Liputan6.com, Jakarta Kurang gizi kronis (berlangsung lama) pada anak alias stunting bukan cuma masalah keluarga miskin. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan RI sekitar 29 persen anak stunting berasal dari keluarga kaya.
"Jadi stunting bukan hanya berasosiasi dengan kemiskinan saja, yang kaya juga. Ini berarti ada persoalan pada perilaku dan prioritas," kata Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunting MCA-Indonesia, Iing Mursalim di Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Baca Juga
Dewan Pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia, Fasli Jalal di kesempatan yang sama mengungkapkan faktor ketiadaan waktu orangtua pada keluarga kaya mengurus anak jadi penyebab stunting.
Advertisement
"Orang kaya kan biasanya lebih sibuk ya, jadi lebih tergantung pada asisten rumah tangga (dalam merawat anak). Kalau asisten rumah tangganya enggak ngerti konsep ini, walaupun orangtua punya pengetahuan tinggi, tapi kalau enggak ditransformasikan dan diawasi ke anak, itu bisa miss orangtuanya," papar Fasli.
Faktor kedua adalah anak yang dari keluarga terkena stunting terbiasa mengonsumsi makanan manis serta makanan dengan kalori kosong.
"Jadi kalorinya tinggi, tapi vitaminnya kurang, mineralnya kurang, dan itu yang bikin anak mengalami masalah (stunting)," kata pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.
Â
Saksikan juga video menarik berikut:
Kasus stunting di Indonesia
Kini hampir ada sembilan juta anak di Indonesia mengalami stunting. Atau ada lebih sepertiga balita di Indonesia mengalami stunting.
Di Asia Tenggara, hanya Laos, Kamboja dan Timor Leste yang memiliki angka stunting lebih tinggi dari Indonesia berdasarkan data Global Nutrition Report.
Ketidaktahuan orangtua akan stunting membuat tidak ada intervensi pada kesehatan anak. Padahal stunting bisa menyebabkan perkembangan otak dan fisik terhambat, sulit berprestasi, rentan terhadap penyakit, dan saat dewasa mudah alami kegemukan.
Advertisement