Tahun Ini Peserta JKN Banyak Keluhkan Pelayanan Obat, Ada Apa?

Ketidaktersediaan obat mengharuskan pasien atau peserta JKN harus mengeluarkan biaya tambahan.

oleh Bella Jufita Putri diperbarui 22 Des 2016, 17:00 WIB
Diterbitkan 22 Des 2016, 17:00 WIB
Cepat Respon Komplain Bikin RS Sanglah jadi Role Model JKN
Dari sekian hasil pemantauan, RS Sanglah memiliki capaian tertinggi dalam melayani pasien

Liputan6.com, Jakarta Tahun ini, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) banyak menerima keluhan dari peserta terkait pelayanan obat yang masih belum sempurna. Ketidaktersediaan obat mengharuskan pasien atau peserta JKN mengeluarkan biaya tambahan.

Khususnya di pelayanan primer, sebanyak 42 persen responden masih mengeluarkan biaya pribadi mereka saat melakukan pengobatan. Rata-rata setiap peserta harus mengeluarkan Rp59 ribu untuk membayar obat yang tidak dapat ditanggung oleh JKN.

Sementara di rumah sakit swasta, 31 persen responden mengeluarkan biaya pribadi untuk pelayanan kesehatan dan sebesar 20 persen responden mengeluarkan biaya pribadi untuk obat. Rata-rata mereka harus mengeluarkan sebesar Rp128 ribu untuk rawat jalan dan Rp856 ribu untuk rawat inap. Data ini didapat dari Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia. 

Guru Besar Bidang Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Prof dr Hasbullah Thabrany MPH DrPH di diskusi Kaleidoskop Hasil Studi CHEPS UI mengenai Pelayanan Obat di Era JKN pada Kamis (22/12/2016), mengatakan, ada faktor yang relevan mengapa tahun ini pelayanan obat di JKN memiliki banyak masalah dibandingkan tahun lalu.

"Jadi ada gagal tender di awal tahun yang saya kira di tahun depan sudah di fix supaya tidak terjadi lagi gagal tender dan yang kedua persoalan ketidakseimbangan obat yang rencananya dibutuhkan berapa dan kenyataannya dikonsumsi berapa," ujarnya.

Hasbullah menyampaikan, kondisi ini terjadi akibat keterlambatan rumah sakit dan dinas kesehatan mengirimkan data kebutuhan obat kepada Kementerian Kesehatan RI.

"Rumah sakit dan dinkes itu belum semuanya secara aktif mau memasukan (laporan kebutuhan obat), sehingga kita mempunyai kesulitan untuk memprediksi berapa sih obat yang akan disediakan dan dipakai. Kesadaran dari para penyelenggara di lapangan belum cukup bagus, padahal dia sebetulnya berkontribusi dengan memberitahu itu," katanya.

Hasbullah mengharapkan di tahun 2017 mendatang permasalahan JKN ini bisa diperbaiki. "Setidaknya sepuluh persen penurunan keluhan obat dari tahun 2016 itu sudah baguslah," tutupnya.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya