Liputan6.com, Jakarta Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu sebagai penyempurna ibadah puasa di bulan Ramadhan. Memahami dalil zakat fitrah beserta artinya menjadi sangat penting untuk mengetahui landasan hukum serta hikmah di balik kewajiban ini. Sejumlah dalil dari Al-Quran dan hadits telah menjelaskan secara rinci tentang keutamaan menunaikan zakat fitrah, waktu pelaksanaannya, serta golongan yang berhak menerimanya.
Baca Juga
Advertisement
Dalam Islam, dalil zakat fitrah beserta artinya menunjukkan bahwa zakat fitrah bukan sekadar ritual tahunan, melainkan memiliki dimensi spiritual dan sosial yang mendalam. Zakat fitrah berfungsi sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia, sekaligus sebagai bantuan bagi mereka yang membutuhkan agar dapat merasakan kebahagiaan di hari raya. Melalui dalil zakat fitrah beserta artinya, kita dapat memahami bahwa puasa Ramadhan kita digantungkan antara langit dan bumi, dan tidak akan diangkat ke sisi Allah kecuali dengan menunaikan zakat fitrah.
Para ulama telah menjelaskan berbagai dalil zakat fitrah beserta artinya dari Al-Quran, hadits-hadits shahih, dan berbagai kitab klasik. Dalil-dalil dari Al-Quran menjadi landasan utama kewajiban zakat secara umum, sementara hadits-hadits Nabi Muhammad SAW memberikan penjelasan lebih spesifik mengenai zakat fitrah. Selain itu, terdapat pula penjelasan dari para ulama dalam berbagai kitab yang memperkuat pemahaman kita tentang dalil zakat fitrah beserta artinya.
Mari kita telaah satu per satu dalil-dalil tersebut untuk memperdalam pemahaman kita tentang kewajiban zakat fitrah, dalam rangkuman yang telah Liputan6.com susun berikut ini, pada Minggu (9/3).
1. Dalil dari Al-Quran Surat At-Taubah Ayat 103
Al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam telah menyebutkan kewajiban zakat dalam berbagai ayat. Salah satu ayat yang menjadi dalil kuat tentang kewajiban zakat fitrah adalah Surat At-Taubah ayat 103:
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: "Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Ayat ini menjelaskan fungsi utama zakat, termasuk zakat fitrah, yaitu untuk membersihkan dan mensucikan harta dan jiwa pemberinya. Kata "tuthahhiruhum" (membersihkan mereka) dan "tuzakkihim" (mensucikan mereka) menunjukkan bahwa zakat memiliki dimensi spiritual yang sangat penting dalam membersihkan jiwa dari sifat kikir dan cinta berlebihan terhadap harta dunia.
Selain itu, ayat ini juga mengajarkan bahwa dengan menunaikan zakat fitrah, seorang muslim akan mendapatkan doa dari penerima zakat atau amil zakat yang menumbuhkan ketentraman dalam jiwa. Hal ini menunjukkan betapa Allah SWT telah menyediakan manfaat ganda bagi orang yang menunaikan zakat fitrah, yaitu pembersihan jiwa dan harta, serta ketentraman batin berkat doa yang dipanjatkan untuk mereka.
Dalam konteks zakat fitrah, ayat ini menjadi landasan bahwa zakat fitrah berfungsi untuk membersihkan diri pemberinya dari dosa-dosa kecil yang mungkin dilakukan selama bulan Ramadhan, sehingga ia dapat menyambut hari raya dengan jiwa yang bersih dan suci.
2. Dalil dari Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 43
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 43 yang menjadi salah satu dalil zakat fitrah:
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ
Artinya: "Dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk."
Ayat ini berisi perintah langsung dari Allah SWT untuk melaksanakan shalat dan menunaikan zakat. Penggunaan kata perintah (fi'il amr) "aatu" (tunaikanlah) menunjukkan bahwa zakat, termasuk zakat fitrah, adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat.
Menariknya, dalam ayat ini Allah SWT menyandingkan perintah menunaikan zakat dengan perintah mendirikan shalat. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya kedudukan zakat dalam Islam, setara dengan shalat yang merupakan tiang agama. Jika shalat merupakan bentuk ibadah langsung kepada Allah (hablun minallah), maka zakat adalah bentuk ibadah sosial (hablun minannas) yang menunjukkan kepedulian terhadap sesama manusia.
