Liputan6.com, Afrika Selatan - Demi membantu mencegah paparan COVID-19, Pemerintah Afrika Selatan telah memperkenalkan batasan baru. Salah satunya tentang larangan penjualan minuman keras (miras).
Selain itu, pembatasan jam malam diberlakukan dan pemakaian masker di luar ruangan kini diwajibkan.
Baca Juga
Presiden Cyril Ramaphosa mengatakan bahwa larangan miras yang kedua di Afrika Selatan tahun ini akan mengurangi tekanan pada sistem kesehatan nasional. Mengingat, angka kematian akibat Virus Corona di sana telah meningkat menjadi lebih dari 4.000, dan proyeksi pemerintah memperkirakan ini bisa meningkat menjadi 50.000 pada akhir tahun.
Advertisement
Larangan miras diberlakukan lagi hanya beberapa minggu setelah larangan tiga bulan sebelumnya dicabut guna mencegah perkelahian saat mabuk, memotong kekerasan dalam rumah tangga, dan menghilangkan kebiasaan berpesta sambil mabuk-mabukan di seluruh Afrika Selatan.
Afrika Selatan tetap menjadi negara yang paling terdampak COVID-19Â di benua itu dan awal pekan ini mencatat peningkatan tertinggi dalam sehari. Hampir setengah dari total kasus berada di Gauteng, provinsi yang menjadi pusat penyebaran penyakit.
Simak Video Berikut Ini:
Sebagian Sadar Sebagian Tidak
Dalam pidatonya, Ramaphosa mengakui bahwa kebanyakan orang telah mengambil tindakan untuk membantu mencegah penyebaran,"Tetapi masih ada beberapa yang tidak bertanggung jawab untuk saling menghormati dan melindungi satu sama lain," ujarnya seperti dikutip dari BBC, Senin (13/7/2020).
"Ada sejumlah orang yang pergi ke pesta, minum-minum, dan berjalan di sekitar ruang ramai tanpa mengenakan masker,"Â Ramaphosa menambahkan.
Ramaphosa mengatakan langkah-langkah baru itu diperkenalkan untuk membantu negara mengatasi badai COVID-19 dan keadaan darurat akan diperpanjang hingga 15 Agustus. Pembatasan jam malam akan diberlakukan mulai pukul 21.00 hingga 04.00.
Pemerintah juga telah menyediakan 28.000 tempat tidur rumah sakit untuk pasien COVID-19. Namun, negara itu masih menghadapi masalah karena kurangnya petugas kesehatan. Setidaknya mereka membutuhkan lebih dari 12 ribu tenaga medis termasuk perawat, dokter, dan fisioterapis.
Dokter dan polisi mengatakan larangan sebelumnya berkontribusi pada penurunan tajam dalam penerimaan darurat ke rumah sakit. Tetapi para pembuat bir dan pembuat anggur negara itu mengeluh dan khawatir bisnisnya akan bangkrut.
Advertisement