Liputan6.com, New Zealand Seorang bocah laki-laki berusia 6 tahun didiagnosis mengidap mata malas (lazy eye) berupa gangguan mata dengan penurunan penglihatan tajam. Dokter mata yang menanganinya memberikan rekomendasi agar sang bocah, yang tidak disebutkan namanya ini menggunakan kacamata.
Baca Juga
Advertisement
Tapi setelah setahun menggunakan kacamata, alih-alih sembuh, sang bocah malah nyaris buta karena tumor otak yang sebelumnya tidak terdiagnosis.
Kasus tersebut disampaikan Deputy Health and Disability Commissioner New Zealand, Meenal Duggal.
Ketika bocah laki-laki tersebut melakukan kunjungan rutin ke dokter mata pada 2014, hasil pemeriksaan dokter mata mencatat, ketajaman penglihatan bocah laki-laki di mata kiri sebagai "6/10" dan di mata kanan sebagai "6/x."
Artinya, ia tidak dapat mengidentifikasi huruf pada grafik Snellen pada jarak enam meter dengan mata kanannya, dilansir dari New Zealand Herald, Senin (12/2/2018).Â
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Temuan tumor otak
Pada diagnosis awal, bocah laki-laki yang menderita mata malas atau yang disebut ambliopia dan eksotropia (efek penglihatan kedua mata tidak tertuju pada satu objek yang menjadi fokus perhatian). Dokter mata pun tidak memeriksa bocah lebih rinci lagi.
Empat belas bulan kemudian, bocah laki-laki, yang biasanya ramah dan cerewet itu mengalami sakit kepala dan gangguan penglihatan yang parah.
Ia tidak bisa berjalan lurus, sering mengusap dahi, dan membenturkan kepala ke dinding, dan tidak dapat melihat atau membaca.
Bahkan yang lebih parah lagi, ia nyaris tidak bisa bicara. Setelah dilakukan pemeriksaan CT scan, hasil menemukan, adanya craniopharyngioma, sejenis tumor otak.
Advertisement
Operasi tumor otak
Seminggu kemudian bocah laki-laki tersebut menjalani operasi untuk pengangkatan tumor otak. Setelah operasi, mata kanannya buta dan penglihatan sangat buruk di mata kirinya.
Duggal mengatakan, dokter mata yang menangani bocah itu sangat mengecewakan. Seharusnya dokter mata mengambil langkah untuk menguji penglihatan anak itu di mata kanannya. Kemudian mempertimbangkan diagnosis banding sebelum menentukan diagnosisnya.
Rupanya dokter mata tersebut punya riwayat yang buruk. Ia tidak membuat rujukan sesuai rencana perawatan yang sedang berlangsung.
Ia juga tidak mengevaluasi secara reguler untuk mengetahui, apakah penglihatan bocah itu membaik setelah pakai kacamata.
Minta maaf
Duggal merekomendasikan, dokter mata yang menangani bocah laki-laki itu meminta maaf atas pelanggaran Kode Etik Kesehatan karena tidak memeriksa mata anak lebih rinci.
Dokter mata, yang pensiun pada tahun 2015, mengatakan, ia meminta maaf kepada keluarga dan sangat menyesal atas keterlambatan menemukan tumor otak pada sang bocah.
Ia telah merenung, mengapa ia salah mendiagnosis gangguan penglihatan bocah itu.
Advertisement