Remaja Sering Berpikiran untuk Bunuh Diri, Begini 6 Cara Mencegahnya

Enam cara mencegah bunuh diri pada remaja

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Sep 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2019, 17:00 WIB
Bunuh Diri
Ilustrasi Bunuh Diri (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2016 pernah menyatakan bahwa tren kasus bunuh diri di kalangan remaja dan dewasa muda, 15 sampai 29 tahun, cukup tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pernah melakukan survei pada siswa SMP dan SMA (usia 13-18). Hasilnya menunjukkan sebanyak 5,14 persen siswa pernah memikirkan untuk bunuh diri dan sekitar 2,39 persen mengaku pernah melakukan percobaan bunuh diri (Kemenkes, 2015). Angka ini mengonfirmasi tingginya angka bunuh diri di Indonesia di usia remaja dan dewasa muda (15-29 tahun).

Cara mencegah keinginan bunuh diri pada remaja

Bunuh diri adalah masalah global yang masih banyak disepelekan. Mengingat angka kejadian bunuh diri di kalangan remaja cukup mengkhawatirkan, upaya pencegahan bunuh diri harus dilakukan secara saksama dan melibatkan banyak pihak dengan berbagai pendekatan.

Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), menyatakan bahwa penyebab kelompok usia remaja dan dewasa muda dalam perkembangannya rentan dalam menghadapi masalah pribadi, lingkungan yang berhubungan dengan identitas diri, kemandirian, situasi dan kondisi di rumah, lingkungan sosial, serta hak dan kewajiban yang dibebankan oleh orangtua mereka.

 

Cegah Percobaan Bunuh Diri pada Remaja

Bunuh Diri
Ilustrasi Bunuh Diri (iStockphoto)

Adapun beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah percobaan bunuh diri antara lain:

1. Jangan biarkan anak mengalami depresi atau kecemasan

Jika anak tidak seceria biasanya dan Anda curiga ada yang tak beres, jangan tunggu sampai ia bercerita. Tanyakan langsung apa yang membuat mereka berubah atau yang mereka hadapi.

Menurut dr. Devia Irine Putri dari KlikDokter, salah satu tugas terpenting orang tua adalah mengetahui masalah apa saja yang dihadapi anak.

“Bukan bermaksud kepo atau mau ikut campur urusan anak, tapi jika masalah dihadapi anak sampai membuatnya stres atau depresi, maka orang tua perlu tahu dan membantu mengatasinya. Beri anak perhatian agar mereka mau terbuka dengan Anda,” ujar dr. Devia.

2. Dengarkan Anak meski ia tidak bercerita

Sebuah penelitian menunjukan bahwa komunikasi yang buruk antara orang tua dan anak adalah satu dari banyak penyebab anak memutuskan untuk bunuh diri.

Ketika anak tidak mendapatkan perhatian atau tak bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang tuanya, ia akan merasa sendirian. Untuk itu, orang tua perlu mendengarkan apa pun yang keluar dari mulut anak. Pastikan mereka tahu bahwa orang tuanya akan selalu ada dalam kondisi apa pun.

3. Jangan abaikan ancaman bunuh diri yang dilontarkan anak

Remaja yang mencoba bunuh diri sering kali memberikan “sinyal” yang sayangnya tidak disadari orang tua atau orang-orang di sekitarnya.

Jika Anda melihat coretan atau mendengar anak mengatakan hal-hal seperti seperti “aku ingin mati”, “aku bosan hidup”, “aku sudah tak peduli lagi pada hidup”, dan lain-lain, jangan mengabaikannya.

Tanpa marah-marah atau menghakimi, tanyakan anak apa maksud dari pernyataan atau perkataannya tersebut. Tanyakan juga masalah apa yang sedang ia hadapi. Katakan pada anak bahwa Anda tak akan pernah meninggalkannya dalam kondisi apa pun. Perkataan dan tindakan yang menenangkan bisa membuatnya lebih aman dan terbuka.

 

Cara Lainnya untuk Cegah Bunuh Diri

Bunuh Diri
Ilustrasi Bunuh Diri (iStockphoto)

4. Ajak anak untuk olahraga rutin

Aktivitas fisik yang sederhana seperti berjalan santai atau meditasi mampu meredam stres psikis atau depresi yang dialami oleh anak.

“Olahraga akan melepaskan hormon endorfin, yang dipercaya mampu memperbaiki mood anak. Endorfin juga menurunkan jumlah kortisol (hormon depresi) dalam tubuhnya,” kata dr. Devia.

Selain itu, olahraga bisa mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang dialami dan menjadikan pelakunya merasa lebih baik. Para ahli merekomendasikan aktivitas fisik selama 150 menit dalam seminggu.

5. Bercerita pada anak

Tidak hanya anak, tapi orangtua juga perlu bercerita dengan buah hatinya. Biarkan anak Anda tahu bahwa dirinya tidak sendirian ketika sedang sedih, marah, maupun sedang merasa cemas.

Katakan bahwa semua orang pasti pernah mengalami momen sulit, termasuk diri Anda. Ceritakan juga bagaimana cara Anda mengatasinya.

“Saat anak mendengar cerita Anda, perlahan ia akan ikut terbuka dan menceritakan masalah yang dihadapinya. Ini adalah cara terbaik agar anak mau membuka dirinya dengan Anda,”  kata dr. Devia.

6. Minta bantuan profesional

Jika perilaku anak remaja sudah mengkhawatirkan, jangan tunggu untuk menghubungi psikolog atau psikiater. Kemungkinan untuk mengatasinya dibutuhkan konseling atau terapi.

Penulis : Tamara Anastasia/ Klik Dokter

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya