Liputan6.com, Jakarta Perbincangan hangat dengan Emma Rahmadhanti (37) pada Kamis, 9 Agustus 2018 di Taman Pengasuhan Anak (TPA) Serama yang ada di Kementerian Kesehatan RI, Kuningan, Jakarta, siang itu sangat berkesan. Emma, begitu ia disapa, sudah menitipkan anak ketiganya Hanif Abbad Ramdani, yang masih berusia 20 bulan ke TPA Serama sejak 2016.
Baca Juga
Advertisement
Setiap hari kerja, pukul 06.00 Emma sudah berangkat dari rumahnya di bilangan Utan Kayu, Jakarta Timur menuju kantor yang sekompleks dengan Taman Pengasuhan Anak Serama. Itu artinya beberapa jam sebelumnya harus bersiap-siap dan membangunkan Hanif, lalu memandikannya. Belum pula harus menghadapi kemacetan. Meski begitu ekspresi wajah Emma terlihat bahagia. Matanya berbinar, penuh senyum, dan tawa.
Setelah mengantar anak ke TPA, ia bisa tepat waktu masuk ke ruang kerja dan bekerja pukul 07.30 WIB. Saat jam istirahat tiba, Emma bisa menengok anaknya dan melihat apa saja yang dilakukan sang anak. Ibu dari tiga anak itu tak henti-hentinya mengatakan, betapa ia terbantu dengan adanya TPA.
Baca Juga: Tempat Penitipan Anak, Andalan Ibu Pekerja Urban
Kepala Subbag Organisasi dan Tata Laksana Setditjen Farmalkes, Sandy Wifaqah selaku atasan Emma sangat mengapresiasi kehadiran TPA. Nama khusus Taman Pengasuhan Anak (TPA) di Kementerian Kesehatan menunjukkan, anak yang dititipkan tidak hanya ‘dititipkan’ untuk main dan tidur, melainkan anak juga diberi pengasuhan dan edukasi.
Kehadiran TPA, kata Sandy, merupakan sesuatu yang bagus karena bisa membantu ibu tetap bekerja maksimal. Walau ibu bekerja, kedekatan dengan anak tetap anak kuat dan terjaga dengan baik.
Baca Juga: Titipkan Buah Hati di Taman Pengasuhan Anak, Emma Lebih Semangat Bekerja
Para ibu rata-rata senang dan sangat terbantu karena anaknya berada di tempat yang aman dan mudah terjangkau. Ketika sewaktu-waktu anak rewel dan sakit, pengelola TPA akan menghubungi ibu pekerja. Ibu bisa langsung datang ke TPA, lalu melihat anaknya.
Tak cuma itu, ibu pekerja yang menitipkan anak di TPA memperlihatkan produktivitas bekerja meningkat. Emma yang merupakan staf Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Setditjen Farmalkes) Kementerian Kesehatan mengaku dirinya lebih semangat bekerja.
Artikel ini merupakan hasil liputan khusus Jurnalis Liputan6.com untuk beasiswa "Kesetaraan Gender di Dunia Kerja" kerjasama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia - Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) periode Juli - September 2018. Topik liputan mengangkat "Efektivitas Tempat Penitipan Anak di Kantor" dengan angle "Pengaruh Tempat Penitipan Anak di Kantor Terhadap Jenjang Karier."
Simak video menarik berikut ini:
Peluang naik jabatan
Asisten Deputi Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati menyampaikan produktivitas ibu pekerja dapat meningkat berkat adanya TPA. Ketika ibu bekerja dan anak dijaga pengasuh di TPA, hal ini memberikan kenyamanan optimal pada ibu. Sehingga ia yakin anaknya diasuh oleh orang yang tepat, sehingga saat bekerja ia pun memberikan kemampuannya semaksimal mungkin.
“Soal naik jabatan kan pengaruhnya macam-macam. Pasti ada kompetisi dan faktor-faktor lain yang memengaruhi hal itu dan perlu evaluasi juga. Saya rasa, terbuka peluang besar buat ibu pekerja yang menitipkan anak di TPA untuk naik jabatan. Ibu bisa full (maksimal) bekerja. Jadi, bukan alasan kerjaan terhambat karena mengurus anak,” tutur Ratna.
Ketika keseimbangan antara mengurus anak dan bekerja terwujud, peluang ibu pekerja naik jabatan dan berkarier lebih tinggi terbuka lebar.
“Saya punya staf-staf, salah satunya Emma, yang menitipkan anaknya di TPA. Mereka berpeluang sekali untuk naik jabatan. Kriteria seseorang naik jabatan bisa dilihat dari banyak faktor. Tentunya, produktivitas pekerja yang bagus akan menambah poin dalam penilaian,” kata Sandy menerangkan dengan seksama.
Sandy juga bercerita ketika penilaian kerja, sebagian staf yang menitipkan anaknya di TPA memiliki performa yang baik. Target kerja harian tercapai dan pekerjaan tertentu yang ditugaskan berhasil diselesaikan. Pencapaian tersebut menjadi nilai tambah untuk penilaian kerja.
Advertisement
Didorong rasa bahagia
Wakil Ketua Dharma Wanita Persatuan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan bidang Pendidikan Kementerian Kesehatan, Andriza Usman mengungkapkan bahwa konsep TPA memang ingin membantu ibu pekerja agar fokus bekerja dengan anak terlindungi. Artinya, ada yang menjaga anak selama ibu bekerja.
“TPA Serama ini dulu didirikan atas inisiatif Menteri Kesehatan RI, Almarhum Bu Endang Rahayu Sedyaningih pada 2011. Beliau melihat ada kebutuhan khusus untuk karyawan. Mereka bekerja, sementara itu, anak mereka tidak ada yang jaga. Jadi, bagaimana caranya agar ibu tetap bisa bekerja dan anak ada yang menja. Maka dibuatlah TPA,” tutur Andriza.
TPA yang hadir diharapkan membuat ibu dapat fokus bekerja sekaligus anak ada yang jaga. Apalagi di TPA Serama satu pengasuh bertugas menjaga dan mengasuh delapan anak untuk kelas bayi, dan empat anak untuk kelas balita.
Sejauh ini, tak ada keluhan ibu yang menitipkan buah hatinya di TPA Serama. Berbagai fasilitas pendukung seperti ruang tidur bayi, ruang bermain indoor-outdoor, serta ruang ASI eksklusif memudahkan ibu menyusui, memerah, dan menyimpan ASI di jam kerja. Tak heran, para ibu sangat senang dan bahagia atas fasilitas yang tersedia.
Liputan6.com berkesempatan merasakan suasan TPA Serama. Nyaman, begitu kata yang tepat saat masuk pertama kali TPA ini.
Ibarat suasana di rumah sendiri. Saat masuk, pengunjung harus melepas alas kaki. Liputan6.com pun langsung disambut dengan riuhan suara anak-anak yang asyik bermain. Sambil dipantau pengasuh, anak-anak bermain perosotan dan ayunan. Ada juga yang menonton tv sembari tidur-tiduran di matras.
Proses berjalannya TPA Serama mengikuti standar TPA internasional, terutama dari segi pembagian usia anak dan pengasuh yang mendampingi. Kelas infant dari usia 3–18 bulan dengan rasio 1 banding 4. Kelas toddler untuk bayi usia 18 bulan sampai 6 tahun dengan rasio 1 banding 8. Artinya, di kelas infant, satu tenaga pengasuh memegang 4 anak, sedangkan di kelas toddler, satu pengasuh memegang 8 anak.
“Di tempat kami, ada perbandingan rasio seperti itu. Jadi, kami membatasi permintaan (anak dititipkan) yang masuk. Ada permintaan yang banyak, enggak hanya karyawan dari internal saja, tapi karyawan dari perusahaan-perusahaan lain di sekitar sini (Kuningan). Sayangnya, enggak kami terima begitu saja,” jelas Kepala Sekolah TPA Serama, Ana Nasirudin.
Permintaan untuk menitipkan anak yang tinggi membuat pengasuhan tidak efektif. Sistem pendaftaran menerapkan ‘siapa cepat, dia dapat.’ Ketika ibu pekerja masih hamil dan berencana menitipkan anak, ibu sudah bisa langsung daftar. Saking yang daftar terbilang banyak, ibu mengantre dalam daftar tunggu. Sasaran TPA Serama kini sudah tertutup untuk karyawan dari perusahaan lain dan hanya diprioritaskan bagi karyawan Kementerian Kesehatan.
Didorong rasa bahagia
Fasilitas Zwitsal Day Care Center milik PT Unilever Indonesia, Tbk juga dikhususkan untuk karyawan perusahaan itu. Meski baru berdiri, TPA ini mendapat respon yang positif dari karyawan PT Unilever Indonesia, Tbk sehingga ibu pekerja bisa menitipkan anaknya di Zwitsal Day Care Center.
Ketersediaan TPA di Unilever Indonesia bukanlah sesuatu yang baru. Sebelumnya di kantor lama, fasilitas daycare sudah tersedia, tapi hanya dibuka tiap bulan Ramadan dan Lebaran saja.
“Kini, karyawan kami bisa dengan menggunakan fasilitas daycare sesuai dengan kebutuhan. Tantangan terbesar justru karena permintaan karyawan lebih tinggi dari ketersediaan tempat yang ada. Ini menjadi tantangan kami di masa depan,” kata Head of HR Business Partner CD, Finance, IT and Head of Employee Branding PT Unilever Indonesia Tbk, Nanag Chalid pada Senin, 27 Agustus 2018.
Ketersediaan pelayanan dan fasilitas yang mumpuni di TPA Serama dan Zwitsal Day Care mendorong suasana hati ibu yang tengah bekerja. Ketika ibu bisa bekerja dengan nyaman dan tenang bisa membuat produktivitas meningkat sehingga potensi naik jabatan terbuka lebar.
Dalam peneletian berjudul Managing Work/Life Fit: Dependent Care and Elder Care, yang dipublikasikan di Society for Human Resource Management pada 12 Januari 2018 memaparkan suasana hati yang bahagia mendorong ibu bekerja lebih giat. Hal itu berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kinerja pekerjaan. Misalnya, sebanyak 92 persen karyawan Australia percaya, pekerja yang bahagia cenderung menjadi pekerja yang produktif.
Atasan dapat menilai kesejahteraan pekerja dari segi emosional pekerja. Kepuasan kerja dapat tercapai seperti tertulis dalam jurnal Wellbeing and Work Performance, yang dipublikasikan di e-Handbook of Subjective Wellbeing 2018. Perusahaan dapat memetik manfaat, target kerja dapat tercapai optimal karena ibu semangat bekerja.
Kehadiran TPA merupakan strategi perusahaan dan bukti mengayomi dan memberi perhatian kepada karyawan wanita. Terutama pekerja wanita yang baru selesai cuti melahirkan dan tidak punya pengasuh di rumah.
Kebijakan penyediaan fasilitas TPA di Indonesia sudah tercantum dalam peraturan menteri yang mewajibkan seluruh instansi pemerintah dan swasta menyediakan tempat penitipan anak dan ruang khusus laktasi (menyusui). Tercantum jelas Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 5 tahun 2015 tentang penyediaan sarana kerja yang responsif gender dan peduli anak di tempat kerja.
Walau sudah ada kebijakan pendirian TPA, baru sedikit perusahaan di Jakarta, yang menyediakan TPA.
Hingga saat ini, Kemen-PPPA belum melihat ada sanksi bagi perusahaan yang belum atau tidak membangun TPA. Ratna berharap, terjalin kemitraan dan regulasi yang baik bagi perusahaan sehingga ketersediaan TPA dapat terealisasi. Kehadiran TPA untuk ibu yang produktif bekerja turut menjamin kesejahteraan perempuan. Ini sebagai bentuk perusahaan memberikan perhatian pada karyawan.
Advertisement