Liputan6.com, Jakarta COVID-19 pada dasarnya adalah virus yang cepat menular. Belum usai masalah COVID-19 tersebut, dunia kembali khawatir dengan ditemukannya varian baru virus Corona COVID-19 baru di Inggris yang diklaim 70 persen lebih menular oleh National Health Service (NHS).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Prof. Bambang Brojonegoro, Ph.D. menyampaikan, varian baru COVID-19 pertama kali dilaporkan Inggris pada September 2020 dan per 13 Desember sudah lebih dari 1.100 kasus yang terdeteksi di Inggris Raya.
Baca Juga
“Peningkatannya itu begitu cepat sehingga di Inggris bagian tenggara dari seluruh virus yang dilacak, 50 persennya adalah varian baru,” ujar Bambang dalam konferensi pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Kamis (24/12/2020).
Advertisement
Kemunculan varian baru COVID-19 bukan semata-mata karena kebetulan, tambah Bambang. Hal ini dikarenakan Inggris adalah salah satu negara yang memiliki monitoring, surveilans genomik, dan molekuler yang terbaik di dunia.
“Karena itu mereka bisa mendeteksi bahwa ada mutasi yang ternyata bisa menyebabkan penularan yang lebih cepat.”
Inggris sudah melihat bahwa varian baru ini memang dapat menular lebih cepat namun belum ada bukti bahwa varian ini dapat menambah tingkat keparahan dan tingkat kematian.
“Tapi tetap, intinya kita harus hati-hati.”
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
Jangan Lengah
Dengan adanya varian baru virus Corona COVID-19, Bambang mengimbau masyarakat untuk tidak boleh sedikit pun lengah dari penerapan protokol kesehatan.
Mengingat, sebelum adanya varian baru, COVID-19 yang selama ini dikenal pun pada dasarnya memiliki kemampuan cepat menular dan beradaptasi.
“SARS-Cov 2 adalah virus RNA yang tergolong paling besar dalam keluarga virus Corona. Yang perlu kita perhatikan, cara penularannya sangat mudah yaitu melalui droplet.”
COVID-19 juga memiliki daya tular yang lebih tinggi ketimbang SARS. Pada tahun 2000 SARS menyebabkan beberapa negara terpaksa menghentikan kegiatan ekonominya. Namun, COVID-19 ini jauh lebih parah dari itu.
“Satu lagi, virus ini mudah beradaptasi dengan host. Karena mudah beradaptasi maka terjadilah mutasi.”
Mutasi tersebut terjadi mulanya dari orang ke orang, berkembang menjadi dari satu etnis ke etnis lain, dan akhirnya dari satu wilayah ke wilayah lain.
“Jadi kalau dilihat, begitu mudahnya penyebaran ini,” pungkas Bambang.
Advertisement