Kesalahan Tersering Orangtua Saat Memberikan Antibiotik ke Anak

Pemberian obat antibiotik harus dengan resep dokter. Namun, beberapa orangtua kerap melakukan kesalahan berikut saat anak mengonsumi antibiotik,

oleh Benedikta Desideria diperbarui 13 Des 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 13 Des 2024, 12:00 WIB
Antibiotik bukan solusi! Ketahui mengapa obat ini tidak efektif untuk batuk dan pilek yang disebabkan oleh virus, bukan bakteri! (Ilustrasi by AI)
Kesalahan tersering orangtua saat memberikan antibiotik ke anak. (Ilustrasi by AI)

Liputan6.com, Jakarta Penggunaan antibiotik pada anak sering kali menjadi hal yang membingungkan bagi banyak orangtua. Bahkan tidak sedikit yang datang ke praktik dokter dengan permintaan langsung untuk diberikan antibiotik padahal obat ini hanya untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri.

Berikut, beberapa kesalahan umum yang kerap dilakukan orangtua terkait pemberian antibiotik ke anak.

1. Meminta Antibiotik Tanpa Diagnosis yang Jelas

"Baru masuk ruang praktik dokter lalu sudah minta diresepkan antibiotik. Itu banyak," kata dokter spesialis anak konsultan Profesor Edi Hartoyo menjawab pertanyaan Health Liputan6.com.

"Artinya, sebelum dokter memutuskan anak tersebut butuh antibiotik atau enggak itu sudah meminta duluan," kata Edi.

Lebih lanjut, Edi menjelaskan bahwa antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri. Jadi, dokter tidak akan meresepkan antibiotik bila penyebab sakit karena virus atau parasit.

2. Terpengaruh Informasi yang Salah

Banyak orangtua yang mengambil kesimpulan sendiri berdasarkan informasi dari media atau pengalaman pribadi atau orang lain. Misalnya, menduga infeksi seperti pneumonia hanya bisa sembuh dengan obat tertentu.

3. Tidak Mengikuti Jadwal dan Dosis dari Dokter

Pria yang menjaabat sebagai Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI itu juga menyampaikan bahwa ada juga orangtua yang tidak mengikuti jadwal dan dosis antibiotik sesuai dengan yang diresepkan dokter.

"Ada antibiotik yang diresepkan 3 kali sehari tapi hanya diberikan 1-2 kali karena anak menolak. Ya hal itu kan mengurangi (manfaat obat)," lanjut Edi.

Lakukan Ini Saat Mendapatkan Resep Antibiotik dari Dokter

Edi mengatakan ketika dokter meresepkan obat antibiotik kepada seorang pasien pasti ada pertimbangan medis yang kuat.

Orangtua bisa berdiskusi dengan dokter mengenai penyakit anak dan alasan pemerian antibiotik.

"Orangtua juga perlu dijelaskan tentang antibiotik jenis apa yang didapat, berapa banyak, bagaimana cara pemberian karena ada ya antibiotik yang dikonsumsi dalam perut kosong tapi ada juga yang harus sesudah makan atau tidak dalam perut kosong," katanya.

Bijak Konsumsi Antibiotik

Penggunaan antibiotik serampangan bisa membahayakan kesehatan lantaran bisa terjadi resistensi --suatu kondisi ketika antibiotik tidak lagi efektif dalam membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh--.

Edi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran dari Universitas Lambung Mangkurat mengatakan agar masyarakat bijak dalam mengonsumsi antibiotik dengan memperhatikan dua hal berikut:

1. Harus diduga kuat disebabkan bakteri

"Antibiotik ini diperlukan untuk infeksi yang karena bakteri. Kalau virus itu tidak perlu antibiotik, parasit tidak perlu juga,"  katanya. 

2. Perhatikan dosis, interval, lama pemberian dan jenis antibiotik serta perlu evaluasi.

Jangan asal-asalan mengonsumsi antibiotik. Apalagi menyimpan stok obat antibiotik. Sayangnya, data Riset Kesehatan Dasar pada 2013 menunjukkan 86,1 persen masyarakat menyimpan antibiotik di rumah tanpa resep dokter.

Menkes Budi Ingatkan Bahaya Sembarangan Konsumsi Antibiotik

Di kesmepatan berbeda Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menyoroti tingginya penggunaan antibiotik di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan berbagai penelitian yang menyatakan adanya pencemaran antibiotik di tempat yang tidak seharusnya.

"Ini yang harus hati-hati, tubuh manusia jangan sampai resistan terhadap patogen atau kuman tertentu karena (diakibatkan) pemberian antibiotik yang salah," kata Budi. 

Ia mengimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan antibiotik, sehingga potensi bahaya yang ditimbulkan oleh silent pandemic, yang salah satunya diakibatkan oleh resistansi antimikroba bisa dihindari oleh masyarakat Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya