Eijkman: Pengembangan Vaksin Merah Putih Sudah Sekitar 50 Persen

LBM Eijkman berharap, uji vaksin Merah Putih pada hewan bisa dimulai dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 04 Sep 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2020, 08:00 WIB
Petugas mengoperasikan mesin uji spesimen COBAS 6800 untuk memeriksa sampel COVID-19 (Tangkapan Layar konferensi pers daring LBM Eijkman)
Petugas mengoperasikan mesin uji spesimen COBAS 6800 untuk memeriksa sampel COVID-19 (Tangkapan Layar konferensi pers daring LBM Eijkman)

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman mengungkapkan bahwa proses pengembangan calon vaksin COVID-19 atau vaksin Merah Putih yang mereka lakukan telah mencapai sekitar 50 persen.

"Saat ini perkembangannya, artinya produksinya, vaksin Merah Putih ini kalau dilihat persentasenya mungkin sekitar 50 persen," kata Direktur LBM Eijkman, Profesor Amin Soebandrio dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (3/9/2020).

Amin mengatakan, pengembangan vaksin COVID-19 telah melalui tahap amplifikasi, kloning, dan telah memasukkannya ke dalam expression system sel mamalia.

"Saat ini kami tinggal menunggu protein yang akan diekspresikan oleh sel mamalia tadi," ujarnya. Ia menambahkan, selain sel mamalia, secara paralel mereka juga akan menggunakan sel ragi untuk membandingkan mana yang lebih efektif dan efisien.

"Apabila protein rekombinan sudah diekspresikan oleh sel mamalia, akan dilanjutkan dengan uji pada hewan. Diharapkan uji pada hewan bisa mulai dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan sehingga bisa diselesaikan di akhir tahun ini," Amin menjelaskan.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Data Masih Sedikit untuk Publikasi Ilmiah

Frilasita Aisyah Yudhaputri MbiomedSc, Prof. Herawati Sudoyo, PhD, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.
Frilasita Aisyah Yudhaputri MbiomedSc, Prof. Herawati Sudoyo, PhD, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.

R. Tedjo Sasmono, peneliti LBM Eijkman mengungkapkan bahwa saat ini, vaksin yang mereka kembangkan belum didaftarkan ke World Health Organization (WHO) atau dicatat dalam jurnal ilmiah tertentu karena datanya yang masih terlalu sedikit.

Di kesempatan yang sama, Tedjo mengatakan biasanya vaksin baru bisa didaftarkan apabila telah melakukan uji pra-klinis atau uji klinis. "Jadi ketika kami siap apabila vaksin sudah terkarakterisasi dengan bagus maka akan kami daftarkan (ke WHO)."

Untuk publikasi ilmiah, Tedjo menegaskan bahwa hasil penelitian tersebut akan dirilis apabila data yang mereka teliti sudah lengkap.

"Pasti akan (dipublikasikan). Karena salah satu ukuran suatu riset itu berkualitas dan solid datanya adalah publikasi internasional yang di-review. Kami pasti akan mempublikasikan apa pun yang kami dapat. Saat ini datanya terlalu sedikit untuk publikasi."

"Bisa saja saat ini kami publikasi tapi tentu saja itu akan menjadi jurnal yang kualitas rendah karena datanya terlalu sedikit. Mungkin dalam waktu tahun depan, ketika kami siap untuk uji klinis, akan kami publikasikan secara di jurnal ilmiah internasional, bisa juga dalam media seperti seminar atau media lain yang ilmiah," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya