Liputan6.com, Jakarta Pemerintah, lembaga kemasyarakatan, dan bahkan orang-orang disekitar kerap mengingatkan tentang dampak buruk merokok. Perlahan, kebiasaan merokok dapat dikurangi bahkan dihentikan.
Namun hal tersebut beralih ke kebiasaan lain, seperti menggunakan rokok elektrik atau dikenal sebagai e-cigarette (vaping). Dokter Spesialis Paru, dr. Desilia Atikawati, Sp.P dari RS EMC Tangerang menjelaskan, rokok elektrik merupakan alat yang dioperasikan menggunakan baterai dan digunakan untuk menghirup aerosol yang mengandung nikotin atau substansi lainnya.
E-cigarette digunakan oleh jutaan orang di dunia, sejak pertama kali muncul di China pada 2004. Sejak saat itu, vaping pun menjadi populer dikalangan kaum muda.
Advertisement
Padahal awalnya e-cigarette dipasarkan sebagai alat untuk mengurangi atau membantu berhenti merokok. Namun ternyata berbagai penelitian menunjukkan bahwa e-cigarette justru memiliki dampak negatif untuk kesehatan.
Penggunaan e-cigarette semakin meningkat karena pemasaran barang yang agresif. Selain itu juga dipengaruhi oleh persepsi bahwa e-cigarette merupakan alternatif yang lebih sehat dibandingkan merokok.
Lebih lanjut, dr. Desilia Atikawati, Sp.P menjelasan bahwa e-cigarette mengandung nikotin, air, glycerin, propylene glycol, formaldehyde, acrolein, acetaldehyde, dicetyl, dan tambahan perasa. Saat dihirup, e-cigarette menggunakan elemen pemanas untuk memanaskan bahan tersebut yang kemudian melepaskan aerosol.
Nah, dalam penggunaannya ada berbagai macam risiko. Kebanyakan e-cigarette mengandung nikotin yang bersifat adiktif.
E-cigarette mengekspos paru terhadap berbagai substansi, salah satunya dicetyl yang dapat menyebabkan kerusakan paru menetap. Mereka yang menggunakan e-cigarette cenderung tidak berhenti merokok.
Perokok pasif tidak tereliminasi oleh vaping, oleh karena vaping tetap melepaskan emisi karsinogenik (zat penyebab kanker).
E-cigarette juga berdampak pada paru. Penelitian menunjukkan bahwa uap yang diproduksi e-cigarette dan cairan e-cigarette yang memiliki rasa menyebabkan toksisitas, stress oksidatif, dan respons radang pada sel saluran napas manusia.
Uap yang mengandung nikotin meningkatkan produksi dahak, reaktivitas saluran napas, gangguan kekebalan paru, dan pelepasan mediator radang. Acrolein yang terdapat pada e-cigarette dapat menyebabkan kerusakan paru akut, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, serta kanker paru.
Food and Drug Administration (FDA) bahkan menyatakan bahwa penggunaan e-cigarette tidak terbukti aman ataupun efektif, dalam usaha berhenti merokok.
Jika hendak berhenti merokok, Kementerian Kesehatan memberikan layanan berhenti merokok melalui telepon tidak berbayar yang dinamakan Quit Line dengan nomor 0-800-177-6565.
Â
(Adv)