Hidung Bisa Mencium Bau Kematian?

Rupanya, kadang-kadang hidung kita tahu lebih dari yang kita lakukan.

oleh Risa Kosasih diperbarui 26 Okt 2015, 14:00 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2015, 14:00 WIB
 Hidung Bisa Mencium Bau Kematian?
Manusia jelas juga menghadapi ancaman dan pada umumnya kita meningkatkan kewaspadaan dengan mempertajam reaksi, serta bersiap diri agar melawan atau lari. (Sumber: (Foto: acnefacemask.blogspot.com)

Liputan6.com, Arkansas - Ketika hewan mati dan melepaskan bau yang tak mengenakkan karena putresin, penelitian terbaru menunjukkan bahwa manusia, seperti binatang, memahami dan menanggapi aroma ini sebagai ancaman.

Putresin adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan dari pemecahan asam lemak dalam jaringan tubuh yang membusuk. "Ini merupakan hasil pertama yand menunjukkan bahwa senyawa kimia tertentu (putresin) dapat diproses sebagai sinyal ancaman," kata Dr Arnaud Wisman, penulis dan psikolog dari University of Kent, dikutip dari medicaldaily.com, Senin (26/10/2015) siang tadi.

Dr Ilan Shrira, penulis lain serta asisten dosen tamu di kelas psikologi Arkansas Tech University menimpali, "Sejauh ini, hampir semua bukti chemosignals (sinyal kimia) datang dari mereka yang mengirimkan atau memancarkannya dari keringat tubuh." 

"Kita tak tahu mengapa kita suka (atau tidak suka) bau seseorang dan kita biasanya tidak menyadari bagaimana aroma bisa mempengaruhi emosi, preferensi, dan sikap kita. Ini sulit untuk membayangkan aroma yang menakutkan," kata Wisman dan Shrira dalam sebuah email kepada Medical Daily.

Namun, dalam kerajaan hewan, aroma merupakan hal paling dasar untuk menentukan kelangsungan hidup mereka. Berbagai penelitian telah menunjukkan kalau putresin bertindak sebagai sensor kimia (chemosensery) yang begitu kuat untuk memicu hewan meninggalkan atau menghindari daerah tertentu.

Manusia jelas juga menghadapi ancaman dan pada umumnya kita meningkatkan kewaspadaan dengan mempertajam reaksi, serta bersiap diri agar melawan atau lari. Melawan adalah reaksi yang lebih umum untuk merespons ancaman, tapi lari atau menghindar sebetulnya respons yang lebih disukai manusia dalam beberapa kasus.

"Peserta dalam penelitian kami mungkin paling tidak menyadari efek putresin pada perilaku mereka karena orang tak akrab dengan putresin dan tidak sadar mengasosiasikannya dengan kematian atau takut," kata Wisman dan Shrira.

Dua peneliti ini juga mengungkapkan kalau putresin berbeda dengan feromon, yakni sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya pikat seksual kepada lawan jenis.

"Putresin adalah jenis sinyal yang berbeda dengan feromon, tapi respons orang terhadap putresin (menghindar dan benci) tampaknya memang menjadi kebalikan dari respons seksual feromon. Dalam kasus keduanya, baik putresin dan feromon menimbulkan reaksi yang sangat manusiawi. Rupanya, kadang-kadang hidung kita tahu lebih dari yang kita lakukan," pungkasnya. (*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya