Bahaya Konsumsi Antibiotik Tanpa Resep Dokter

Penggunaan antibiotik yang berlebihan atau penggunaan yang tidak tepat dapat memicu semakin berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 01 Des 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 01 Des 2018, 13:00 WIB
Minum obat (iStock)
Ilustrasi minum obat (iStockphoto)

Liputan6.com, Tangerang- Penggunaan antibiotik bisa menjadi berbahaya bila tidak sesuai aturan dan pendampingan dokter. Bahkan, ada beberapa penyakit yang sesungguhnya tidak memerlukan konsumsi antibiotik.

"Batuk pilek itu tidak perlu, memangnya ada infeksi? Kan tidak. Apalagi yang mengalaminya anak-anak, itu sangat-sangat tidak perlu," ujar Ketua Pengendalian Penggunaan Antibiotik RS Siloam, dr Wibisono SpOT ada seminar di Ballroom Siloam Hospitals Lippo Village (SHLV) Tangerang, Banten. 

Menurut Wibisono, penggunaan antibiotik yang berlebihan atau penggunaan yang tidak tepat dapat memicu semakin berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik atau antimikroba tersebut.

Fungsi antibiotik sesungguhnya membuat penyakit infeksi yang semula menyebabkan kematian (letal) menjadi dapat dikendalikan. Namun, bila penggunaanya tidak sesuai dan bahkan tidak dalam pendampingan dokter, konsumsi antibiotik ini justru membunuh mikroba yang dibutuhkan tubuh.

"Makanya, infeksi atau sepsis yang terjadi bisa semakin parah. Bahkan bisa menyebabkan kematian," kata Wibisono.

 

Penggunaan antibiotik tidak berdasarkan indikasi

Obat PCC
Ilustrasi obat (Paracetamol Cafein Carisoprodol) (iStockphoto)

Penggunaan antibiotik berlebihan tanpa pengawasan dokter memicu berkembangnya bakteri yang resisten terhadap obat ini. Penelitian resistensi antibiotik pada 2000 - 2004 di RSUD Soetomo Surabaya dan RSUP Kariadi Semarang membuktikan sudah terdapat kuman multiresisten seperti MRSA (Methicillin spectrum beta lactamases)

“Selain dari data penelitian itu, ditemukan 30 sampai 80 persen penggunaan antibiotik tidak berdasarkan indikasi,” kata Wibisono.

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2013 menyebutkan terdapat 480.000 kasus baru multidrug-resistent tuberculosis (MDR-TB) di dunia. Berdasarkan hal ini, Wibisono mengajak ratusan peserta simposium yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, perawat dan apoteker dari wilayah Jakarta dan Tangerang untuk bijak dalam memberikan antibiotik kepada pasien.

“Tenaga kesehatan untuk selalu mengingat bahwa penggunaan antibiotik itu harus rasional, karena dapat berdampak merugikan bagi pasien dan masyarakat,” katanya. 

Menurutnya, sepsis telah menjadi perhatian dunia sejak 2012. Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga telah membuat aturan pengendalian penggunaan antibiotik terhadap sepsis di 2015.

“Karena penderita syok sepsis angka kematiannya hingga 70 persen, kalau baru sepsis angka kematian 9,5 persen. Makanya kita (para medis) harus hati-hati terhadap penggunaan antibiotik,” tekannya lagi. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya