Menjadi Kekasih Sempurna Terkadang Memperburuk Hubungan Asmara

Ingin menjadi sosok kekasih sempura di mata pasangan berdampak buruk pada hubungan asmara Anda berdua.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 26 Jan 2017, 19:09 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2017, 19:09 WIB
Hubungan Asmara
Menjadi sosok kekasih sempurna justru berdampak buruk pada hubungan asmara.

Liputan6.com, Jakarta Dalam hubungan asmara, ada kalanya seseorang merasa tidak sempurna bersanding dengan pasangannya.

Kondisi tersebut terkadang menimbulkan pengharapan menjadi sosok kekasih sempurna di kemudian hari. Namun, bila tujuan Anda hanya menjadi sosok yang sempurna ternyata berdampak buruk bagi kesehatan mental.

Hubungan romantis yang Anda berdua bina bisa saja rusak. Berdasarkan studi baru yang dilakukan peneliti dari Binghamton University, Amerika Serikat, jika Anda menjadi super positif saat menerima dukungan emosional dari pasangan, Anda akan berujung tertekan dan stres.

Para peneliti meminta 65 pasangan menikah untuk membahas faktor stres dalam kehidupan rumah tangga, seperti pekerjaan atau masalah uang.

Melansir dari Elite Daily, Kamis (26/1/2017), peneliti juga mengumpulkan sampel air liur dari masing-masing pasangan dan diuji kadar kortisol dalam air liur.

Kortisol adalah hormon stres dalam tubuh yang meningkat dalam darah tatkala seseorang merasa stres dan cemas.

Berpengaruh pada wanita

Hasil temuan menyatakan, saat suami menawarkan dukungan positif pada istri selama pengakuan stres, kadar kortisol mereka turun.

Yang menarik, ketika istri menerima dukungan suami secara "positif", kadar kortisol mereka malah naik. Artinya, para istri mencoba berupaya menjadi kekasih yang sempurna.

Di sisi lain, ketika wanita merespons "negatif" suami, kadar kortisolnya turun. Hal ini berarti wanita berkurang stresnya.

"Apa yang kami temukan cukup menarik. Kortisol benar-benar hanya berpengaruh pada istri tapi tidak pada suami," kata Hayley Fivecoat, mantan mahasiswa di Binghamton University yang menggunakan hasil penelitian ini untuk disertasinya.

Dalam sesi intervensi klinis, pasangan sering dilatih menggunakan "perilaku dukungan positif," tapi studi ini benar-benar menunjukkan, "Perilaku dukungan positif" secara tidak sengaja dapat menyakiti dan meningkatkan stres pasangan.

Nicole Cameron, asisten profesor psikolog di Binghamton University mengatakan, terkadang memberikan nasihat kepada pasangan bisa lebih merusak suasana hati dan kesehatan pasangan daripada membantu memecahkan permasalahan yang ada.

Selain itu, Nicole mengharapkan lebih banyak penelitian berbasis ilmu pengetahuan seperti ini untuk menganalisis perilaku pasangan.

Ia menyampaikan, orang sering mengikuti konseling pasangan ternyata tidak merasa lebih baik meskipun mereka mengikuti bimbingan terapis atau konselor.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya