Hampir Separuh Jajanan Anak di Sekolah Tidak Sehat

Apa jadinya bila sebagian besar makanan yang dikonsumsi anak-anak di sekolah atau lingkungannya tidak sehat?

oleh Fitri Syarifah diperbarui 18 Sep 2015, 08:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2015, 08:00 WIB
20150728-Permukiman-Kumuh-Jakarta3
Sejumlah siswa siswi SD melintas di rel kereta di kawasan Kampung bandan, Jakarta, Selasa (28/7/2015). Pemprov DKI Jakarta berencana menata sekitar Stasiun dengan membangun rumah susun yang memanfaatkan lahan milik PT KAI. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Apa jadinya bila sebagian besar makanan yang dikonsumsi anak-anak di sekolah atau lingkungannya tidak sehat? Data Riskesdas 2010 mencatat, camilan anak memiliki kontribusi untuk mencukupi kebutuhan energi 24 persen, protein 19 persen, lemak 29 persen, karbohidrat 25 persen, dan kebutuhan mineral lainnya.

Mirisnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan justru menemukan, hampir sebagian besar jajanan anak justru tidak sehat atau sekitar 44 persennya memiliki zat adiktif.

Kepala bidang SD Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Dr Kanti Herawati mengatakan, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima banyak mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) ilegal seperti:

1. Borax (pengempal yang mengandung logam berat Boron)

2. Formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat)

3. Rhodamin B (pewarna merah pada tekstil)

4. Methanol Yellow (pewarna kuning pada tekstil)

"Gangguan kesehatan akibat jajan sembarangan, seperti sakit perut, pusing, mual, batuk, atau sakit tenggorokan, menjadi alasan umum banyaknya siswa sekolah dasar tidak dapat mengikuti kegiatan belajar di Sekolah, hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai akademis anak," katanya, melalui siaran pers yang diterima Liputan6.com, Kamis (17/9/2015).

Di sisi lain, Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM Drs. Halim Nababan, MM mengatakan, menurut data BPOM pada 2014, dalam kurun waktu 4 tahun angka persentase Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang memenuhi persyaratan keamanan pangan meningkat dari sekitar 56 persen pada 2010 menjadi lebih dari 76 persen pada akhir 2014.

"Dari jenis cemaran, persentase PJAS yang tercemar bahan berbahaya turun dari 18 persen pada tahun 2010 menjadi 9 persen pada tahun 2014. Penggunaan BTP yang melebihi takaran juga menurun. Namun hal ini masih menjadi tantangan besar semua pihak untuk memperbaiki kualitas Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Indonesia," ujarnya.

Untuk itu, tambah dia, BPOM masih secara rutin melalukan sidak secara teratur dengan pengambilan sampel dan pengujian pangan jajanan anak sekolah, edukasi kepada pedagang yang dagangannya mengandung bahan berbahaya agar tidak menggunakannya lagi, serta membuat pangan jajanan anak sekolah yang memenuhi persyaratan kesehatan. 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya