Liputan6.com, Jakarta Keajaiban, perjuangan, dan keindahan dari proses persalinan dan melahirkan bayi, membuat beberapa orang merasa harus mengabadikan proses tersebut. Salah satunya Ayudia Bing Slamet.
Ayudia Bing Slamet menceritakan pada Health-Liputan6.com, bagaimana dirinya bisa terjun ke fotografi kelahiran atau birthphotography.
Baca Juga
"Awalnya, pada masa kehamilan, saya takut sekali melahirkan. Saya takut dengan kehamilan itu sendiri. Tapi itu membuat saya jadi mencari tahu sebanyak-banyaknya," cerita Ayudia ditemui beberapa waktu lalu di kediamannya di daerah Tangerang Selatan. Ditulis Jumat (9/3/2018).
Advertisement
"Sampai akhirnya saya ketemu referensi dari media sosial. Ada yang dari Amerika, Australia, Turki. Pada akhirnya saya merasa, berguna ya birthphotography. Bermanfaat ya untuk yang hamil dan mau menjalankan persalinan itu sendiri," ungkapnya.
Setelah itu, dia mulai terjun ke dunia fotografi kelahiran. Menurutnya, ada manfaat yang bisa didapatkan dari fotografi kelahiran ini. Salah satunya adalah untuk mengabadikan momen.
"Saya sadari bahwa proses melahirkan ini tidak bisa diulang. Momen yang harus benar-benar diabadikan," kata keponakan aktor Adi Bing Slamet ini.
Namun, Ayudia membebaskan kepada kliennya penggunaan foto yang diambil ini.
Ayudia ingin dengan adanya fotografi semacam ini, dia bisa menginspirasi perempuan, bahwa banyak ibu yang kuat menghadapi proses persalinan.
"Bukan hanya seperti yang kita melihat di sinetron yang berteriak. Sama sekali tidak. Kelahiran itu benar-benar magis, menginspirasi, membahagiakan, haru, semua deh," tambah ibu dari Dia Sekala Bumi itu.
Simak juga video menarik berikut ini:
Banyak Berdiskusi dengan Rumah Sakit
Ketika memulai hal ini, Ayudia menceritakan bahwa dia dikira kerabat pasien oleh tenaga medis.
"Awalnya kesulitan. Apalagi manajemen rumah sakit punya aturan sendiri untuk hal seperti itu. Hanya seiring berjalannya waktu, kita banyak berdiskusi, sih. Selain itu, ke klien aku juga sering tanya, sudah boleh atau belum oleh dokter," kata perempuan yang juga pemain sinetron itu.
Dikarenakan banyaknya permintaan, Ayudia mengakui sudah bekerjasama dengan salah satu rumah sakit. Setiap orang yang ingin diabadikan momen kelahiran bayinya, dia yang akan bertanggung jawab untuk itu.
"Senang, sih akhirnya bisa kerjasama dengan rumah sakit dan birthphotography bisa dianggap sebagai sebuah seni," cucu pelawak senior, Bing Slamet itu mengungkapkan
Fotografer kelahiran sendiri diakui Ayudia masih sedikit di Indonesia.
"Aku sih berharap ini bisa jadi pilihan untuk fotografer perempuan, aku tidak sarankan laki-laki. Di satu sisi aku juga merasa bertanggung jawab untuk mempopulerkan ini," ujarnya.
Advertisement
Tidak Boleh Egois dan Harus Steril
Tidak hanya dari segi kelahiran, Ayudia menganggap bahwa fotografi kelahiran merupakan perkembangan yang bagus di dunia fotografi itu sendiri.
Menurutnya, dalam fotografi kelahiran ini, fotografer tidak boleh egois.
"Harus dapat angle ini, harus dapat momen ini. Birthphotography tidak bisa seperti itu. Di sini kita terlibat dengan klien, tenaga medis, anggota keluarga. Kita harus dengarkan maunya klien dan harus kerjasama."
Ayudia tidak takut dan yakin bahwa fotografi ini tidak akan menganggu kondisi psikologis ibu maupun bayi.
"Peralatan untuk ini sangat kecil. Aku cuma butuh satu kamera atau dua. Itupun kamera standby dan permintaan klien. Biasa kamera digital atau pocket untuk mengabadikan keseluruhan," kata Ayudia.
Selain itu, Ayudia juga mengatakan bahwa dia tidak menggunakan kamera dengan lampu atau blitz dan tanpa suara.
Selain itu, semua kegiatan itu adalah permintaan klien. Sehingga, klien sudah tahu aktivitas tersebut.
"Etik dengan rumah sakit juga. Boleh tidak kita posting ini. Komunikasinya dua arah dan benar-benar harus dilakukan. Karena banyak dalam lahiran foto-foto tidak lumrah. Itu aku terus tanya," kata Ayudia.
Selain peralatan, Ayudia juga menceritakan bahwa dia menggunakan pakaian resmi dan steril, sesuai dengan aturan di rumah sakit.
"Itu aman, apalagi sudah masuk ruang operasi semua lengkap. Sama seperti tenaga medis," jelas istri dari Muhammad Pradana Budiarto alias Ditto Percussion itu.
Momen Jadi Pembeda dengan Fotografi Biasa
Momen menjadi pembeda antara fotografi kelahiran dengan fotografi pada umumnya.
"Momennya benar-benar cepat sekali. Ini benar-benar momen yang begitu cepat," ungkap Ayudia.
Dia melihat, proses keluarnya bayi dari dalam perut ibu merupakan momen yang sangat cepat. Hal itu membuatnya kaget. Untuk itulah, dia membiasakan diri dengan itu.
Setelah beberapa kali bertemu klien, dia merasa sudah lebih cekatan.
"Kalau untuk yang normal mungkin agak lama saat kontraksinya, tapi saat bayinya keluar itu cepat sekali."
Dari sisi peralatan, dia tidak membawa banyak peralatan. Ini karena terkait dengan etika dan peraturan rumah sakit.
"Bahkan dari suara, saya tidak berani posting kalau ada rekaman yang suaranya diperdengarkan," kata Ayudia.
Dari sisi pencahayaan, satu-satunya cahaya yang dia andalkan adalah lampu saat operasi yang memang sangat terang.
Dari sisi bisnis, Ayudia memberikan biaya berdasarkan pengalamannya dengan teman-teman fotografer.
"Ada yang dari satu setengah juta, bahkan ada yang tujuh sampai sepuluh juta."
Dia mengakui harga ini berdasarkan pilihan yang diterimanya dari sesama fotografer.
Advertisement
Dari Sisi Tenaga Medis
Kegiatan ini juga mendapat perhatian dari sudut pandang tenaga medis.
dr. setyo Hermanto, SpOG., dokter kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta mengatakan, ibu melahirkan harus tahu siapa yang mengambil gambar dalam sebuah fotografi kelahiran. Ini karena, seorang ibu memiliki perasaan sendiri saat proses persalinan.
"Itu masalah psikologis, karena dia sedang melahirkan," kata Setyo ditemui di kantornya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Selain itu, dengan adanya profesi ini, harus ada komitmen antara pasien dan juga fotografer, terutama bila memang mereka bukanlah kerabat.
"Saya kira pasien dan penolong persalinan harus tahu. Ini untuk apa dan tujuannya apa difoto. Jika yang foto orang di luar keluarga, itu tergantung tempat di mana dia bersalin, siapa yang menolong, dan ibunya sendiri terutama," kata lulusan Universitas Diponegoro ini.
Ini karena dari sisi kesehatan, orang yang masuk ke dalam ruang bersalin haruslah steril.
"Sehingga yang masuk juga harus orang-orang yang sehat. Harus tahu juga aturannya, tidak boleh terlalu dekat. Ada rumah sakit yang melarang, ada yang boleh dengan catatan," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Pusat Pelatihan Laparoskopi ginekologi Indonesian Ginecology Endoscopy Society ini.
Menurut Setyo, idealnya, orang yang berada dalam ruang persalinan adalah pasien, dokter, penolong persalinan, asisten penolong persalinan, bahkan di beberapa tempat adalah dokter anak.
Setyo menambahkan kegiatan fotografi kelahuran ini tidak akan mengganggu ibu ataupun bayi dari sisi kesehatan.
Harus Berlatih
Ayudia mengatakan, apabila ingin memulai fotografi kelahiran, cara yang tepat memulainya adalah dengan memulai pada anggota keluarga sendiri.
"Karena kalau tiba-tiba memberikan jasa ini, aku lebih melihatnya dari sisi masalah dengan manajemen rumah sakit," kata Ayudia.
Dilihat dari cara yang dilakukan, Ayudia menekankan selama momen tersebut bisa didapatkan, itu sudah bagus.
"Penilaian fotografi kan relatif. Cenderung kepuasan pribadi," tambahnya.
Apabila memang ingin terjun ke bidang ini, Ayudia menyarankan untuk terus berlatih. Terutama berlatih untuk menangkap momen.
"Karena itu tadi, momennya cepet banget."
Advertisement