Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mencabut hidroksiklorokuin dan klorokuin sebagai obat untuk COVID-19. Pencabutan yang dimaksud adalah persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) kedua obat untuk pengobatan COVID-19.
Lantas apakah dicabutnya izin darurat hidroksiklorokuin dan klorokuin membuat pengobatan pasien COVID-19 di RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran Jakarta terkendala?
Advertisement
Koordinator RSD Wisma Atlet Tugas Ratmono menegaskan, pengobatan di Wisma Atlet tetap berjalan baik.
"Kami menjalankan pengobatan dan perawatan pasien COVID-19 sesuai prosedur yang sudah ditetapkan sebagaimana standar dari Kementerian Kesehatan maupun perhimpunan organisasi profesi dan seterusnya," tegas Tugas saat sesi Bincang Editor, Meredam Cluster COVID-19, Senin (23/11/2020).
"Hidroksiklorokuin dan klorokuin ini kan salah satu dari sekian jenis obat-obatan yang digunakan. Jadi, katakanlah, kita bisa pakai obat lain yang sudah ditentukan tim dokter. Saya kira dengan obat lain, standardisasi pengobatan tetap berjalan."
Â
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Proses Penyembuhan Terus Diupayakan
Tugas menambahkan proses penyembuhan pasien COVID-19 di RSD Wisma Atlet terus diupayakan. Para tenaga medis dan kesehatan di RSD Wisma Atlet bekerja dengan baik.
"Kalau kita lihat tidak ada masalah percepatan penyembuhan pasien, sehingga mereka bisa kembali pulang. Dan ini sudah ditangani teman-teman di Wisma Atlet. Ternyata tanpa hidroksiklorokuin dan klorokukin penyembuhan pasien tercapai," tambahnya.
Pencabutan hidroksiklorokuin dan klorokukin melihat hasil pemantauan BPOM bersama Tim Ahli, yang dibahas dengan lima Organisasi Profesi Kesehatan, yaitu PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Farmakologi Klinik Indonesia (PERDAFKI).
Bahwa penggunaan hidroksiklorokuin dan klorokuin pada pengobatan COVID-19 memiliki risiko yang lebih besar daripada manfaatnya. Pada akhir Oktober 2020, BPOM menerima laporan keamanan penggunaan hidroksiklorokuin dan klorokuin dari hasil penelitian observasional selama 4 bulan di 7 (tujuh) rumah sakit di Indonesia.
Laporan tersebut menunjukkan, dari 213 kasus yang mendapatkan hidroksiklorokuin atau klorokuin, diketahui 28,2 persen pasien mengalami gangguan ritme jantung.
Advertisement
FDA dan WHO Tak Lagi Gunakan Hidroksiklorokuin dan Klorokuin
Sebelum pencabutan dari BPOM, United States Food and Drug Administration (US-FDA) telah mencabut EUA untuk klorokuin dan hidroksiklorokuin. Disusul World Health Organization (WHO) yang menghentikan uji klinik (Solidarity Trial) hidroksiklorokuin karena dinilai memiliki risiko lebih besar daripada manfaatnya.
Adanya pencabutan EUA, artinya obat hidroksiklorokuin dan klorokuin pun tidak digunakan lagi dalam pengobatan COVID-19 di Indonesia.
Izin edar obat yang mengandung hidroksiklorokuin dengan indikasi selain pengobatan COVID-19, masih tetap berlaku dan dapat digunakan untuk pengobatan sesuai dengan indikasi yang disetujui pada izin edarnya. Sementara itu, obat yang mengandung klorokuin dicabut izin edarnya karena tidak digunakan untuk indikasi lain.