Dalam konteks zakat fitrah, ayat ini menjadi landasan bahwa zakat fitrah adalah kewajiban (wajib 'ain) bagi setiap muslim yang memenuhi syarat, baik laki-laki maupun perempuan, merdeka maupun budak, anak-anak maupun dewasa. Dengan menunaikan zakat fitrah, seorang muslim telah melaksanakan salah satu perintah Allah SWT yang disebutkan dalam ayat ini.
Advertisement
3. Dalil dari Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 277
Dalil selanjutnya yang menjelaskan tentang kewajiban dan keutamaan zakat fitrah terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 277:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Artinya: "Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."
Ayat ini menjelaskan balasan yang Allah SWT sediakan bagi orang-orang yang menunaikan zakat, termasuk zakat fitrah. Terdapat tiga janji Allah dalam ayat ini bagi orang yang menunaikan zakat: pertama, mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT; kedua, mereka tidak akan merasa takut; dan ketiga, mereka tidak akan bersedih hati.
Janji pertama berhubungan dengan balasan di akhirat, dimana orang yang menunaikan zakat fitrah akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah SWT. Sementara dua janji berikutnya berkaitan dengan kehidupan di dunia, yaitu terbebas dari rasa takut dan kesedihan. Ini menunjukkan bahwa menunaikan zakat fitrah tidak hanya berdampak pada kehidupan akhirat, tetapi juga memberikan ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan dunia.
Dalam konteks zakat fitrah, ayat ini mengajarkan bahwa zakat fitrah adalah salah satu wujud syukur atas nikmat Allah SWT yang telah memampukan kita untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Dengan menunaikan zakat fitrah, seorang muslim akan mendapatkan balasan berupa pahala dari Allah SWT, serta ketenangan jiwa dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4. Dalil dari Al-Quran Surat At-Taubah Ayat 60
Allah SWT berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 60 yang menjadi dalil tentang penerima zakat fitrah:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."
Ayat ini menjelaskan dengan rinci delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat, termasuk zakat fitrah. Golongan-golongan tersebut adalah: fakir (orang yang tidak memiliki harta dan tidak memiliki pekerjaan), miskin (orang yang memiliki harta tetapi tidak mencukupi kebutuhan), amil zakat (orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat), mualaf (orang yang baru masuk Islam), riqab (budak yang ingin memerdekakan diri), gharim (orang yang berhutang untuk keperluan yang baik), fi sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah), dan ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal).
Kata "innama" (sesungguhnya hanyalah) pada awal ayat menunjukkan pembatasan, yang berarti zakat fitrah hanya boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut dan tidak boleh diberikan kepada golongan lain. Selain itu, penggunaan kata "faridhatan minallah" (sebagai kewajiban dari Allah) menegaskan bahwa ketentuan ini adalah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT dan harus ditaati oleh setiap muslim.
Dalam konteks zakat fitrah, ayat ini menjadi panduan dalam mendistribusikan zakat fitrah kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Distribusi yang tepat sasaran akan memastikan bahwa zakat fitrah dapat memenuhi fungsinya, baik sebagai pembersih bagi pemberinya maupun sebagai bantuan bagi penerimanya.
5. Dalil dari Hadits Riwayat Bukhari
Setelah menelaah dalil-dalil dari Al-Quran, kita akan melihat dalil-dalil dari hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang paling kuat dalam menerangkan kewajiban zakat fitrah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma:
فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
Artinya: "Rasulullah Saw., mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan sholat ied." (HR. Bukhari)
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap muslim, tanpa membedakan status sosial, jenis kelamin, atau usia. Penggunaan kata "faradha" (mewajibkan) menunjukkan bahwa zakat fitrah bukan sekadar sunnah atau anjuran, melainkan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim.
Hadits ini juga menjelaskan beberapa hal penting tentang zakat fitrah:
- Jenis makanan pokok yang dapat digunakan untuk zakat fitrah, yaitu kurma atau gandum
- Ukuran zakat fitrah, yaitu satu sha' (sekitar 2,5 kg)
- Siapa saja yang wajib menunaikan zakat fitrah, yaitu setiap muslim baik merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa
- Waktu menunaikan zakat fitrah, yaitu sebelum shalat Ied
Dalam konteks modern, para ulama berpendapat bahwa zakat fitrah dapat ditunaikan dengan makanan pokok yang berlaku di masing-masing daerah, seperti beras di Indonesia. Selain itu, berdasarkan hadits ini, zakat fitrah juga dapat dibayarkan dengan nilai uang yang setara dengan harga makanan pokok tersebut, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
6. Dalil dari Hadits Riwayat Abu Daud
Dalil selanjutnya tentang zakat fitrah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud:
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ الرَّفَثِ وَاللَّغْوِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Artinya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah, sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia, dan ucapan tidak baik, dan sebagai makanan bagi orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat hari raya maka zakatnya diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat hari raya maka termasuk sedekah biasa." (HR Abu Daud)
Hadits ini menjelaskan dua fungsi utama zakat fitrah. Pertama, sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan ucapan tidak baik yang mungkin dilakukan selama bulan Ramadhan. Kedua, sebagai bantuan makanan bagi orang-orang miskin, sehingga mereka juga dapat merasakan kebahagiaan di hari raya.
Selain itu, hadits ini juga menjelaskan waktu menunaikan zakat fitrah, yaitu sebelum shalat Ied. Jika zakat fitrah ditunaikan sebelum shalat Ied, maka zakatnya diterima sebagai zakat fitrah. Namun, jika ditunaikan setelah shalat Ied, maka statusnya berubah menjadi sedekah biasa, bukan lagi sebagai zakat fitrah.
Hadits ini mengajarkan bahwa zakat fitrah memiliki dimensi spiritual dan sosial yang saling melengkapi. Dimensi spiritual berkaitan dengan pembersihan diri dari dosa-dosa kecil yang mungkin dilakukan selama bulan Ramadhan, sedangkan dimensi sosial berkaitan dengan bantuan kepada orang-orang miskin agar mereka juga dapat merasakan kebahagiaan di hari raya.
Advertisement
7. Dalil dari Kitab Misykat al-Anwar Karya Imam al-Ghazali
Setelah menelaah dalil-dalil dari Al-Quran dan hadits, kita akan melihat dalil-dalil dari kitab-kitab para ulama. Salah satunya adalah dalil dari kitab Misykat al-Anwar karya Imam al-Ghazali, yang menyebutkan sabda Rasulullah SAW:
"Barang siapa mengeluarkan zakat fitrah ia akan memperoleh untuk tiap butir tujuh puluh ribu gedung, luas tiap gedung ialah antara masyrik dan maghrib (Timur-Barat)." (Misyakatul-Anwar)
Dalil ini menunjukkan betapa besarnya pahala yang Allah SWT sediakan bagi orang yang menunaikan zakat fitrah. Setiap butir atau biji dari zakat fitrah yang dikeluarkan akan mendatangkan balasan berupa tujuh puluh ribu gedung yang luasnya sangat besar, yakni sepanjang timur hingga barat.
Ini menggambarkan betapa Allah SWT sangat menghargai ibadah sosial ini, dan betapa Dia memberikan balasan yang berlipat ganda bagi hamba-Nya yang taat. Dalil ini juga mengajarkan kepada kita bahwa sekecil apapun amal kebaikan yang kita lakukan, khususnya dalam hal menunaikan zakat fitrah, Allah akan membalasnya dengan balasan yang luar biasa.
Hal ini seharusnya menjadi motivasi bagi setiap muslim untuk tidak menunda-nunda dalam menunaikan zakat fitrahnya, dan melaksanakannya dengan ikhlas dan penuh ketulusan hati. Zakat fitrah yang ditunaikan dengan niat yang tulus akan mendapatkan balasan yang jauh lebih besar dari nilai material yang dikeluarkan.
8. Dalil dari Kitab Durratunnashihin
Dalam kitab Durratunnashihin, terdapat sebuah riwayat tentang sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu Sayyidina Usman bin Affan ra. Dikisahkan bahwa beliau pernah lupa mengeluarkan zakat fitrahnya sebelum shalat Ied. Sebagai bentuk penyesalan dan upaya untuk menebus kelalaiannya, Usman bin Affan kemudian memerdekakan seorang hamba sahaya.
Ketika Usman bin Affan memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda: "Hai Usman! Andaikata engkau memerdekakan seratus hamba sahaya sebagai tebusan kelalaianmu, tidaklah akan menyamai pahala zakat fitrah yang dibagikan sebelum shalat Ied." (Zubdatul-Wa'idhin, Kitab Durratunnashihin)
Dalil ini mengajarkan beberapa hal penting mengenai zakat fitrah. Pertama, bahwa waktu pelaksanaan zakat fitrah yang utama adalah sebelum shalat Ied. Kedua, dalil ini menunjukkan betapa besarnya nilai zakat fitrah yang dikeluarkan tepat pada waktunya, hingga melebihi pahala memerdekakan seratus budak. Ini menggambarkan betapa pentingnya aspek waktu dalam menunaikan zakat fitrah.
Riwayat ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak menunda-nunda dalam melaksanakan kewajiban, khususnya dalam menunaikan zakat fitrah. Meskipun Usman bin Affan adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sangat dermawan dan mulia, tetapi kelalaiannya dalam menunaikan zakat fitrah tepat pada waktunya tetap mendapat teguran dari Rasulullah SAW. Ini menunjukkan bahwa menunaikan zakat fitrah pada waktunya adalah hal yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan oleh siapapun.
9. Dalil dari Kitab Karya Sayyid Murtadha Az-Zabidi
Dalam pemahaman tentang zakat fitrah, terdapat satu dalil penting yang diriwayatkan oleh Imam Waqi' bin al-Jarrah, yang tidak lain adalah guru dari Imam Syafi'i. Pernyataan ini tercatat dalam kitab Ithafussadatil Muttaqin, karya Sayyid Murtadha az-Zabidi, juz 4, halaman 53.
Imam Waqi' mengungkapkan sebuah perumpamaan yang sangat mendalam tentang fungsi zakat fitrah. Beliau menyatakan:
قال وكيع بن الجراح زكاة الفطرة لشهر رمضان كسجدة السهو للصلاة تجبر نقصان الصوم كما يجبر السجود نقصان الصلاة
Artinya: "Berkata Imam Waqi' bin al-Jarrah: zakat fitrah pada bulan Ramadhan memiliki kesamaan fungsi dengan sujud sahwi dalam shalat. Zakat fitrah menutup kekurangan puasa, sebagaimana sujud sahwi menutup kekurangan shalat."
Pernyataan ini menggambarkan fungsi zakat fitrah yang sangat penting dalam menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan. Sebagaimana kita ketahui, manusia tidak luput dari kesalahan dan kekurangan dalam beribadah. Dalam shalat, ketika seseorang lupa atau melakukan kesalahan, disyariatkan untuk melakukan sujud sahwi sebagai penyempurna shalat tersebut. Begitu pula dengan puasa Ramadhan, dimana zakat fitrah berfungsi sebagai penutup atau pengganti kekurangan yang mungkin terjadi selama berpuasa.
Dalil ini mengajarkan kepada kita bahwa zakat fitrah bukan hanya sekedar kewajiban sosial, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang sangat dalam. Zakat fitrah menjadi jaminan atas diterimanya ibadah puasa kita, dengan menutup segala kekurangan atau kesalahan yang mungkin kita lakukan selama bulan Ramadhan. Oleh karena itu, menunaikan zakat fitrah adalah hal yang tidak boleh diabaikan oleh setiap muslim yang telah menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Dari sembilan dalil zakat fitrah beserta artinya yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa zakat fitrah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Dalil-dalil dari Al-Quran menjelaskan kewajiban zakat secara umum, sementara hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dan penjelasan dari para ulama dalam berbagai kitab memberikan penjelasan lebih spesifik mengenai zakat fitrah.
Dalil zakat fitrah beserta artinya yang berasal dari Al-Quran dan Hadits menunjukkan kewajiban menunaikan zakat fitrah sebagai bentuk ibadah dan kepedulian sosial. Memahami dalil, hukum, dan tata cara pembayarannya, serta golongan penerima zakat fitrah, akan membantu kita menunaikan ibadah ini dengan lebih khusyuk dan tepat sasaran.
Advertisement
