Liputan6.com, Jakarta Proses seleksi masih dilakukan untuk memilih satu orang siswa dan siswi dari 34 provinsi di Indonesia yang akan bertugas sebagai Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di Istana Negara pada 17 Agustus 2016.
Di hari kedua, 136 calon anggota Paskibraka sudah berkumpul di lantai dua, tiga, dan empat Rumah Sakit Olahraga Nasional (RSON) sejak pukul 08.00 pagi untuk mengikuti tes kesehatan yang meliputi pemeriksaan urine, rekam jantung, tes darah, tes buta warna, pemeriksaan kesehatan paru-paru, pengecekan tinggi dan berat badan, serta mengecek kesehatan gigi.
"Sebagian peserta masih ada yang belum tes urine dan rekam jantung. Nah, hari ini masih dilanjutkan. Sementara yang sudah, tinggal mengikuti tes yang lain," kata Ketua Panitia Pelaksana Seleksi Paskibraka Tingkat Nasional 2016 kepada Liputan6.com di Wisma-C PP-PON Menpora Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (22/7/2016).
Advertisement
Kepala Rumah Sakit Olahraga Nasional sekaligus ketua tim medis seleksi Paskibraka, Dr dr Basuki Supartono, SpOT, FICS, MARS menambahkan, tujuan dari pemeriksaan kesehatan anggota tubuh ini untuk menjamin kesiapan mereka untuk bertugas sebagai Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.
"Berdasarkan Peraturan Kemenpora Nomor 65 Tahun 2016, harus ada pemeriksaan fisik yang juga meliputi pemeriksaan sistem organ, dan juga mental. Ini sudah dimulai sejak angkatan pertama," kata Basuki.
"Namun, medis ini hanya subbagian saja, yang mana tentunya ada tes psikologisnya juga dan militer. Nanti hasilnya akan digabung. Akan dirapatkan untuk mengambil keputusan, siapa saja yang akan mewakili provinsi masing-masing," ujar Basuki.
Diharapkan tidak ada calon anggota Paskibraka yang mengalami disfungsi pendengaran, penglihatan, hati, ginjal, dan postur tubuh, sehingga memenuhi semua ketentuan yang berlaku guna menghasilkan anak-anak yang berkualitas.
"Postur tubuh harus optimal. Begitu juga berat badannya. BMI harus di bawah 25. Selain itu, level bahu kanan dan kiri harus sama, panggul sama, tulang belakang tengah harus lurus, dan lutut juga harus stabil serta tidak ada kelainan," kata Basuki.
Pemeriksaan cap kaki (foot print)
Di ruang pemeriksaan tinggi dan berat badan yang berada di lantai 3 Rumah Sakit Olahraga Nasional, kami melihat satu per satu siswa dan siswi mencelupkan kedua kaki ke dalam baskom kecil berisi cairan berwarna biru, lalu menempelkannya ke atas kertas.
Rupanya, itu merupakan pemeriksaan penunjang kaki yang umum dikenal dengan foot print.
"Pemeriksaan kaki bertujuan mengenali kelainan bentuk kaki yaitu flat feet. Lengkungan telapak kaki harus normal. Kalau lengkung kaki terlalu tinggi atau tidak ada (flat) atau disebut kaki katak, tidak akan terpilih. Karena biasanya tipe telapak kaki seperti itu mudah sekali capai. Makanya, kita pilih yang lengkungan kakinya normal," kata Basuki.
Sementara pemeriksaan penunjang kaki dilakukan untuk mendapatkan bukti objektif dari ketinggian lengkung kaki (arch pedis atau arkus pedis) calon Paskibraka.
Arkus pedis dapat digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu arkus tinggi, normal, dan kaki datar. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara manual dengan pemeriksaan foot print (cap kaki atau dengan menggunakan alat yaitu pedoscan.