan gigi dan mulut sebesar 27 persen. Artinya, satu dari empat orang penduduk di Maluku dan Nusa Tenggara Barat memiliki masalah gigi dan mulut.
"Setelah kami terjun untuk mengedukasi mereka, kami sadar bahwa sesungguhnya masyarakat di sana memiliki keinginan kuat untuk berubah, dan mengetahui kebiasaan yang lebih baik seperti menjaga kebersihan gigi," kata Shane. Sayang, keinginan ini tidak didukung oleh pengetahuan dan alat untuk menyikat gigi yang layak.
Head of Corporate and Marketing Communication OT Group, Yuna Eka Kristina mengatakan, kondisi memprihatinkan ini membuat Formula lebih berperan aktif dalam mengurangi angka permasalahan gigi dan mulut di Indonesia melalui kegiatan sosial yang diberi nama `Formula untuk Indonesia`.
Oleh karena itu, Formula putuskan bekerjasama dengan Sail Vega untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia Timur dengan memberikan dukungan berupa sikat gigi dan materi edukasi yang akan digunakan oleh guru, serta bidan setempat untuk mengajarkan cara merawat kesehatan gigi dan mulut.
Baik Formula maupun Sail Vega berharap, dengan kegiatan sosial ini tidak ada lagi masyarakat di sana yang menggunakan ranting pohon sebagai alat untuk merawat kesehatan gigi.
Prof Dr drg Melanie S. Djamil, MBiomed FICD Lab BioCORE dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti menjelaskan, penggunaan ranting pohon yang dilakukan terus menerus tentu akan berakibat buruk untuk mulut.
“Yang harus menjadi perhatian ketika menggunakan ranting pohon sebagai pembersih gigi adalah faktor higienitasnya. Selain itu, bila cara yang digunakan salah, maka penggunaan ranting pohon justru akan merusak gigi,” kata Prof Mel menjelaskan dikutip dari keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com pada Sabtu (13/6/2015).
Pada dasarnya, lanjut Prof Mel, edukasi kesehatan gigi dan mulut adalah hal penting, karena masalah gigi dapat menjalar pada risiko penyakit berbahaya lainnya. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari banyak pihak seperti Fakultas Kedokteran Gigi dan produsen produk perawatan gigi dan mulut.