Virus Zika, Penyakit Paling Menghebohkan di 2016

Ancaman virus Zika menyebar ke berbagai negara dunia, kini darurat Zika sudah dicabut WHO.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 26 Des 2016, 11:00 WIB
Diterbitkan 26 Des 2016, 11:00 WIB
Virus Zika
Perjalanan Virus Zika sepanjang tahun 2016.

Liputan6.com, Jakarta Sepanjang tahun 2016, virus Zika menjadi salah satu fokus para ilmuwan dunia. Berbagai penelitian untuk lebih memahami, mendeteksi, melacak, dan mencegah penyebaran virus masih terus dilakukan. Virus Zika pun dianggap lebih mematikan dibanding Ebola dan SARS, yang sebelumnya menjadi sorotan dunia.

Kini, lebih dari 70 negara di dunia dilanda kasus virus Zika. Zika adalah virus yang menular secara seksual lewat nyamuk Aedes aegypti. Penyebaran virus Zika juga memengaruhi kehamilan. Kelahiran bayi berisiko cacat. Perjalanan virus Zika muncul di kawasan Amerika Tengah dan Amerika Selatan, terutama Brasil sejak tahun 2014.

Pada Januari 2016, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengeluarkan travel warning pertama. Pada waktu itu,, CDC merekomendasikan, wanita hamil tidak diizinkan melakukan perjalanan ke daerah-daerah, tempat penyebaran virus. Travel warning tersebut kemudian menyebarluas di berbagai negara di dunia.

Penyebaran hingga ke Asia (Indonesia)

Ahli epidemiologi melakukan analisis penyebaran Zika. Pada awal Maret 2016, peneliti di National Center for Atmospheric Research menganalisis data sosioekonomi dan pola cuaca, yang disukai nyamuk Aedes aegypti. CDC memperhitungkan, virus Zika bisa menyebar lebih jauh ke utara, khususnya ke kawasan Asia dan Afrika.

Sebanyak 2,6 miliar orang di Asia dan Afrika berisiko terkena virus Zika. Penyebaran virus Zika di Asia akan merambah Tiongkok, Jepang, Australia, sebagian besar negara-negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan kepulauan Pasifik. Bahkan kasus Zika di Singapura sudah mencapai 151 kasus, dari data yang diambil 1 September 2016.

Di Indonesia ternyata kasus Zika sudah ditemukan sejak tahun 1980-an di Klaten, Jawa Tengah. Hal ini menurut Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Subandrio W. Kusumo. Berbeda dengan gejala Zika pada umumnya, kasus Zika di Klaten sampai tahun 2015 tidak menunjukkan gejala Zika seperti yang melanda Amerika Tengah dan Brasil.

Amin mengungkapkan, kasus Zika di Indonesia tidak ditemukan adanya keberkaitan mikrosefalai dan gangguan saraf. Meskipun tidak ditemukan gejala serupa seperti Zika di Amerika dan Brasil, Kementerian Kesehatan melakukan antisipasi dengan mengeluarkan Health Alert Card.

Bagi warga dari negara terjangkit virus Zika, yang berkunjung ke Indonesia, baik melalui transportasi udara, darat, dan laut harus mengisi kartu bila merasakan keluhan-keluhan, seperti panas atau demam. Kartu tersebut lantas diserahkan kepada petugas.

Selain Health Alert Card, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Oscar Primadi juga mengatakan, adanya Thermal Scanner untuk menunjukkan gejala virus Zika sehingga lebih cepat ditangani. Rujukan sampel darah dari rumah sakit yang ada di kota itu dikirim ke laboratorium Litbankes di Jakarta dan diperiksa dengan metode pemeriksaan zika.

Tak Lagi Darurat

Setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan tanggap darurat virus Zika selama 9 bulan, kini virus Zika sudah dalam penanganan medis yang baik. Pada November 2016, WHO mncabut darurat kesehatan virus Zika. Peneliti menemukan cara memberantas virus.

Pada 4 Mei 2016, para peneliti menemukan bakteri Wolbachia dapat memblokir penyebaran Zika. Untuk meredam virus Zika, peneliti berencana merilis jutaan nyamuk yang terinfeksi ZIKA dengan bakteri.

Hingga Oktober 2016, metode ini diujikan di Brasil dan Kolombia selama dua tahun, sesuai laporan dari laman The Scientist, Senin (26/12/2016).

Para ilmuwan memperkirakan, penyebaran virus Zika dikatakan bisa berakhir dalam waktu tiga tahun dengan jumlah kasus menurun pada akhir 2017. Hal ini terdapat dalam makalah yang diterbitkan Science pada bulan Juli 2016.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya