Liputan6.com, Jakarta Di bawah terik matahari Madinah yang menyengat, Qais bin Shirmah, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW dari kalangan Anshar, terkulai lemas. Tubuhnya lunglai, jatuh tersungkur di hamparan kebun kurma tempat ia bekerja keras seharian. Ia pingsan. Ini terjadi di tahun kedua Hijriah, tahun pertama diwajibkannya puasa Ramadan, saat Qais, seorang pekerja keras yang tak sempat sahur, tak kuasa menahan rasa lelah dan haus yang luar biasa.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Qais adalah sosok teladan, seorang sahabat yang taat beribadah meskipun harus bekerja keras sebagai petani. Namun, pada masa awal disyariatkannya puasa Ramadan, aturannya belum sejelas sekarang. Belum ada panduan yang pasti tentang waktu sahur dan berbuka, sehingga banyak sahabat yang mengalami kesulitan. Kisah Qais menjadi bukti nyata tantangan tersebut.
Peristiwa pingsannya Qais ini menjadi titik balik penting dalam sejarah Islam. Ia bukan sekadar kisah seorang sahabat yang kelelahan, melainkan sebuah catatan sejarah yang menunjukkan betapa Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya. Kisah ini juga menjadi bukti bagaimana syariat Islam berkembang dan beradaptasi dengan kondisi manusia.
Simak kisah selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Minggu (9/3/2025).
Latar Belakang Sejarah Puasa Awal Islam
Pada awal-awal diwajibkannya puasa Ramadan, aturannya masih sangat sederhana dan belum sedetail sekarang. Para sahabat menjalankan puasa dengan penuh keikhlasan, namun juga dengan tantangan yang berat. Mereka harus berpuasa dari setelah salat Isya hingga terbenam matahari, tanpa panduan yang jelas mengenai waktu sahur.
Bayangkan, mereka tidak diperbolehkan makan, minum, bahkan berhubungan suami istri sejak setelah salat Isya. Kondisi ini tentu sangat berat, terutama bagi mereka yang bekerja keras seperti Qais bin Shirmah. Belum adanya batasan waktu yang jelas membuat banyak sahabat mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah puasa.
Perbedaan aturan puasa saat itu dengan sekarang sangat signifikan. Kini, kita memiliki panduan yang jelas mengenai waktu sahur dan berbuka, sehingga kita dapat mempersiapkan diri dengan baik. Kita juga memahami pentingnya sahur sebagai bekal energi untuk menjalani puasa seharian.
Kondisi ini berbeda dengan para sahabat pada masa itu yang harus berjuang menghadapi tantangan fisik dan mental dalam berpuasa. Mereka tidak memiliki kemudahan seperti yang kita nikmati saat ini, namun mereka tetap menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan dan ketaatan.
Advertisement
Kronologi Kisah Qais bin Shirmah
Qais bin Shirmah, seorang buruh di kebun kurma, menghabiskan seharian bekerja keras di bawah terik matahari. Tubuhnya lelah, keringatnya membasahi pakaiannya. Ia sangat menantikan waktu berbuka puasa.
Sepulang kerja, ia bergegas pulang ke rumah dengan harapan menemukan makanan untuk berbuka. Namun, betapa terkejutnya ia ketika istrinya mengatakan bahwa mereka tidak memiliki makanan sama sekali.
“Maafkan aku, suamiku. Hari ini kita tidak punya makanan apa pun,” kata istrinya. “Aku akan segera mencarinya.” Istri Qais pun pergi mencari makanan.
Qais yang kelelahan dan haus, akhirnya tertidur pulas tanpa sempat berbuka puasa. Ia tertidur lelap, tak menyadari bahwa waktu berbuka telah tiba.
Istrinya kembali beberapa saat kemudian dengan membawa sedikit makanan. Namun, melihat suaminya tertidur pulas, ia merasa iba dan tidak tega membangunkannya.
Keesokan harinya, Qais yang masih dalam keadaan lemah dan belum makan sejak hari sebelumnya, kembali bekerja. Namun, karena kelelahan dan kekurangan energi, ia pun pingsan di tengah pekerjaannya.
Turunnya Wahyu QS. Al-Baqarah 187
Para sahabat yang melihat Qais pingsan segera melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah SAW. Mereka menceritakan betapa beratnya menjalankan puasa tanpa panduan yang jelas mengenai waktu makan dan minum.
Sebagai respons atas peristiwa tersebut, Allah SWT menurunkan wahyu yang tertuang dalam QS. Al-Baqarah ayat 187:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ ١٨٧
Artinya: "Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat ini menjelaskan secara detail tentang waktu sahur dan berbuka, serta memberikan keringanan bagi mereka yang mengalami kesulitan.
Ayat tersebut juga menjelaskan makna “benang putih dan benang hitam”, yang merupakan metafora untuk menggambarkan waktu fajar. Dengan turunnya ayat ini, umat Islam memiliki panduan yang jelas tentang waktu berpuasa.
Kegembiraan menyelimuti umat Islam setelah turunnya ayat tersebut. Mereka bersyukur atas kemudahan dan kejelasan aturan puasa yang diberikan Allah SWT. Puasa Ramadan yang tadinya terasa berat, kini menjadi lebih mudah dijalankan.
Advertisement
Hikmah bagi Umat Islam Masa Kini
Kisah Qais bin Shirmah mengajarkan kita betapa Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ia memberikan keringanan (rukhsah) dalam beribadah kepada hamba-Nya yang mengalami kesulitan.
Pentingnya sahur sebagai bekal energi untuk menjalani puasa seharian juga menjadi pelajaran berharga. Sahur bukan sekadar sunnah, tetapi juga kebutuhan fisik untuk menjaga kesehatan dan stamina.
Syariat Islam senantiasa beradaptasi dengan kondisi manusia. Aturan puasa yang kita jalani saat ini merupakan hasil dari proses pemahaman dan penyesuaian terhadap kondisi manusia.
Islam adalah agama yang memperhatikan keseimbangan ruhani dan jasmani. Puasa bukan hanya ibadah spiritual, tetapi juga memiliki dampak positif bagi kesehatan fisik.
Mari kita syukuri kemudahan yang kita nikmati dalam menjalankan ibadah puasa saat ini. Kita tidak perlu lagi menghadapi kesulitan seperti yang dialami para sahabat pada masa awal Islam.
Semoga kisah Qais bin Shirmah ini dapat meningkatkan rasa syukur kita atas evolusi ketentuan puasa yang lebih manusiawi dan mendorong kita untuk menjalankan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan dan kesadaran.
Pengorbanan dan kesulitan yang dialami para sahabat terdahulu, seperti Qais bin Shirmah, telah membuka jalan bagi kemudahan ibadah yang kita nikmati saat ini. Kisah mereka mengingatkan kita untuk selalu mensyukuri nikmat Allah SWT.
Memahami konteks sejarah puasa Ramadan akan membantu kita menghayati hikmah dan makna puasa dengan lebih mendalam. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga proses peningkatan spiritualitas.
Marilah kita menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan penuh kesyukuran atas ketentuan yang telah dipermudah oleh Allah SWT. Semoga kita dapat meraih keberkahan dan ampunan-Nya.
Semoga kisah ini menginspirasi kita semua untuk senantiasa bersyukur atas segala kemudahan yang telah diberikan Allah SWT dalam menjalankan ibadah puasa dan selalu meneladani keikhlasan para sahabat Nabi dalam menjalankan perintah-Nya.
