Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian dari Pew Research Center menemukan bahwa 95 persen remaja memiliki akses pengunaan smartphone dan 45 persen dari mereka menggunakannya hampir secara konstan. Dengan tingkat angka yang tidak bisa dibilang rendah itu, penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemakaian smartphone yang tinggi dikaitkan dengan obesitas, depresi, dan kualitas hidup yang lebih rendah.
Salah satu kekhawatiran dari penyimpangan penggunaan smartphone yang muncul di kalangan remaja adalah sexting. Sebuah meta-analisis yang dilansir dari laman Psychology Today menemukan bahwa 1 dari 7 remaja diketahui mengirimkan konten seks, sedangkan 1 dari 4 remaja diketahui menerima konten tersebut.
Baca Juga
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
Timnas Indonesia Berhasil Keluar dari Persaingan Ketat Grup B Piala AFF 2024, Jika Sukses Kalahkan Filipina
Gagal di Piala AFF 2024, Shin Tae-yong Yakin Timnas Indonesia Akan Sukses di SEA Games dan Kualifikasi Piala Asia U-23 2026
Studi lain menemukan bahwa 29 persen dari mereka terlibat dalam hubungan seksual konsensual.
Advertisement
Dari hasil studi yang dilakukan, banyak remaja melakukan sexting karena berbagai alasan. Mengirim dan menerima foto tanpa sehelai benang dianggap sebagai “ritual pacaran digital”, dan mereka pada dasarnya menggoda atau hanya sakadar menunjukkan komitmen dalam suatu hubungan, sementara yang lain melaporkan bahwa mereka melakukannya sebagai bahan lelucon atau untuk mengejutkan satu sama lain.
Dipaksa
Beberapa remaja juga diketahui dipaksa untuk mengirimkan foto telanjang mereka. Penelitian menunjukkan bahwa sexting dengan paksaan dalam hubungan dapat menimbulkan gejala kecemasan, depresi, bahkan trauma. Mereka yang mengalami paksaan hubungan seks juga lebih memungkinkan mengalami paksaan seksual secara fisik.
Konsekuensi lain yang sangat serius dari sexting adalah diunggahnya foto atau video tanpa persetujuan si pengirim. Sexting yang disebarluaskan ke orang lain tanpa persetujuan dapat mengakibatkan pelecehan, cyberbullying, atau bahkan pemerasan.
Jenis perilaku ini dapat menyebabkan depresi, dan jika diteruskan dapat menimbulkan pikiran untuk bunuh diri pada mereka yang telah menjadi korban. Setelah foto atau video dikirim, pengirim tidak memiliki kendali atas apapun yang terjadi pada gambar mereka, bahkan jika dikirim melalui aplikasi yang mengklaim dapat menghapus gambar sekalipun, masih terdapat jejak digital dan tangkapan layar yang dapat diambil.
Advertisement
Peran Orangtua
Mengingat konsekuensi yang sangat serius dari sexting ini, orang tua perlu proaktif dan mendiskusikan bahaya hubungan seks pada anak-anak dan remaja dengan beberapa saran cara menangani sexting remaja.
1) Sebelum anak Anda memiliki akses pada smartphone, edukasi anak tentang bahaya bercinta pada anak-anak dan remaja. Semakin muda orangtua memulainya, semakin besar kemungkinan anak menginternalisasi nilai-nilai tersebut
2) Bicara dengan anak atau remaja tentang perasaan tekanan yang akan timbul apabila mengirim konten seperti itu
3) Ajari anak untuk segera menghapus gambar "itu" yang mereka terima, dan melaporkannya kepada orang tua
4) Mainkan berbagai skenario sexting dengan remaja dan bagaimana mereka akan menanganinya. Gunakan jenis latihan ini untuk mengajarkan keterampilan memecahkan masalah dan berpikir kritis seputar masalah-masalah ini.
5) Menetapkan aturan dasar untuk penggunaan ponsel dengan anak atau remaja. Orangtua dapat memeriksa ponsel anaknya secara teratur sebagai bagian kontrolnya. Jika remaja melanggar aturan, maka orangtua dapat mengukum ataupun menyita ponsel mereka.
Penulis: Lorenza Ferary