COVID-19 Diprediksi Masih Jauh dari Usai, WHO Khawatirkan Ancaman Penyakit Lain pada Anak

Dirjen WHO mengatakan bahwa pekerjaan untuk melawan pandemi COVID-19 masih panjang

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 28 Apr 2020, 19:00 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2020, 19:00 WIB
Kepala WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus (AFP)
Kepala WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus (AFP)

Liputan6.com, Jakarta World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa pandemi COVID-19 masih jauh dari usai. Selain itu, situasi ini juga masih mengganggu pelayanan kesehatan yang normal, terutama imunisasi bagi anak di negara-negara tertinggal.

"Pandemi ini masih jauh dari selesai," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi persnya di Jenewa seperti dikutip dari siaran Youtube Associated Press pada Selasa (28/4/2020).

"Kita memiliki jalan panjang di depan dan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kata Tedros pada hari Senin waktu setempat seperti dikutip dari Channel News Asia.

Tedros mengatakan dirinya prihatin akan ancaman kesehatan anak akibat terpengaruhnya program vaksinasi di masa pandemi COVID-19.

"Anak-anak mungkin berisiko relatif rendah dari penyakit parah dan kematian akibat COVID-19, penyakit pernapasan yang disebabkan oleh novel coronavirus, tetapi dapat berisiko tinggi dari penyakit lain yang dapat dicegah dengan vaksin," kata Tedros.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini


13 Juta Anak Terdampak

WHO Umumkan Virus Corona Pandemi Global
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, 11 Maret 2020. WHO menyatakan wabah COVID-19 dapat dikategorikan sebagai "pandemi" karena virus tersebut telah menyebar semakin luas ke seluruh dunia. (Xinhua/Chen Junxia)g

Tedros mengatakan, sekitar 13 juta anak di dunia terkena dampak oleh keterlambatan imunisasi rutin seperti polio, campak, kolera, demam kuning, dan meningitis.

Selain itu, dia mengatakan bahwa data GAVI, aliansi vaksin global, menyebutkan kurangnya vaksin di 21 negara akibat pembatasan perbatasan dan perjalanan untuk mencegah virus corona.

Menurut Tedros, hal ini bisa membuat jumlah kasus malaria di Afria sub-Sahara naik berlipat ganda. "Itu tidak harus terjadi, kami bekerja dengan negara-negara untuk mendukung mereka," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Tedros menegaskan bahwa solidaritas adalah kunci untuk melawan virus ini. "Virus ini tidak akan bisa dikalahkan jika kita tidak bersatu," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya